2.

1150 Kata
"Rafael Rishad..." Pelan-pelan Silfa mengucapkan nama Rafa. Sambil inget-inget. Soalnya Silfa juga agak lupa sama nama Rafa. Abis Silfa biasa manggilnya Rafa doang. "Akbar." Asya melanjutkan omongan Silfa. Dari dua nama yang di sebutkan Silfa tadi Asya sudah terlihat ketakutan. Dan kayaknya sekarang Asya yakin kalo Rafa yang di maksud Silfa itu pasti emang Rafael, teman sekampusnya. Ia nyaris menahan napasnya selagi menanti jawaban Silfa setelah ini. "Iya! Bener banget, Sya! Namanya Rafael Rishad Akbar. Lu kenal?" Seketika Silfa histeris dan kegirangan. Tangannya mengguncang bahu Asya, tak sabar mendengar jawaban Asya. Apakah Asya mengenalnya atau tidak. Asya lemas seketika. Sesaat Asya terdiam, melihat reaksi Silfa yang begitu bersemangat saat Asya melanjutkan nama lengkap Rafa. Asya memandang Silfa tak percaya. Bahkan Asya terlihat shock dengan reaksi Silfa. Padahal emang biasanya Silfa kayak gini kalo cerita soal Rafa ke Asya. Tapi, masalahnya yang ternyata di ceritain Silfa ini Rafael teman sekampus Asya. Asya kenal, kenal banget. "Sya! Lo kenal kan?" Silfa menyentak Asya yang masih diam. Keliatan banget kalo Asya melamun karena shock seketika. "Eng.. i..ii.. iya. Gue kenal." Asya baru tersadar akan lamunannya. Dengan ragu-ragu Asya menjawabnya. "Yeyeeyeye.. ternyata elo kenal. Pokoknya gue besok mau ke kampus lo. Gak tau gimana caranya lo besok harus bikin gue ketemu sama Rafa tapi seolah-olah nggak sengaja. Yaa Asya? Please.. pokoknya lo harus mau." Pinta Silfa. Lagi-lagi suaranya terdengar antusias. Apalagi permintaannya kali ini akan mempertemukannya dengan Rafa. Pujaan hatinya selama ini, yang semenjak dua tahun Silfa kuliah gak pernah ketemu lagi. Asya terlihat mekirkan permintaan Silfa. Astaga! Bagaimana ini? Mengapa harus Rafael yang Silfa maksud. Asya berpikir sambil meracau dalam hati. Namun pikirannya seketika buyar, saat handphone yang tergeletak di sebelahnya itu bunyi, dari ringtone nya terdengar bahwa ada sms masuk. Asya pun segera mengambilnya dan menghentikan aktifitas berpikirnya. 'Gue lagi otw ke rumah lo’ Degg.. hati Asya berdetak dengan kencangnya saat membaca sms itu. Apalagi saat Asya tau siapa pengirimnya.  Sialan! Kenapa tepat sekali sih? Silfa belum ada tanda-tanda akan pulang ke rumahnya pula! Asya gak siap kalo Silfa dan Rafael akan bertemu setelah ini. Masalahnya, setiap kali ke rumahnya, Rafael kelakuan Rafael pasti gak bener! Asya pun langsung panik. Namun ia berusaha rileks, karena di hadapannya kini ada Silfa yang menatapnya penuh harap. Rafael mau ke rumahnya. Sebenernya di kesempatan kali ini Asya bisa aja mempertemukan Silfa dengan Rafael. Tapi masalahnya kalo Rafael ke rumah Asya pasti akan ada kejadian aneh yang Rafael ciptakan. Dan Silfa dilarang keras buat tau itu semua. "Emm... bentar ya, Fa. Gue mau ke bawah bentar ngambil minum." Asya bangkit, berusaha mencari alasan untuk menghindar dari Silfa. Silfa hanya mengangguk seraya mengiyakan, cewek itupun merebahkan tubuhnya untuk tiduran di tempat tidur Asya. Asya pun berjalan di luar kamarnya menuju tangga. Kamarnya yang memang berada di lantai dua, membuat Asya harua turun jika ingin ke dapur. Sambil turun tangga Asya berusaha menelpon Rafael. Namun naasnya Asya baru sadar, kalo Asya gak punya pulsa. Saat turun dari tangga mata Asya melihat pada telpon rumah. Asya pun segera hendak menelpon Rafael. Asya pengen bilang kalo Rafael gak boleh ke rumahnya. Lagian tuh cowok kelakuannya ada-ada ajadeh. Batin Asya. Tutt.. telpon pun mulai tersambung setelah Asya memasukan nomor telepon Rafael pada telpon rumahnya. Bibir Asya gak bisa diem, kumat kamit gak jelas menanti telponnya yang tak kunjung di angkat oleh Rafael. "Hallo, Rafael." Asya segera memanggil nama Rafael saat Rafael sudah mengangkat telponnya. "Kenapa, Sya?" Jawab Rafael di sebrang sana dengan santai. "Jangan ke rumah gue. Gue gak ada di rumah." Asya segera menyampaikan maksud dari teleponnya tanpa basa-basi. "Ohh yaudah, nanti gue nunggu juga gapapa." Jawaban Rafael bikin Asya keki. Ahh harus cari alesan apa lagi dong? Asya berpikir cepat, lalu menjawab, "Tapi gue perginya lama." "Gapapa gue tungguin." Jawaban Rafael makin bikin Asya kebingungan. Ish, nih cowok maksa banget deh. Batin Asya geram. "Gue nginep di rumah sodara gue. Lo mau nungguin?" Asya kembali mengutarakan alasannya yang di pikirkan secara ekspres saat itu juga. Harusnya ia memikirkan alasan ini sebelum menelpon Rafael yang memang pada dasarnya memiliki sekian juta jawaban. "Hah? Lo lagi di rumah sodara lo?" Suara Rafael kini terdengar bingung. "Iya!" Asya menjawab cepat dan lantang, berusaha menyakinkan. Rafael tertawa, membuat Asya bingung. Apanya yang lucu?! "Kok nelponnya pake telpon rumah." kata Rafael berhasil mematahkan kebohongan Asya. Sialan!  Asya makin kebingungam saat bohongnya ternyata kurang rapih. b**o! Kok gue b**o banget sih, gue kan nelpon pake telpon rumah yaa? Asya merutuki kebodohan dirinya sendiri. Skak mat deh, Asya gak tau harus cari alesan apa lagi. "Udah gak usah cari-cari alesan. Gue bakal tetep ke rumah lo kok. Bye, Asya." Tutt... telpon terputus. Rafael mematikannya begitu saja karena tak mau mendengar alasan Asya yang udah ketauan bohongnya. Aduh, aduh, gimana dong? Asya makin bingung. Asya mondar-mandir kebingungan di depan meja telepon rumahnya sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal. Sesekali ia melirik jam dinding yang terdapat di ruangan itu. Asya nambah panik, perjalanan dari rumah Rafael ke rumahnya kan gak terlalu jauh. Kalo bentar lagi nyampe gimana? Pikiran Asya makin kalang kabut. Asya pun berlari menuju tangga dan menaiki anak tangga itu untuk menuju kamarnya. Wajahnya masih panik. Perlahan Asya membuka pintu kamarnya, terlihat Silfa sedang memainkan handphone nya sambil tidur-tiduran di kasurnya. Silfa terlihat senyam-senyum sendiri saat memainkan handphone nya. "Fa, gue mau pergi. Mau ngerjain tugas." Ucap Asya yang pastinya berbohong untuk kesekian kalinya di hari ini. Tuhan, tolong ampuni kebohongan Asya hari ini. Asya gak bohong demi kejahatan serius kok, semua ini demi kebaikan bersama. "Yaudah." Jawab Silfa santai, tanpa beranjak dari posisinya. Melihat gelagat itu, Asya segera berkata, "Elo pulang lah. Nanti kamar gue di acak-acak." Asya berusaha santai, dan tetap berbicara dengan nada bahasanya yang ngotot kalo ngomong sama Silfa. "Ohh. Jadi ceritanya ngusir?" Silfa bangkit dari rebahannya. "Gue gak becanda, Fa. Seriuslah gue mau pergi ama temen gue. Pembantu gue lagi dapet tau, kerjaannya marah-marah mulu kalo liat kamar gue berantakan gara-gara elo." Wajah Asya kini berubah serius. Tapi Silfa malah terkekeh melihat ekspresi Asya yang tidak pantas serius. "Dih, alay. Lo bilang kayak gitu gak becanda? Pembantu lo udah tua kali. Masa iya masih dapet? Bilang aja mau ngusir!" tembak Silfa gemas dan terkekeh pelan. "Yaudah intinya lo cepetan pulang deh. Hush hush." Asya menarik Silfa sampai ke pintu kamarnya agar cewek itu keluar dari rumahnya. "Tapi jangan lupa besok yaa. Gue harus ketemu sama Rafa." Silfa kembali mengingatkan omongannya tadi.  "Iya bawel!" Asya menjawab dengan cepat. Urusan besok, akan ia pikirkan nanti malam. Yang paling penting saat ini Silfa pulang ke rumahnya dan jangan sampai lihat kalo Rafael berkunjung ke rumahnya. Ia juga berdoa semoga Silfa tidak tiba-tiba datang ke rumahnya saat Rafael berkunjung. Sialan! Kenapa ia baru tahu sih? Bisa-bisa ia menjadi stress di usia muda karena perkara ginian! Oke, tarik napas, keluarkan. Asya bisa melewati ini. Ia tidak mau berurusan dengan drama Rafael dan Silfa apa pun yang terjadi. Rafael harus benar-benar menjauh dari hidupnya. Harus! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN