3.

1065 Kata
Sudah setengah jam lebih Rafael duduk di ruang tamu rumah Asya. Mending kalo duduknya di temenin, nah ini? Asya nya malah sengaja lama-lama di dapur bikin minuman buat Rafael. Padahak Rafael juga udah haus banget nungguin minumannya gak dateng-datang. Akhirnya Asya pun muncul dengan membawa nampan berisikan jus buatannya. Asya meletakan jus itu di atas meja. Lalu Asya pun duduk dan menatap Rafael datar. Tatapannya yang emang cuek kalo ke Rafael. Padahal Rafael selalu memberikan tatapan teduhnya melalui mata sipitnya. "Mau ngapain?" Asya to the point nanya ke Rafael yang lagi menyeruput minuman yang barusan di bawa Asya. Meski sebal dengan cowok ini, Asya tetap menjamu Rafael sebagaimana tamu pada umumnya. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo, Sya." Suara Rafael mulai terdengar. Rafael tetap memancarkan tatapan teduhnya pada Asya yang tetap terlihat cuek. "Yaudah ngomong." Saut Asya masih tetap cuek. Matanya menatap Rafael dengan malas. Sejak awal semester, Rafael tak pernah bosan mendekatinya. "Tapi sebelumnya lo harus dengerin gue nyanyi dulu yaa.." Rafael mengambil sebuah gitar yang sudah di siapkannya. "Tadi katanya mau ngomong. Tapi kok malah nyanyi? Labil banget sih lo!" Cibir Asya melihat Rafael yang baru saja mau memetik gitarnya. Benar kan! Cowok ini selalu aneh setiap kali bertemu dengannya.  "Iyadeh apa kata lo aja. Gue labil. Tapi intinya lo dengerin gue. Dengerin apapun yang gue omongin. Kalo bisa dengernya pake hati." "Dimana-mana denger tuh pake kuping bukan pake hati."  Asya komen terus. Rafael jadi gak nyanyi-nyanyi. Rafael sampe menghembuskan nafas beratnya saking ribetnya menghadapi Asya. "Yaudah terserah elo deh. Yang penting lo dengerin gue oke." Rafael pun hanya mengalah. Meski begitu, perlahan Rafael memetik senar gitarnya. Matanya beralih kedua arah, dari gitar ke Asya. Terlihat Asya memperhatikan Rafael secara ogah-ogahan. Namun Rafael tetap memainkan gitarnya dengan sepenuh hati. “Mungkin hanya lewat lagu ini Akan ku nyatakan rasa Cintaku padamu, rinduku padamu, tak bertepi Mungkin hanya sebuah lagu ini Yang slalu akan ku nyanyikan Sebagai tanda, betapa aku inginkan kamu.” Sebait lagu di nyanyikan Rafael dengan sepenuh hati. Setelah selesai Rafael menaruh gitarnya kembali. Pandangannya kini dengan lekat menatap Asya. Mata sipitnya terlihat menatap Asya begitu penuh harap. Lagu yang barusan di nyanyikannya seakan menjadi ungkapan perasaannya selama ini. "Sya, untuk ke sekian kali gue nyatain perasaan gue. Gue suka sama lo, Sya. Beneran suka, gak bohongan. Meski beribu kali lo nolak gue, gue gak akan nyerah, Sya. Gue sungguh-sungguh sama lo." Rafael mengutarakan perasaannya dengan sepenuh hati. Menatap mata Asya yang terlihat ketakutan untuk menatap Rafael. Namun Rafael masih tetap menatap Asya dengan lembut. Asya mengembuskan napasnya, nyaris bosan mendengar pernyataan Rafael. "Terus gue harus apa?" Jawab Asya enteng. "Asya gue serius. Gue udah tau kok dari anak-anak kalo sebenernya lo suka kan sama gue? Tapi elo cuma mau liat keseriusan gue dulu. Gue beneran serius, Sya sama elo. Emang kenapa sih lo gak mau nerima gue?" "Apa harus gue bilang alesan gue gak nerima lo? Gue akan jawab, setelah lo jawab pertanyaan gue. Kenapa lo harus suka sama gue? Harus cintanya sama gue?" Asya membalikan pertanyaan Rafael. Rafael terdiam. Tak mampu membalas pertanyaan Asya. Pertanyaan yang memang tak perlu mendapatkan jawaban. Tak ada alasan akan hadirnya cinta. Dan tak pernah ada alasan pula buat Asya menolak Rafael. Hati Asya memang mengatakan untuk tidak menerima Rafael. Meski Asya pun mengerti sesungguhnya hatinya pun menginginkan Rafael. Namun kini Asya sadar, mengapa hatinya tidak pernah mengijinkan untuk menerima Rafael. Ternyata karena semua ini berhubungan. Andai saja dari awal Asya menerima Rafael. Apa yang akan terjadi dengan Silfa jika ia mengetahui semua ini? "Gak ada alasan kan? Begitu juga sama gue. Gue juga nolak lo tanpa alasan. Bukan karena gue cinta atau gak cinta sama lo. Karena cinta bukan hal yang pantes di jadiin alasan." Asya menatap Rafael dengan pandangan yang beda. Berusaha menjelaskan tentang perasaannya. Bersikap dewasa menghadapi masalahnya. Setelah ini Asya akan mengagumi ucapannya yang terdengar keren banget. Asya saja gak nyangka bisa melontarkan kalimat tersebut.. "Gue ngerti. Tapi gue gak akan nyerah, Sya. Gue yakin suatu saat lo pasti akan cinta sama gue dan akan jadi pacar gue. Bahkan mungkin istri gue." Ucap Rafael penuh semangat, di iringi senyumannya yang begitu manis. Tentu saja, menurut orang manis. Tapi menurut Asya enggak! Enggak ada manis-manisnya! *** Teriknya mentari siang ini ternyata mampu membuat keringat mengucur di pelipis Asya. Berulang kali Asya meringis kegerahan, tak sabar menunggu Silfa yang katanya akan menjemputnya. Namun sekitar setengah jam sudah Asya menunggu, tanda-tanda kehadiran Silfa belum juga terlihat. Asya ingat bahwa hari ini ia harus mempertemukan Silfa dengan Rafa alias Rafael. Asya sudah pasrah apa yang akan terjadi, karena Asya pun tak tau apalagi yang harus di lakukan. Kebetulan, Asya tau inilah yang di namakan kebetulan. Atau mungkin lebih tepatnya takdir. Tapi jika boleh menolak Asya ingin menolak takdir ini. Mengapa dari sekian banyak lelaki yang bernama Rafa, harus Rafael yang ternyata Rafa yang di maksud Silfa? Tapi, inilah takdir. Tak dapat di tolak meski kita tak menginginkannya. Namun pasti ada sebuah makna yang terselip dalam sebuah takdir kehidupan. Asya yakin, Tuhan telah menentukan takdir yang terbaik untuknya. Tuhan sudah sangat tau tentang hati dan keinginannya, dan Tuhan pasti sudah mengerti untuk takdir yang sudah di gariskan untuk Asya. "Sya.." suara lembut yang sudah sangat familiar menggema di telinga Asya. Asya dapat merasakannya bahwa sang empunya suara itu kini tengah berada di sampingnya. Asya menoleh, mendapati sosok yang lebih tinggi darinya sedang berdiri sambil menatapnya penuh arti. Rafael tersenyum melihat Asya yang menengok kearahnya. "Ahh kebetulan lo ada disini. Jadi gue gak perlu nyariin lo." Ucap Asya, teringat akan janjinya dengan Silfa untuk mempertemukan mereka. "Hah? Lo mau nyariin gue, Sya? Serius?" Rafael bertanya tak percaya. Ucapan Asya membuat hatinya terlonjak bahagia. Asya memang sangat cuek pada Rafael, makanya Rafael seneng banget pas denger Asya mau nyariin dia. Asya mengalihkan pandangannya, pada sebuah mobil yang berhenti di sebrang jalan. Mobil milik Silfa, yang sangat di kenali Asya. Asya sama sekali tak menggubris omongan Rafael. "Ikut gue!" Asya menarik tangan Rafael, membawanya menyebrang jalan. Rafael agak terkejut dengan sikap Asya. Matanya menatap genggaman tangannya dengan Asya. Sebuah senyuman mengembang di bibir Rafael. Wanita yang amat di cintainya, yang selalu bersikap acuh padanya, ternyata secara sepihak kini menggandengnya. Mungkinkah? Perasaan cinta telah hadir di hati Asya. Mungkinkah Asya telah luluh dengan segala usaha yang Rafael lakukan untuk merebut hatinya. Rafael yang gigih dan pantang menyerah untuk berkali-kali menyatakan cintanya, meski berkali-kali pun Asya tak pernah menerima Rafael.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN