01. A Trouble Maker

1284 Kata
“Kenapa sih di dunia ini ada orang senyebelin lo? Iya, lo nyebelin banget! Cakep kok gak nanggung-nanggung.” ---- “Baiklah, anak-anak, hari ini kita kedatangan mahasiswa-mahasiswi yang akan tugas praktik mengajar di sekolah kita,” ujar Pak Dedi sebagai kepala sekolah di sela-sela amanatnya. “Saya persilakan kepada perwakilan mahasiswa untuk menyampaikan perkenalannya,” lanjutnya. Seorang mahasiswi naik ke podium dengan langkah agak gugup. Namun tampaknya ia mencoba menenangkan dirinya. “Selamat pagi, teman-teman!” “Pagi, Buuu…” jawab murid-murid SMA Nusa Bangsa serempak. “Perkenalkan saya Arabella Nadia, atau kalian bisa panggil saya–“ Kata-katanya terpotong karena antusiasme murid laki-laki yang sontak berteriak riuh. “PAGI, BU ARAAA....” Sang kepala sekolah dan beberapa guru menenangkan anak murid mereka agar upacara kembali kondusif. “Em, iya. Boleh panggil saya Ara. Terimakasih.” Bella tertawa kecil melihat tingkah murid-murid dan melanjutkan amanatnya. Satu persatu mahasiswa dan mahasiswi diperkenalkan, agar saat masuk kelas, tidak harus melakukan perkenalan agar tidak terlalu banyak waktu KBM yang terbuang. **** “Gue tungguin di kantor tadi, Bel. Lo ke mana sih? Lama banget!” sembur Gita, salah satu rekan magang Bella sekaligus sahabatnya. Sebenarnya, Arabella biasa dipanggil Bella. Dan saat pekenalan tadi, ia juga akan memperkenalkannya demikian. Namun, berhubung anak-anak memotong pembicaraannya, maka ia pasrah saja dengan panggilan Ara. “Ceritanya panjang, gue ceritain pas istirahat. Sekarang gue mau menghadap Bu Aini buat ngambil materi sama data kelas yang bakal gue ajar.” Bella menyimpan tasnya di ruangan khusus yang dipersiapkan pihak sekolah untuk para mahasiswa magang. Ia sedikit merapikan pakaiannya dan menyeka keringat di dahinya dengan tisu. “Oke. Lo utang cerita.” Gita juga bersiap dan keluar ruangan terlebih dahulu. Bella mengacungkan jempolnya dan mengekori Gita keluar ruangan. “Permisi, Bu. Saya mau mengambil jadwal dan materi untuk hari ini,” ujar Bella sopan. “Oh, Ara? Ini saya sudah siapkan semuanya di sini.” Bu Aini menyerahkan sebuah map berisi data siswa dan sebagainya. “Baik, Bu.” Bella membuka mapnya dan melihat kelas 12 IPA 1 dalam absensinya. Berarti, itulah kelas pertama yang akan ia ajar. Bella mengajar bahasa inggris kelas dua belas di SMA Nusa Bangsa. “Tapi, Ara. Tunggu!” Bu Aini menahan Bella sebelum keluar dari ruangannya. “Iya, Bu?” Bella berbalik dengan heran. “Di kelas yang kamu ajar sekarang, ada anak yang cukup bermasalah dengan pelajaran saya. Namanya sudah saya tandai dengan stabilo di absensinya. Saya harap kamu bisa menanganinya,” pesan Bu Aini. “Baik, Bu. Terimakasih. Inshaallah saya akan menjalankan tugas saya dengan baik.” Bella mengangguk hormat dan meninggalkan kantor guru. “Permulaan hari yang bakal berat,” gumam Bella sambil terus berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelas pertamanya mengajar. **** “Morning,” sapa Bella sambil menyimpan buku yang dibawanya ke atas meja guru. “Morning...” jawab anak-anak serempak. “Bu, ngomongnya bahasa indonesia aja, cukup Bu Aini aja yang tiap ngajar pake bahasa inggris. Kita cuma bisa jawab yes no doang,” celetuk salah satu murid dan diiringi tawa murid lain. “It's procedure. But, i'll try to make you all understand. Sedikit-sedikit saya bantu,” kata Bella datar dan bersikap seprofesional mungkin. “Okay, now i wanna see your book.. Em, maksud saya silakan kumpulkan tugas dari Bu Aini minggu lalu. Dan satu lagi, you can call me Miss.” “Baik, Miss...” Setelah menyebutkan halaman buku yang harus dibaca sebelum ia terangkan, Bella mulai memeriksa buku tugas murid-murid 12 IPA 1. “Devon Algatra?” tanya Bella sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas. “Saya, Miss” Seorang anak lelaki mengangkat tangannya dan berdiri tanpa rasa bersalah. Tubuhnya tinggi dan atletis untuk seukuran anak SMA. Wajahnya juga tegas dan lumayan, errr. Ganteng! Bella yang masih fokus dengan absensinya belum melihat anak bernama Devon itu. “Benar kata Bu Aini, anak ini bermasalah,” batin Bella sambil mengangkat wajahnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Devon. “Kamu?” Bella terperanjat. “Miss, inget saya?” Devon menaik turunkan alisnya. Anak nakal itu nyengir sepolos mungkin. “Ganteng sih, tapi bakal jadi masalah besar!” Bella merutuki dirinya. Ia menunduk pasrah. “Devon, maju!” Bella sedikit membentak. Devon melenggang ke depan kelas dengan santainya dan tak terlihat rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. Seragamnya pun tak serapi saat upacara. Kini, kemeja putihnya tak dimasukkan ke dalam celana abunya. Cerminan anak lelaki manis yang tadi pagi menolongnya sirna sudah. Kini, hanya ada anak nakal yang akan memberatkan tugas mengajar Bella selama dua bulan ke depan. “Devon, mana buku tugas kamu?” tanya Bella tegas. “Itu, Miss. Di mana ya? Aduh lupa,” jawab Devon sambil menggaruk-garuk kepalanya membuat rambutnya yang agak gondrong itu semakin berantakan. “Devon, i'm serious. You have much trouble--” Ucapan Bella terpotong. “Miss, saya ngerjain tugas aja gak bisa. Miss ngomelin saya pake bahasa inggris. Miss ini suka buang-buang energi ya?” Jawaban Devon membuat Bella semakin naik pitam. Murid di depannya ini benar-benar membuatnya jengkel bahkan di hari pertama mengajar. Padahal, sebelumnya Bella mengagumi anak lelaki itu yang ia anggap manis. Namun, sekarang anak itu tak lebih dari seorang troublemaker. “Oke, Devon kamu tunggu di sini! Dan kalian jangan ribut. I'll back soon!” Bella melenggang keluar kelas. Bella membuang napas kasar. Ia tak tahu, apakah akan sanggup menangani murid semacam Devon? Yang dalam tujuh kolom nilai di absensinya hanya terisi satu kolom dan itu pun ditulis menggunakan pensil. Karena, menurut Bella, angka tersebut sangat tidak lazim disebut nilai. “Permisi, Bu Aini, saya mau tanya. Apakah masih ada lembar tugas yang bisa diisi Devon untuk melengkapi nilainya yang kosong?” tanya Bella sopan. “Jadi, anak itu tidak mengumpulkannya lagi?” Bu Aini membuka kacamatanya dan memijat pangkal hidungnya. “Bahkan, tugas yang Ibu berikan minggu lalu pun tidak dikerjakan, Bu,” tukas Bella. “Padahal, saya sudah tiga kali memberikan soal ini untuk susulan. Tapi, sampai saat ini, saya tidak menerima laporan apapun dari anak itu.” Bu Aini menggelengkan kepalanya pasrah. “Saya memang baru dua tahun di sini. Tapi, Devon adalah ujian terberat selama saya menjadi guru. Bahkan, sebelum saya mengajar di sini. Di sekolah dulu saya mengajar, tidak pernah ada murid senakal itu.” Bu Aini menumpahkan kekesalannya pada Bella yang saat itu bertanya masalah Devon. Bella tersenyum ngeri mendengar penjelasan Bu Aini mengenai murid yang sekarang menjadi tanggungjawabnya itu. “Devon,” tegur Bella saat ia kembali ke kelas dan melihat Devon yang tengah membungkuk membelakangi papan tulis dan menggoda anak perempuan yang duduk di barisan paling depan. “Iya, Miss. Kok cepet?” tanya Devon dengan santainya. “Kamu saya suruh berdiri di depan, Devon. Bukan malah godain teman-teman kamu yang sedang belajar!” tegur Bella jengkel. “Ini saya di depan lho, Miss. Masa, Miss gak liat?” Devon membetulkan posisinya dan berdiri tepat di depan Bella. “Devon! Berdiri di samping papan tulis! SAMPAI PELAJARAN SAYA SELESAI!” Bentak Bella. “Dan satu lagi, kamu temui saya di ruangan dekat SK OSIS saat jam istirahat!” Bella memijat keningnya dan mulai menjelaskan materi. Devon berdiri tepat di samping Bella duduk. Dan, hal itu ternyata berpengaruh pada Bella. “Jantung gue kenapa ini?” batinnya. Devon yang menyadari ketidaknyamanan Bella, dengan beraninya menegur guru magangnya itu. “Kenapa, Miss? Pusing ya?” “Iya saya pusing gara-gara kamu!” jawab Bella ketus dan melanjutkan penjelasannya. “Sayanya jangan dipikirin, Miss. Biarpun saya tau, kalo saya itu ganteng, manis, lucu, imut--“ “Diam kamu! Atau saya tambah hukuman kamu!” Bentakan Bella membuat Devon diam dan tak melanjutkan aksi usilnya. Bella tak habis pikir, mengapa anak dengan tampang yang luar biasa seperti Devon bisa berkelakuan semenyebalkan itu. Troublemaker!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN