#R – Mimpi Dikala Siang
Vanila Assyifatu Haifah, dialah sosok gadis yang baru beranjak remaja, masa kecilnya dia habiskan dikampung kelahiran bersama Neneknya yang sudah berusia senja. Sejak kecil Vanila tidak mengenal kasih sayang dan cinta orang tua, yang dia tahu hanyalah kasih sayang dan cinta dari Neneknya. Ibu kandung Vanila yang bernama Karina meninggal diusainya yang masih berusia 27 tahun tepat saat melahirkan Vanila ke dunia, sementara Ayah Vanila yang bernama Danu selalu tinggal dikota dan tidak pernah lagi pulang ke kampung setelah kepergian istrinya.
Tepat diusia Vanila yang baru mengijak 16 tahun, Nenek yang selama ini selalu membuai Vanila dengan kasih dan cinta harus pergi meninggalkan Vanila untuk selama – lamanya. Hal itu, tentu membuat Vanila dirundung perasaan duka. Karena setelah kepergian Neneknya, Vanila pikir dia sudah tidak mempunyai siapa – siapa. Namun, ternyata kuasa Allah memang nyata. Vanila yang seumur hidupnya hanya mampu melihat Ayahnya melalui sebingkai foto. Akhirnya, Setelah Neneknya pergi, takdir mendekatkan Vanila dengan Ayah kandungnya dan kelurga barunya.
“Titik terendah yang pernah aku alami dalam kehidupan ini adalah saat aku harus kehilangan seseorang paling aku sayang, orang yang mengajarkan tentang arti sebuah cinta yang tulus, Nenek. Kehilangan Nenek adalah hal yang paling menyakitkan yang aku rasakan” gumam Vanila, sambil menengadahkan kepala berusaha menahan tangis yang siap meluncup dari pelupuk matanya.
Enam bulan lalu, memang menjadi bulan yang paling menyakitkan bagi Vanila. Tepat dibulan Februari, Vanila kehilangan sosok Nenek yang selalu membuainya dengan cinta, sosok yang selalu mengasihinya dengan kasih dan sayang. Saat itu, Vanila pikir dia akan hidup sendirian, karena selama hidupnya Vanila tidak mengenal siapapun yang bisa mencintainya setulus Neneknya. Namun, ternyata Allah mempersatukan Vanila dengan Ayahnya yang selama ini selalu Vanila rindukan.
Setelah acara pemakaman Nenek Ratna selesai, Vanila berusaha tersenyum menanggapi ucapan tetangga yang datang menjenguknya, mungkin mereka merasa kasihan karena setelah kepergian Nenek Ratna, Vanila hanya akan tinggal sendirian.
Tersenyum, memang satu hal yang selalu Nenek Ratna ajarkan kepada Vanila, maka saat hatinya hancur setelah kepergian Nenek Ratna, Vanila tetap berusaha tersenyum dengan duka yang dia rasakan. Dia berusaha kuat untuk dirinya sendiri. “Tersenyumlah walau sesulit apapun keadaan yang kamu rasakan dan hadapi sayang”. Satu kalimat yang pernah Nenek Ratna pesankan kepadanya, selalu melekat dalam pikiran dan batin Vanila.
“Van, besok Bapak mau ke Jakarta, kamu tahu alamat rumah Bapak kamu yang di Jakarta enggak” tanya Pak Halim, seorang petani yang selalu melakukan perjalanan ke luar kota untuk menjual hasil taninya.
Selama beberapa saat Vanila terdiam mendengar pertanyaan Pak Halim, kemudian dia menganggukan kepalanya. Sebelum Nenek Ratna meninggal, dia pernah memberikan selembar kertas bertuuliskan alamat yang katanya adalah alamat rumah ayahnya di Jakarta.
“Besok Bapak mau pergi ke Jakarta nganterin pesanan hasil tani, kalau kamu mau ikut Bapak Insya Allah bisa bantu kamu untuk bertemu Ayah kamu, itupun jika kamu mau. Kalau misal enggak, lebih baik kamu tinggal dirumah Bapak aja” ujar Pak Halim, sambil mebelai kepala Vanila.
“Bapak serius mau nganter saya ketemu Papah ?” tanya Vanila dengan binar kebahagiaan yang terpancar dari kedua matanya.
Pak Halim menganggukkan kepalanya sambil tersenyum saat dia melihat pancaran kebahagiaan yang terpancar dari mata Vanila. Pak Halim, merupaka sosok yang sangat baik, dia selalu membantu Vanila dan mendiang Nenek Ratna. Karena kebaikannya, Vanila jadi tidak sungkan lagi kepadanya.
Keesokan harinya, tepat setelah mengantarkan hasil panenya terlebih dahulu. Pak Halim langsung mengantar Vanila ke alamat Ayahnya, mereka sempat nyasar karena Pak Halim tidak mengetahui dengan pasti alamat rumah Ayah Vanila. Namun, dengan niat dan tekad yang besar, akhirnya rumah Ayah Vanila berhasil di temukan.
Rumah yang Ayah Vanila miliki sangat megah dan mewah, melihat rumah Ayahnya ingatan Vanila langsung teringat pada dongeng – dongeng yang selalu Nenek Ratna ceritakan kepadanya. Vanila jadi membayangkan jika nanti dia sudah tinggal bersama Ayahnya, dia akan manjadi putri – putri yang selama ini kisahnya hanya dia dengar melalui sebuah dongeng.
Namun, semua banyangan Vanila langsung lenyap saat kenyataan yang dia dapat dari perlakuan Ayah kandung dan Ibu tirinya tidak sesuai dengan harapannya.
Vanila tersenyum ketika teringan kenangan saat dia pertama kali datang ke rumah Ayahnya. Saat itu, Vanila hanyalah gadis remaja yang memiliki harapan besar mendapatkan kasih sayang dan cinta dari Ayah kandungnya. Namun, hingga saat ini semua itu hanya sebuah mimpi dikala siang hari. Sebuah mimpi yang mungkin akan sangat sulit terjadi.
“Bahagia itu sederhana, cukup dengan mensyukuri apa yang Allah takdirkan dalam kehidupan kamu, saat itulah kamu akan memahami makna bahagia secara sederhana. Saat kamu berhasil menemukan kesejukan dalam sebuah kesedihan, percayalah jika saat itu kamu juga akan sadar jika Allah selalu menyelipkan sebuah kebahagiaan sekecil apapun, dalam setiap garis takdir kehidupan yang Dia berikan” ujar Vanila, sambil memandang kearah lagit, yang pagi itu terlihat sangat cerah.
Bersyukur dan ikhlas itulah yang sedang berusaha Vanila tanamkan didalam dirinya, meskipun pasti tidak akan mudah, tapi setidaknya dia akan tetap berusaha melakukannya. Saat ini Vanila hanya harus diam dan menjalankan takdir yang sudah Allah garis dengan senyuman. Vanila selalu yakin jika semua yang terjadi dalam kehidupannya pasti ada hikmah yang Allah persiapkan untuknya.
“Nenek aku pernah bilang Nya, roda kehidupan itu selalu berputar, kalau sekarangaku lagi sedih, aku hanya cukup sabar menanti kapan kebahagiaan itu datang, tapi kalau misal sekarang aku lagi bahagia, aku hanya harus memperingati diri aku sendiri, agar jangan terlalu hanyut karena setelah itu mungkin akan datang ujian dalam hidup aku” ujar Vanila, tanpa mengalihkan sedikitpun tatapan matanya yang sedang menikmati keindahan langit.
“Terus kalau misalkan bahagia enggak pernah mampir dihidup lo gimana Van, apa yang mau lo lakuin ?” tanya Anya, saat mereka sedang duduk didepan kelas menikmati cerahnya langit karena saat itu palajaran pertama kosong.
Seulas senyuman terbit dari bibir Vanila saat dia mendengar pertanyaan sahabatnya yang bernama Anya, Anya Ayu Septia. Kemudian, Vanila mengalihkan tatapannya, matanya menatap fokus kearah Anya. Apa memang yang akan Vanila lalukan saat semesta tidak memberikan kesempatan dia untuk merasa bahagia ?
“Enggak ada, karena selama ini gue selalu ngerasa bahagia – bahagia aja” jawab Vanila, sambil terkekeh kecil.
“Lo beneran ngerasa bahagia, atau pura – pura bahagia aja” tanya Anya, lebih serius.
Vanila langsung mengalihkan tatapan matanya saat mendengar pertanyaan Anya, Vanila tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan sahabatnya itu. Karena bagi Vanila, tersenyum adalah gambaran kebahagiaan yang setiap orang rasakan, sesering apa orang tersenyum, sebanyak itulah kebahagiaan yang dia rasakan.
“Kenapa diem, lo gak bisa jawab pertanyaan gue barusan ? padahal itu pertanyaan sederhana loh, masa jawab soal fisika yang pertanyaannya musingin tujuh keliling elo bisa, ini pertanyaan yang anak TK aja bisa jawab elo enggak bisa jawab” ujar Anya, sambil menatap Vanila penuh keseriusan.
“Meskipun kita baru kenal beberapa bulan belakangan, tapi gue tuh kaya tahu kalau dibalik senyuman manis lo yang bisa bikin banyak cowo klepek – klepek ini palsu, mungkin lo bisa nipu banyak orang, tapi jangan harap lo bisa tipu gue juga” ujar Anya, sambil menatap Vanila penuh keseriusan.
“Gue serius waktu gue bilang mau jadi sahabat lo, gue tertarik pengen beneran jadi sahabat lo ya karena gue jatuh cinta sama senyuman lo awalnya, tapi lama – lama gue makin sadar dan ngerasa kalau semua yang lo rasain, mau itu kesedihan atau kebahagiaan, lo ekspresiin lewat senyuman” ujar Anya, menyamaikan dengan kata sedikit blak – blakan.
Anya menyentuh bahu Vanila, matanya menatap mata Vanila dalam, “Gue enggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan hal berat apa aja yang pernah bahkan sedang elo lalui. Tapi, gue cuma mau bilang, jangan pernah ngerasa sendirian, mulai sekarang ada gue yang akan memapah lo ketika lo gak mampu berjalan, ada gue yang akan siap memeluk elo ketika elo lagi butuh sandaran” ujar Anya, sambil tersenyum.
Mendengar perkataan Anya, hati Vanila menghangat, tangannya menyentuh tangan Anya yang pada saat itu masih menempel dipundaknya. Tidak ada yang terucap dari lisan mereka, keduanya hanya tersenyum sambil bertatapan, kemudian saling berpelukan.