BAB 5

2711 Kata
Saat malam tiba, banyak krekty yang sudah tidur di rumah mereka, di pohon-pohon  atau di gua yang mereka pahat sendiri membentuk ruangan. Meski begitu, masih ada krekty yang mengadakan kegiatan malam untuk berjaga-jaga, terlebih saat tahu manusia-manusia yang ditangkap pagi ini sudah melarikan diri dari penjara. Untuk membuat para krekty tidak curiga. Aoee menyuruh Caesar dan yang lainnya keluar berpasangan dengan selang waktu dua puluh menit, sementara Aooe akan mengawasi mereka bila ada krekty yang mengajak mereka bicara, jelas keenam anak itu tidak tahu bahasa yang krekty gunakan. Aoee menyuruh keenam anak itu berkumpul, sebelum menjalankan strategi. "Kalian cari persembunyian yang tidak jauh dari mulut gua. Kemudian saat aku keluar dan mengangkat tongkat, kita berkumpul lagi.  Ingat! bersikaplah seolah kita bertemu secara tidak sengaja." Semua mengangguk, setiap orang sudah bersiap-siap dengan obor masing-masing. Sebenarnya ini sangat mudah, mereka tinggal keluar gua dan lari sejauh mungkin. Tetapi, barang-barang mereka saat ini disita, tak mungkin mereka pergi tanpa s*****a lebih-lebih tanpa perbekalan makanan juga kuda. Pasangan pertama, Caesar dan Aime. Mereka keluar dengan selamat dan segera bersembunyi di balik semak-semak yang penuh duri membuat Aime menggerutu sesekali. Pasangan kedua, Baldwin dan Luce, mereka juga keluar dengan selamat, untungnya mereka bersembunyi di balik batu besar, ketimbang dia semak-semak. Pasangan terakhir, Dion dan Toby. Malangnya mereka tidak bernasib sama seperti pasangan-pasangan sebelumnya. Toby kesulitan berjalan menahan beban tubuhnya. "Kayu ini akan patah," keluhnya kepada Dion, dengan suara yang hampir saja tenggelam oleh serangga malam. "Benarkah? Apa kita diam saja disini menunggu Aooe? Kalau kayunya patah kita akan tinggal disini selama-lamanya Tob." Entah berapa lama mereka berada dalam keadaan semacam ini. Untuk jalan terus, mereka takut, tetapi berhenti mereka juga tidak berani. Maka mereka memutuskan untuk jalan terseok-seok, mengusahakan agar kedua kaki palsu tidak melayang ke udara dan terus menyentuh tanah sampai makin lama mereka makin lelah. Tiba-tiba, tanpa terduga-duga sesosok krekty muncul dihadapan mereka, sambil bertanya dengan bahasa 'aieuoeo'-nya. Toby dan Dion saling melempar pandangan, keringat sudah mengalir dari pelipis Toby, airnya mengalir melewati pipi dan jatuh saat tiba di dagu. Sedang Dion menjawab dengan setengah menggeleng setengah mengangguk membuat krekty dengan rambut ikal dihadapannya terlihat bingung. "Aaaaeoo[1]." Mereka menoleh saat mendengar suara baru. Syukurlah, Aooe datang di waktu yang tepat. "Ooeaaa. Aaeeii io aie euiou?[2]" "Ae, ai eui aiei, iaui auu i eo eo uuu...[3]" balas Aoee membuat krekty dihadapan mereka pergi. Sementara Dion dan Toby bernapas lega setelah planga-plongo, mulut mereka hampir saja kemasukan serangga predator yang suka bertelur di kerongkongan. "Kenapa kalian tidak mencari tempat sembunyi," gerutu Aooe. "Bagaimana mungkin, kaki palsu Toby hampir saja patah." "Ah begitu ya. Mestinya aku membuatkan ukuran khusus untukmu." Toby tersenyum kecut. Tidak di dunianya sendiri, di dunia ini pun dia mendapat body shaming. Tetapi setidaknya dia bersyukur karena di dunia ini dia bisa punya teman. Teman sesunguuhnya. Bukan teman yang memalak-malaknya setiap pulang sekolah. Mereka berhasil berkumpul lengkap tanpa terkecuali tepat di belakang batu yang saat mereka mendongak ke atas tebing-tebing nampak curam. Aooe memimpin mereka kali ini, melewati pohon-pohon besar berdiameter 20 meter, yang tengahnya bisa dilubangi untuk rumah-rumah penduduk krekty, di setiap sudut jalan setapak ada lampu-lampu yang merupakan sarang serangga mirip  kunang-kunang, hanya saja ukuran serangganya lebih besar dan cahayanya berwarna hijau muda. Melewati kebun-kebun buatan, parit-parit dan akhirnya tiba di sebuah tempat dimana ada empat tiang besar menahan atap yang terbuat dari tumpukan jerami. Di setiap tiangnya ada krekty yang mengawasi, mereka berempat terlihat mengantuk, satu diantara mereka bahkan tidur dalam keadaan terjaga. "Tunggu disini, aku yang akan bicara kepada mereka." Aoee meninggalkan keenam pemuda itu, sementara dirinya mendekati salah satu krekty. Dari kejauhan, keenam pemuda itu bisa melihat apa yang Aooe lakukan, dia seolah berbicara untuk menyuruh para krekty yang berjaga pulang untuk beristirahat, dan itulah kenyataannya. "Aku tidak ingin mendekati mereka," celoteh Toby. "Kenapa?" tanya Baldwin penasaran. "Jangan bilang kamu takut? Mereka punya tubuh yang lebih pendek." "Bukan itu, kamu tidak pernah mendengar dia berbicara dengan huruf vokal semua? Aioieoeeooeoauauua. Seperti gorila," gerutu Toby kesal. "Gorila?" tanya Caesar, Toby lupa kalau Caesar tinggal di dunia yang berbeda. Aime menyela cepat-cepat. "Jangan bicara seperti itu Tob, hargai mereka, setiap bahasa punya nilai dan maknanya masing-masing," katanya, sebagai penikmat kata dia akan berusaha sebisa mungkin memberikan pengertian kepada semua orang untuk saling menghargai budaya masing-masing. Toby yang ingin membela diri berhenti karena sebelum itu terjadi, Aooe memanggil mereka dengan lambaian dan tepukan tangan yang cukup keras. "Mereka sudah pergi," kata Aooe ketika keenam pemuda itu mendekat. "Sekarang, ambil lah barang kalian dan pergi sejauh mungkin dari sini." "Sekarang?" tanya Dion seperti tidak percaya, dia memperhatikan sekelilingnya yang betul-betul gelap, khawatir jika ada makhluk di luar sana yang lebih mengerikan dari krekty-krekty di sini. "Ya, sekarang. Cepatlah sebelum ada krekty melihat kalian." Semua orang mengambil barang mereka masing-masing sementara Caesar masih berdiri dihadapan Aooe. "Apa tidak masalah kami meninggalkan anda disini Aooe?" "Ya tentu tidak masalah. Disinilah tempatku, tempat dimana aku lahir. Meski tidak seindah istanamu," jawab Aooe dengan senyum tipis. "Jangan tersinggung Caesar, aku berkata seperti ini agar kamu percaya pada dirimu sendiri bahwa kamu bisa memimpin Altis dan membawa perubahan." "Ya, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk itu. Maksudku sekarang adalah apa krekty lain tidak akan membunuhmu saat tahu kamu membebaskan kami? Empat krekty yang tadi berjaga akan memberitahu semua krekty disini." "Oh persoalan itu, aku akan bicara kepada semua krekty. Membuat mereka mengerti rasanya lebih mudah daripada membuatmu memahami perkataanku saat ini hahaha... Krekty adalah makhluk yang baik bagi sesamanya dan alam sekitar, mereka tidak akan pernah merusak sesuatu tanpa melestarikannya." "Kalau begitu terima kasih Aooe atas segala bantuannya." "Hmm... jangan berterima kasih sekarang. Berterima kasihlah saat aku dan Krekty lain bisa datang ke Altis pusat untuk pelantikanmu sebagai raja hahaha..." Aooe tertawa kecil sampai ada setetes air di sudut matanya. Caesar mengangguk disertai senyum. "Itu pasti, aku tidak akan melupakan keberadaan krekty di pulau Altis ini," katanya, saat semua orang sudah mengambil barangnya masing-masing. "Ngomong-ngomong mana kuda kami?" tanya Baldwin. Aooe menunjuk langsung tepat di depan pagar. "Baguslah, kukira kuda-kuda itu sudah pergi meninggalkan kami lebih dulu." Setelahnya, Aooe memeluk erat keenam pemuda itu satu persatu. "Nah kalau begitu pergilah. Hati-hati di jalan!" Mereka akhirnya meninggalkan pemukiman krekty, kuda-kuda menyusuri jalan setapak dimana Baldwin di barisan paling depan sambil memegang obor yang diambilnya di tiang pos penjagaan tadi. Mata keenam pemuda itu melihat diantara cahaya remang-remang dengan penuh semangat, seolah telah bersiap menantikan tantangan-tantangan berikutnya.   Api unggun yang membara menghangatkan mereka. Malam sebelum tertidur, kelima anak yang kemarin terdampar bersama itu, masih bertanya-tanya tentang banyak hal akhir-akhir ini. Tentang apakah pulau dan isinya ini nyata, apa yang terjadi di kerajaan Altis pusat, apakah kakek Ryu baik-baik saja, juga Aooe. Tak lupa, masa lalu mereka juga ikut terbawa dalam cerita. "Kita adalah kumpulan anak yang malang. Apa ini mimpi atau bukan, aku merasa nyaman disini ketimbang kembali berhadapan dengan kamera-kamera itu," keluh Dion, sambil meringkukkan badannya melemparkan ranting-ranting ke dalam api. "Bagaimana bisa kamu merasa tak nyaman? Harusnya kamu bersyukur, itu artinya banyak yang menyayangimu, kamu hidup dengan dipenuhi cinta dari orang yang bahkan tak kau kenali sama sekali," sindir Baldwin sedikit kesal. "Kamu tidak tahu bagaimana rasanya tidak dicintai, bahkan untuk orang yang harusnya melakukan itu kepada kita." "Setiap orang punya masalahnya sendiri Bald," sela Aime. "Pada intinya kita harus bersyukur berada di tempat ini sekarang. Petualangan ini akan menyenangkan jika kita menikmatinya. Aku sama sekali tidak harus membaca buku bertumpuk-tumpuk lagi setiap malam." "Bukankah itu hobimu?" sela Luce. "Ya, benar sekali, kalau tidak dalam paksaan. Masalahnya aku sekolah jurusan IPA. Otakku tidak bisa mencerna rumus-rumus, lebih muda dengan kata-kata. Seperti sejarah, atau hal-hal unik lainnya yang baru saja kutemui." Luce tersenyum simpul, sesaat sebelum wajahnya datar kembali, lalu berubah murung. "Aku bahkan tidak pernah membayangkan bahwa aku bisa hidup seperti sekarang. Maksudku di pulau ini, bercerita dan berbagi pengalaman dengan manusia seumuranku." Dion dan Baldwin langsung merenung. Dia merasa bersalah mempertikaikan masalah siapa yang paling menderita sedang Luce yang dalam keadaan seperti itu bahkan tidak mengeluh. "Aku ingin makan cokelat," ujar Toby membuat pembicaraan malah tidak nyambung.  Sementara itu, Caesar menyendiri dari tadi. Itulah mengapa kelima anak itu berani bercerita tentang masa lalu mereka karena Caesar tak mendengarnya. Saat ini, Caesar berada di tepi sungai sambil meratapi tentang bagaimana keluarganya diterkam beruang-beruang tepat dihadapannya, meski sejujurnya dia sangat membenci ayahnya sendiri karena sangat tegas dalam mendidik. Pernah saat Caesar berumur delapan tahun dan dia belum pandai berkuda, raja Ermolo mencambuknya dengan ranting dari pohon kayu hitam yang dibuat untuk membangun rumah. Pernah juga ayahnya dengan sengaja menceburkannya ke tengah laut di belakang istana menggunakan perahu agar Caesar bisa berenang sendiri. Kalau mengingat itu Caesar akan sangat bersyukur. Tetapi, dia berusaha berpikir dewasa bahwa ayahnya mendidiknya sebagai bagian dari rasa kasih sayang, karena raja Ermolo sejujurnya trauma terlalu memanjakan anaknya karena yang ia dapatkan adalah pemberontakan seperti yang Bofur lakukan. Aime yang melihat Caesar duduk sendiri, pergi menghampiri. "Apa kamu sudah makan?" tanyanya. Caesar tersenyum. "Aku sudah kenyang." "Kenyang? Tetap kita bahkan belum makan dari pagi tadi. Makanlah barang sepotong roti." Dengan ragu Caesar meraih roti dari tangan Aime. "Apa yang kalian ceritakan disana?" "Oh hmm... Kami membahas tentang apa yang akan kita lakukan besok." "Oh begitu ya. Baguslah, apa kamu sudah melihat rute di peta?" "Ya tentu saja. Tenanglah, besok kita akan pergi ke arah timur, hanya melewati tepi tebing yang tidak terlalu curam. Berdoa saja semoga besok tidak hujan." Caesar mengangguk. Rotinya sudah habis, sementara dia meminum air dari mata air di dekat sungai untuk menghilangkan dahaganya. "Terimakasih kalian berlima sudah mau membantuku menuju ke kerajaan tenggara. Perjalanan kita jauh, aku tidak yakin sebanyak itu bantuan yang kakek Ryu berikan untukku. Lima orang? Aku merasa sangat aman." "Oh tidak masalah, sungguh kemuliaan bagi kami membantumu." ¶¶¶¶¶ Keesokan harinya Toby terbangun karena matahari pagi yang menyorot ke matanya. Tangannya terlihat bergerak seperti mencari-cari sesuatu, jam weker tepatnya... Tetapi ia segera sadar bahwa dia tidak di rumah, karenanya dia berdiri lalu buang air kecil sembarangan di bawah pohon. Matanya masih belum terbuka sempurna sebelum melihat sesuatu yang membuatnya kaget bukan main. Melihat jurang yang menganga lebar di sebelahnya, dengan sigap Toby pergi membangunkan yang lain. "Ngg," sahut Aime, tidak ingin dibangunkan, begitupun Dion yang saat ini terlelap sambil memeluk Luce, mengiranya bantal guling. "Ayolah!" Toby kehilangan kesabaran. "BANGUUUN!!!" raungnya, membuat semuanya terlonjak seperti disetrum alat penyengat listrik. Bukan hanya itu, burung-burung yang bercengkrama di dahan pohon meninggalkan dahan beterbangan. "Ada apa sih Tob," gerutu Baldwin menggaruk-garuk kepalanya cukup keras karena kesal. Belum sempat dia memarahi Toby, matanya sudah beralih ke jurang. "Apa itu?" tanyanya terpukau. Aime berjalan mendekati jurang, berdiri tepat di bibir daratan. "Seperti mustahil kalau jurang ini tidak menjadi danau. Maksudku, kemarin kita belum mendaki gunung, hanya melewati hutan sampai sekarang yang bahkan sama tinggi dengan pantai, kalau disini ada jurang berarti--" Aime menelan ludah. "Dunia apa ini sebenarnya?" "Dunia dongeng," sela Toby yang merasa bangga karena membuat banyak orang terpukau. "Sudahlah Aime jangan memikirkannya seperti kamu memikirkan fenomena alam di dunia kita. Betul yang dikatakan Toby, mungkin ini dunia dongeng, dunia paralel, dunia mimpi atau apalah itu. Intinya, saat ini kita harus membiasakan mata kita untuk melihat hal-hal luar biasa lainnya," jawab Baldwin bijak. Dion diam membeku dari tadi, dia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata terhadap apa yang ia lihat dihadapannya. Sementara itu, Luce tidak kagum berlebihan, matanya menatap tajam ke bawah pohon atau ke pinggir sungai. "Kemana Caesar pergi?" tanyanya. Membuat semua orang sadar, Caesar ternyata tidak bersama mereka menikmati keindahan dari sebuah jurang Toby menghela napas lega. "Ah aku sampai lupa keberadaan Caesar, untung saja. Kalau dia ada dia akan curiga karena kita mengatakan dunia kita, dunia dongeng, dunia mimpi, dunia palarer, P-a-r-a-l-e-l." Baldwin meninggalkan tempatnya cepat-cepat bersama Aime dan Luce sementara Dion dan Toby berjalan di belakang. "Leluconmu tidak penting sekarang ketimbang kehilangan Caesar Tob," kata Dion membuat Toby memutar bola matanya. "Dia calon raja, pasti dia hanya sedang melakukan sesuatu dan kembali jadi tak perlu mencarinya." "Ya benar, tak perlu mencariku. Aku sudah mendengar semuanya." Semua orang berhenti di tempat, kaget dengan Caesar yang tiba-tiba keluar dari balik pohon, kalau dia seekor singa, dia sudah siap menerkam siapa saja. Dion menenggak ludah,"Oh Caesar? Kami, hmm kami, itu—“ "Sebenarnya aku sudah mulai curiga dari awal perjalanan, banyak hal aneh yang kalian lakukan yang tidak pernah dilakukan orang-orang," gumamnya membuat kelima anak dihadapannya menelan ludah. Baldwin menghela napas mencari cara agar bisa mengelak. "Mungkin kamu salah paham Caesar, kamu tinggal di istana begitu lama, jarang mengunjungi rumah-rumah penduduk. Karenanya beberapa hal ti—“ "Cukup omong kosongnya. Aku hanya ingin kalian jujur atau kalau tidak, aku lebih baik pergi sendiri saja, bisa jadi kalian membohongiku tentang kakek Ryu." "Mana mungkin kami bisa membiarkanmu per—“ Baldwin tidak melanjutkan ucapannya karena Aime menyentuh bahunya dan mengedipkan kedua mata, pertanda bahwa ini saatnya berkata jujur. "Kita berasal dari dunia yang berbeda Caesar," jawab Aime tenang. "Sebelumnya kami berlima punya masalah masing-masing, bahkan tidak saling kenal, bertemu di pantai lalu terjadi gelombang dahsyat yang menghanyutkan kami di pulau misterius ini."  Caesar terdiam, berusaha mencerna apa yang Aime katakan. "Kalau kamu merasa cerita kami terlalu berlebihan tidak masalah. Tetapi itulah faktanya," sambung Aime. "Bukan, bukan aku tidak percaya. Hanya saja mengapa kakek Ryu memilih kalian untuk membantuku?" "Jangan tanyakan kepada kami. Tanyakan kepada kakek itu, aku bahkan heran mengapa dia tahu masa lalu kami. Dia iblis? Seorang peramal," celoteh Toby. Sementara Dion menyikutnya. Seolah berkata ‘Jangan asal bicara. Jaga mulutmu, dia Caesar, seorang pangeran, muridnya kakek Ryu.’ "Iblis? Apa itu?" tanya Caesar lagi, dia tidak menjawab pertanyaan tentang kakek Ryu, malah lebih tertarik dengan iblis. "Itu semacam makhluk yang tidak terlihat, selalu menghasut manusia berbuat jahat." "Begitu ya,. Aku penasaran dengan kehidupan kalian," seru Caesar, senyum nampak di wajahnya sementara yang lain sudah berpikiran bahwa Caesar tidak percaya dan akan marah. "Ya begitulah, rasa penasaranmu seperti rasa penasaran kami yang sekarang berada di pulau ini," jawab Toby sementara yang lain tidak percaya dengan reaksi Caesar, mereka mengira Caesar tidak akan percaya dan kemudian marah. Namun begitulah dia, masih dengan ekspresinya. "Kalau begitu kita berangkat sekarang," kata Caesar memandang langit, matahari sudah bersinar dengan terangnya. "Ya betul," jawab Baldwin yang telah terbangun dari lamunannya. "Sebelum itu kita mandi dulu, kebetulan sungai dekat." Setelah itu, mereka membuka pakaian dan mandi di sungai. Di situ airnya dangkal, jernih dan berbatu-batu. Mereka lalu mengeringkan badan dalam sinar matahari yang cahayanya sudah mulai panas. Kini tubuh mereka terasa segar. Baldwin jadi tak sabar untuk menjelajah, pikirannya sudah membayangi gunung-gunung, pohon-pohon dan berharap ada hal baru yang ditemuinya lagi. "Ngomong-ngomong kenapa jurang itu tidak terisi air?" tanya Aime kepada Caesar saat mereka berkemas. "Di dunia kami kalau jurang sedalam itu setara dengan air laut maka pasti penuh terisi air," tambahnya. "Tentu saja tidak terisi air, karena para rakyat menggunakan airnya untuk kebutuhan sehari-hari, kamu tidak tahu ada banyak lubang panjang dan besar di bawah, yang terhubung ke kerajaan Altis." Mendengar jawaban Caesar, Dion jadi  tertawa terbahak-bahak. Akibatnya dia jadi iseng membuat Aime marah. "Kamu dengarkan sekarang Aime? Kamu memikirkannya terlalu jauh, karena kenapa? Karena kamu terlalu serius menjalankan hidup. Jadi santai lah," katanya lalu melanjutkan tawanya yang belum selesai. Sementara itu Aime hanya memutar bola mata. Tak lama kemudian, mereka menyeberangi sungai yang dangkal tadi dengan kuda-kuda. Setelah melewati sungai, mereka melewati jalan setapak di bawah pohon-pohon rindang dengan batang berdiri, seketika penglihatan mereka tidak secerah sebelumnya. Di perjalanan, Toby tidak fokus dengan pikirannya karena rasa lapar. Pagi tadi mereka tidak sarapan, bukan lupa, tetapi untuk menghemat perbekalan. Meski begitu Toby tidak mengeluh, hanya  diam dan berharap Chaesar atau Baldwin menghentikan perjalanan mereka untuk istirahat sejenak.     Berbeda dengan Toby, Dion sepanjang perjalanan terus bersenandung tanpa takut akan masuk angin. Di bawah terik matahari. Semakin panas dan meleleh Padang berwarna kekuningan. Tes akhir tanpa akhir Di duniaku yang hilir mudik, tak bisa tidur. Sedang dunia ini bersinar seperti keajaiban Suara gelombang tinggi, anak laki-laki terdampar Apa yang terbentang dihadapanku adalah padang berwarna kekuningan Aroma rumput kering yang segar, burung kecil paruh hijau seperti menghirup udara Ketika aku menahan napas Di atas duniaku yang pilu, ombak biru meluap Di bawah terik matahari dunia ini, di cerita panjang ini, mereka adalah aku [1] Apa kabarmu? [2] Baik, apa kamu melihat manusia? [3] Tidak, aku tidak melihatnya, mungkin mereka sudah pergi jauh jauh sekali
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN