Setelah setuju menikah dengan pria yang tak dikenal, Fre langsung memutuskan hubungan dengan Stenly, pria yang sudah memberikannya kenyamanan, pria yang sudah menikmati tubuhnya selama dua hari, pria yang membantunya ketika mendapatkan masalah.
Stenly sudah sering menghubunginya, namun Fre memilih memutuskan hubungan yang entah dimulai darimana, Fre memutuskan memblokir nomor Stenly dan memulai hidup dengan pria vegetative itu.
Lalu selesai mendaftarkan pernikahan, Fre langsung dijemput oleh seseorang yang katanya dari utusan keluarga mempelai. Fre melihat akta nikah yang kini dalam genggamannya, Fre tak menyangka bisa menikah tanpa melihat pria itu secara langsung.
Fre ditemani oleh mamanya, sementara yang mengurus dokumen dari keluarga pria itu adalah asisten pribadi keluarga Riyadi.
Fre mendesah napas halus.
“Sayang, mama minta maaf,” lirih Helena.
“Mama kok minta maaf?”
“Karena Mama tidak bisa membujuk Papa kamu.”
“Ma, hanya ini satu-satunya cara agar keluarga kita nggak kehilangan semuanya. Hanya ini juga yang dapat Fre lakukan demi mama dan papa.”
“Tapi, bagaimana sekarang? Kamu akan hidup dengan kesepian. Suami harusnya bisa menjadi sahabat, namun kamu malah akan hidup sendirian.”
“Ma, udahlah. Jangan berpikir terlalu jauh. Siapatahu saja di rumah keluarga Riyadi Fre dapat teman baru.”
“Teman baru apa? Pria itu adalah putra Tunggal keluarga Riyadi.”
“Fre malah kasihan sama suami Fre, Ma, karena suami Fre tidak dapat melihat dunia yang indah ini, tidak bisa menikmati makanan yang dia inginkan dan tidak bisa menikmati hidup seperti orang lain.”
“Fre, dengarkan Mama,” ucap Helena lalu menyentuh kedua bahu Fre. “Mama ingin kamu jangan memaksakan diri, kamu bisa pulang jika sudah tidak tahan.”
“Iya, Ma, tenang saja,” jawab Fre.
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Iya, Ma. Fre baik-baik saja.” Fre kembali menjawab.
Tak lama kemudian, sebuah mobil parkir didepan mereka, seseorang keluar dari mobil mewah tersebut dan menghampiri Fre yang kini berdiri dengan mamanya.
“Permisi, saya utusan dari keluarga Riyadi, kemari untuk menjemput Anda.”
Fre mengangguk lalu memeluk sang Mama, tatapan Fre terlihat sangat sedih, namun ia berusaha menyembunyikannya agar sang Mama tidak khawatir, ia sudah memiliki hidup yang baru, jadi ia harus menjalani semuanya sendirian, tanpa bantuan dari orang tuanya.
***
Fre tiba di sebuah rumah gedongan yang begitu besar, keamanan di rumah ini ketat sekali, ada beberapa security didepan sana yang sedang berjaga.
Seperti yang Fre dengar suaminya tinggal bersama pamannya di rumah ini, sementara orangtua suaminya sedang berpergian mengurus pekerjaan. Komunikasi dengan Ilyas melalui asisten pribadi keluarga Riyadi.
Fre tahu bahwa hanya ia dari banyaknya wanita yang mau menikah dengan pria dengan kondisi vegetatif. Tak ada siapa pun yang mau hidup dengan pria yang tak bisa diandalkan walau memiliki banyak harta.
Fre di sambut oleh salah satu asisten rumah tangga di rumah ini, ia mengenakan setelan jas kantor.
“Nona Muda, perkenalkan nama saya Ria. Saya yang bertanggung jawab atas rumah ini dan saya ketua personalia.” Ria memperkenalkan diri.
Fre mengangguk lagi.
“Oh iya. Saya akan antar Nona Muda ke kamar Tuan Muda Fendi.”
Ria berjalan didepan Fre dan mengantar Fre sampai ke kamar suaminya.
Tiba lah di sebuah kamar yang besar, Fre melihat pria tampan tengah berbaring diatas ranjang dengan alat medis disekujur tubuhnya, alat medis sebagai penunjang hidup.
Fre langsung tertegun, ternyata pria ini adalah suaminya.
“Setiap sehari tiga kali akan ada dokter pribadi dan perawat yang akan memeriksa kondisi Tuan Muda Jael.”
Fre mengangguk.
“Berikan ponsel Nona.”
“Untuk apa?”
“Berikan saja.” Wanita bernama Ria itu mengulurkan tangannya.
Fre memberikan ponselnya dan Ria mendial nomornya sendiri, Fre menautkan alisnya.
“Saya akan kirim pesan pada Nona Muda, agar jika butuh sesuatu Nona Muda bisa menghubungi saya, karena saya tinggal di pavilium belakang bersama para pekerja di rumah ini.”
Fre mengangguk lagi.
“Oh iya, malam ini Nyonya dan Tuan akan kembali dari Kanada, siapkan diri Anda untuk bertemu dengan beliau.”
“Apa? Orangtua Jael?”
“Benar. Orangtua Tuan Muda Jael, sang empunya rumah ini.”
“Baiklah,” angguk Fre. “Kalau saya boleh tahu, sebenarnya Jael sakit apa?”
“Saya tidak punya hak untuk memberitahu Anda, Nona Muda.”
“Tapi, saya ingin tahu.”
“Maaf. Itu bukan wewenang saya,” kata Ria membungkukkan badannya. “Jika butuh sesuatu jangan lupa untuk menghubungi saya. Kalau begitu saya permisi, saya akan menyuruh yang lain untuk menyiapkan makan siang untuk Anda.”
Fre hanya bisa mengangguk, ia tercengang dengan rumah besar ini dan juga tercengang pada pria yang berbaring diranjang.
Fre harus mengubur Impiannya menikah dengan Stenly, walau hubungan mereka tak jelas, Fre tak bisa lagi bertemu dengan Stenly, walau ia juga menikah dengan pria dengan kondisi ini, namun ia harus tetap menghargai Jael.
Sepeninggalan Ria, Fre lalu duduk di tepi ranjang, menatap wajah Jael dengan seksama.
“Ada apa dengan kamu? Kenapa bisa dalam kondisi seperti ini?” Fre menggelengkan kepala.
Fre kembali bangkit dari duduknya dan melihat pemandangan di dinding kaca kamar Jael. Fre lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia ingin jalan-jalan dan melihat sekitar, rumah ini cukup besar, jadi Fre ingin tahu apa saja yang ada di rumah ini.
Fre keluar dari kamar dan hendak melangkah menuju tangga, namun langkah kakinya terhenti ketika melihat pria yang kini duduk dihadapannya, pria yang terlihat gagah.
“Kamu?”
“Apa yang kau lakukan di sini?” Stenly menatap Fre.
“Saya—”
“Jangan bilang kamu istrinya Jael?”
“I-iya.”
“Apa? Jadi, kamu tidak membalas pesanku dan tidak mengangkat teleponku karena kamu menikah dengan Jael? Keponakan saya?”
“Apa? Keponakan? Maksudnya?”
“Jael adalah keponakan saya, kami tinggal hanya berdua di rumah ini.”
“Tapi—”
Fre tak bisa mengelak dan ia juga tak percaya takdir apa ini, yang membuat Fre harus bertemu pria yang sejak kemarin ia pikirkan, pria yang sudah memberikannya kenyamanan.
Fre membayangkan malam indah yang mereka habiskan, mereka melakukan hubungan itu dengan sadar bahwa mereka tak memiliki hubungan apa pun.