bc

HARGA DARAH: Kisah Raja Gelap

book_age16+
0
IKUTI
1K
BACA
revenge
dark
serious
city
like
intro-logo
Uraian

"HARGA DARAH" mengisahkan perjalanan Alex, petarung jalanan paling ditakuti Jakarta yang kini bekerja sebagai pemburu bayaran. Hidupnya berubah saat menemukan memiliki anak dari hubungannya dengan Tara, mantan kekasih yang ditinggalkannya lima tahun lalu.Di tengah kejaran musuh lama, pengkhianatan mentor, dan kebusukan dunia bawah tanah Jakarta, Alex harus melindungi keluarga yang baru ditemukannya. Melawan Rina, mantan kekasih yang kini memimpin organisasi kriminal; menghadapi Krisna, sosok ayah angkat yang ia kira pengkhianat; serta berhadapan dengan demonnya sendiri.Novel ini mengeksplorasi tema kedua kesempatan, penebusan dosa, dan arti keluarga sebenarnya. Dengan latar dunia pertarungan ilegal Jakarta yang brutal, "HARGA DARAH" membawa pembaca dalam perjalanan penuh darah, pengkhianatan, dan akhirnya, penebusan - membuktikan bahwa harga sejati dari darah yang tumpah adalah kehidupan yang harus dilanjutkan.

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1: BAYANGAN
Darah lagi. Bosen gua liatnya. Alex ngelap sudut bibirnya yang robek. Merah pekat. Dia neken lukanya, ngerasain sakitnya. Aneh. Harusnya sakit, tapi kok enak? Kaya candu yang nggak bisa dia lepas. Misi malem ini harusnya beres tanpa drama. Si Joni cuma perlu diingetin. Tapi b******k, malah nekat ngelawan. b**o banget. Warung Bu Minah masih sepi. Masih jam tiga pagi. Jakarta belum bangun, belum tidur juga. Posisi ngegantung—persis kaya hidup Alex sekarang. Nggak jelas. Di pojokan cuma ada tukang becak tua yang ngorok, botol ciu setengah kosong di sampingnya. "Kopi item, Bu," Alex lempar duit lima puluh ribu ke meja. "Muka lu kenapa lagi?" Bu Minah nyodorin sebungkus Surya sama botol Bintang. "Masih kerja sama si Krisna t*i kucing itu?" Alex cuma nyengir. Nggak perlu jawab juga Bu Minah udah tau. Lima tahun jadi langganan, muka lebam udah kaya menu tetap. Dia nyalain rokok, ngisep dalem-dalem. Asapnya nggambang di bawah lampu kuning redup. Persis Jakarta malem-malem. Suram. "Ada yang nyariin elu kemaren," Bu Minah nuang kopi panas. Asepnya ngebul. "Cewek. Dokter yang itu." Tara. Alex langsung teguk bir. Dingin. Nyegerin tenggorokan, ngilangin rasa anyir darah. "Gua nggak ada urusan lagi sama dia." "Kayaknya dia yang punya urusan sama elu." HP-nya getar. Alex cuek. Paling Krisna. Pengen tau kabar si Joni yang sekarang tepar entah di mana, rusuk ancur, idung remuk. Pesan terakhir. Jangan maen-maen sama duit taruhan bos. Langit mulai mendung. Jakarta bentar lagi nangis. Selalu gitu. Kota ini mewek tiap malem, nyuci darah yang tumpah. Tapi nggak pernah bener-bener bersih. Alex buka botol kecil dari kantongnya. Dua pil putih. Buat ngeredam nyeri di jari-jarinya yang bengkak. Dia telen kering. Udah tau ukurannya. Cukup buat ngilangin sakit, nggak cukup buat mampus. "Lu pikir sampe kapan bisa gini terus?" Bu Minah ngelap meja pake kain kumel. "Sampe mati, Bu." Alex senyum tipis. "Ato sampe mereka semua modar duluan." Bu Minah geleng-geleng. Mukanya yang penuh keriput nyimpen sejuta cerita tentang orang-orang kaya Alex. Dateng dan pergi. Kebanyakan pergi duluan. "Lu tuh kaya bayangan aja sekarang, Ram. Ngejar-ngejar orang, padahal elu sendiri udah ilang lama." HP-nya getar lagi. Kali ini Alex angkat. "Halo, tai." Suara di seberang ketawa pelan. Bukan Krisna. Suara yang lebih berat, lebih dalem. Lebih bahaya. "Mulut lu masih busuk aja ya, Rahman? Nggak ada yang berubah." Irfan. Si b******n berseragam. "Ngapain nelpon jam segini?" Alex liatin jam tangannya. 3:27 pagi. Polisi nelpon dini hari gini bukan berita bagus. "Ada kerjaan. Bayaran gede. Ketemuan jam 9 di tempat biasa." "Gua udah berhenti dari kerjaan sampingan begitu, Fan." "Bukan dari gua. Dari Krisna langsung." Alex diem. Krisna nggak pernah nawarin kerjaan lewat orang lain. Apalagi lewat polisi. "Dia sekarat, Ram. Kanker hati. Mungkin nggak nyampe sebulan lagi. Ini permintaan terakhir." Di luar, hujan mulai turun. Rintik-rintik kecil langsung berubah jadi deras kaya ditumpahkan dari ember. Khas Jakarta. Tanpa peringatan. Kayak hidup. "Tau nggak bedanya mantan petarung sama sampah, Fan?" Alex matiin rokok di asbak kaleng bekas. "Sampah masih berguna buat didaur ulang. Gua nggak." "Jam 9. Terserah lu mau dateng apa nggak." Telepon ditutup. Alex ambil botol bir keduanya. "Si Joni nggak kapok ya, Bu?" tanya Alex tanpa natap Bu Minah. "Berutang ke Krisna tapi berani kabur." "Dia punya anak yang sakit parah, Ram. Leukemia." Alex kaget. Info baru. Nggak ada di data yang dia terima. Joni kabur bawa duit taruhan buat biaya pengobatan anaknya. b******k. Dia nggak ngomong apa-apa pas dihajar tadi. "Nggak ngubah apa-apa. Dia ngambil yang bukan haknya." "Sama kayak elu dulu kan?" Bu Minah natap tajem. "Bedanya, elu sukses ngilang. Dia ketangkep." Bayangan masa lalu muncul tanpa diundang. Lima tahun lalu. Malem terakhirnya sebagai Raja Gelap—petarung paling ditakutin di arena bawah tanah Jakarta. Malem dia bawa kabur duit yang jumlahnya bikin Krisna sampe sekarang masih pengen ngebunuh dia. "Gua nggak kabur, Bu. Gua mati malem itu." "Tapi elu masih jalan-jalan kayak setan gentayangan sekarang." Bu Minah ketawa serak. "Cuma sekarang lu jadi anjing penjaga buat tuan yang dulu lu tipu." Hujan makin gede. Beberapa orang mulai masuk warung, neduh. Kuli bangunan, sopir angkot, cewek panggilan abis kerja. Muka-muka yang nggak pernah masuk poster Jakarta. Alex abisin birnya, ngecek HP, buka pesan dari nomor nggak dikenal. "Gua tau siapa lu sebenernya. Raja Gelap belum mati." Pesan pendek. Tapi cukup bikin tangan Alex gemeter. Isinya sama kayak pesan seminggu lalu, sehari sebelum Joni menghilang. Alex telen pil ketiga. Bodo amat sama dosis aman. "Pesen lagi, Ram?" Bu Minah berdiri di depannya, mukanya keliatan samar di balik asap rokok. "Nggak, Bu. Gua ada urusan." Dia bangkit, lempar duit lagi, terus jalan ke pintu. Hujan masih gede. Tapi bukan itu yang bikin dia ragu melangkah. Di ujung gang, ada sosok yang dia kenal banget. Tara. Dokter yang dulu sering jahitin badannya abis berantem. Cewe yang pernah dia khianatin. "Anjing," Alex ngumpat pelan. Narik napas dalem-dalem, dia langkahin kakinya ke tengah hujan. Jakarta masih gelap. Tapi hari udah mulai. Dan Alex tau, ini bakal jadi hari yang panjang dan berdarah. Kayak dulu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
640.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Desahan Sang Biduan

read
1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook