The Perfect Boss! - 2

1177 Kata
“Vi,” Sandra menyenggol lengan Vivi yang mejanya bersebelahan tanpa sekat.             “Pa?” tanya Vivi singkat, padat dan jelas. Dia sibuk dengan ponselnya dan membiarkan laporan bulanannya menumpuk tanpa disentuh sama sekali. Karyawan yang sangat tidak teladan.             “Vi,” Sandra kembali menyenggol lengan Vivi.             “Pa?” Vivi akhirnya menoleh dengan enggan.             “Aku tadi ketemu sama si itu—“                       “S’pa?” tanya Vivi singkat khasnya. Vivi akan bicara seperti itu kalau dia merasa terganggu.             “Bos,” Sandra memasang ekspresi takut sekaligus khawatir. Dia khawatir dipanggil CEO baru itu dan didamprat habis-habisan. Apalagi ditambah tatapan Sang Bos yang menggoda, eh, mencekam maksudnya.             “Kita semua ketemu si itu, San. Di ruang meeting tadi.” Kata Vivi suaranya kali ini jelas. Nggak disingkat-singkat aneh.             “Maksudnya, aku ketemu dia di lift.”                                    “Oh,” Vivi manggut-manggut.                                                                               “Aku ngomel soal bos baru.”             Vivi membelalak antusias. Akhirnya Sandra memilih menceritakan kejadian yang terjadi di lift.             “Oh, My God!” komentar Vivi akhirnya.             Telepon kantor berdering membuat keduanya nyaris terlonjak. Sandra mengangkat teleponnya. “Iya, Sandra di sini.” Katanya formal.             “San,” itu suara Samantha. “Bos minta kamu datang ke ruangannya sekarang.”             Mata Sandra membulat. Bos minta aku datang ke ruangannya?             “A-ada apa ya?” tanya Sandra gugup karena merasa bersalah.             “Mana aku tahu. Cepat ke sana sebelum kamu dikasih uang—eh,” Samantha heran sendiri kenapa dia malah nyambung ke uang? “Maksudnya sebelum bos yang nelepon kamu sendiri.”             “Ya, terima kasih.”             “Yap, sama-sama.” Telepon mati.             Vivi sedari tadi menatap Sandra dengan rasa ingin tahu. “Ada apa?”             Sandra menghela napas perlahan.             “Tidak ‘pa.” Sandra ikut-ikutan berkata singkat ala Vivi. ***             “Tenang, Sand. Jangan gugup. Jangan emosi. Mungkin saja Nicholas ingin mengenalku lebih dalam lagi.” Sandra menggeleng. “Ih, ini pikiran terlalu positif sekali sih!”             Sesampainya Sandra di depan pintu ruangan Bos, dia bertanya ragu pada dirinya sendiri. “Diketuk, jangan. Diketuk, jangan.”             Pintu bos terbuka dan sesosok pria kalem nan tampan dengan wajah mirip dengan Leonardo D Caprio muncul. “Sandra.” Kata pria itu.             “Eh,” Sandra kaget sekaligus bingung. “Bos ada?”             “Ada.” Jawab pria itu. “Lagi nongkrong, tuh.” Katanya.             Dahi Sandra mengernyit heran. “Nongkrong?” Emang dikira kafe nongkrong.             “Iya. Duduk-duduk santai begitu. Aku duluan ya.”             “Iya,” sahut Sandra.             Setelah pria yang mirip Jack di film Titanic itu lenyap. Sandra kembali kebingungan. “Maju...” kakinya maju selangkah. “Mundur...” kakinya mundur selangkah.             “Maju!” teriak dari dalam ruangan, Sandra tersentak.             Si Bos melangkah santai. “Masuk,” ujarnya. Melipat tangan di atas perut dengan gaya sempurna yang cantik. Eh, angkuh maksudnya.             “Masuk?” tanya Sandra cemas.             Bos mengangguk.             Beberapa saat setelah Sandra duduk dengan wajah dan posisi tegang. Ya Tuhan, hari ini dia sial banget sih! Wajah bosnya angker lagi.             “Jadi, siapa yang bersalah atas keterlambatan kamu?” tanya Bos.             “Saya sendiri, Bos.”             “Bagus!” dia tersenyum. Senyum iblis. Sumpah demi apa pun, Sandra melihat keiblisan yang tertanam di senyum bosnya yang tampan dan menawan itu. Iblis berada di dalam tubuh pria tampan. Jadi judul novel boleh juga.             “Bos menyuruh saya ke sini Cuma buat—“             “Eh, jangan salah. Saya panggil kamu untuk memberikan hukuman atas keterlambatan kamu. Hukuman ini layak untuk karyawan yang suka nyalahin orang lain padahal dia sendiri yang salah. Setiap kesalahan harus dihukum. Saya akan buat peraturan baru yang akan buat kamu tidak betah di sini.”             Sandra tercengang.             Kenapa nggak sekalian langsung dipecat saja sih? Mau disiksa dulu begitu?             Sandra mencicipi perkedel dengan saus barbeque yang sangat enak dan yummi. Perkedel ini buatan chef Ove. Dia adalah teman Sandra dari SMA yang hobi masak dari SMP. Ove adalah pria baik. Dia memiliki restoran yang menyajikan makanan buatannya yang dijamin lezat. Usianya 26 tahun. Dia memiliki mata sipit dari ibunya yang seorang mantan pramugari di Hongkong.             Ove ini tipe-tipe pria dingin, pendiam dan tidak rusuh. Semasa SMA, Ove hanya memiliki beberapa teman dan salah satunya adalah Sandra. Itu pun karena pertemuan tak sengaja saat Ove terlambat datang ke sekolah dan kebetulan Sandra juga sama. Jadi, mereka sama-sama dihukum. Disitulah awal perkenalan mereka karena mereka beda kelas.             “Enak, Sand?”             Sandra ngangguk-ngangguk. Halaman belakang adalah salah satu spot favorit Sandra di rumah Ove. Di sini banyak pohon sampai-sampai Sandra menamai pohon-pohon di rumah Ove dengan nama princess-princess disney. Semua pohon di rumah Ove berjenis kelamin perempuan—menurut Sandra. Di sini juga ada ayunan, gazebo dan rumah pohon. Ove suka menyendiri di rumah pohon kalau dia merasa stuck atau mencoba mencari ide baru untuk menciptakan menu baru untuk restonya.             “San, katanya mau cerita?” Ove melepas celemek motif floral dan duduk di sebelah Sandra.             “Emangnya aku mau cerita apa?” tanya Sandra heran.             Ove melongo tampan. Tulalitnya Sandra masih saja tetap sama. Tulalit, pelupa, suka ngomel-ngomel tidak jelas, suka ngambek, suka marah, suka makan. Persis banget karakter cewek. Lah, Sandra kan memang cewek.             “Kamu bilang katanya ada bos baru yang super duper nyebelin.” Dengan Sabar Ove mengulang perkataan Sandra sebelum Sandra terkena amnesia sesaat.             “Oh, iya.” Sandra tersenyum namun seketika dia cemberut setelah mengingat tampang bosnya yang tampan. Rasanya pengen Sandra gigit deh tuh muka!             “Jadi dia tuh bos baru di kantor. Putranya Presdir. Dia bertindak sebagai CEO. Lulusan universitas luar. Aku lupa apa namanya.” Sandra kembali menggigit perkedel.             “Terus nyebelinnya di mana?” tanya Ove penuh kesabaran. Dari SMA hanya Ove yang paling sabar menghadapi Sandra.             “Ya, dia—“             Sandra mengingat kejadian kemarin saat Bos memberikan peraturan baru di depan dirinya, Vivi, Samantha, Baim dan Joe. Entah kenapa, Bos Cuma manggil mereka tanpa Anita dan karyawan lainnya.             “Kalian itu tim saya di kantor ini.” katanya seraya menggulung lengan kemeja. Vivi membayangkan Bos membuka kancing bajunya perlahan. Sayang, lima menit berlalu Bos tidak membuka kancing kemejanya. Malah minum kopi di depan mereka. Nggak nawarin lagi, huft!             “Memangnya kita terpecah belah, Bos?” tanya Baim seraya melepas kacamatanya.             “Bukan.”                                                            “Anita tidak ada ya.” Bisik Vivi ke Sandra, Sandra ngangguk.             “Begini, lho, saya mau bikin proyek sama kalian.”             Mata Samantha langsung berbinar. Proyek identik dengan komisi.             “Ini proyek pribadi.” Jelas bos. “Jangan berharap pendapatan lebih kalau proyek ini tidak berhasil.”             “Proyek apa, Bos?” tanya Joe penasaran.             “Bulan depan saya mau membeli barang di hutan yang ada di Kalimantan.”             Semua melongo.                                                 “Lho, kenapa kalian bengong begitu?” tanya Bos melipat tangan di depan d**a.             “Barang apa?” tanya Sandra. Pikiran Sandra sudah melayang jauh. Jangan-jangan si Bos ikut ilegal logging lagi.             “Ya, rahasia. Nanti saya kasih tahu kalian setelah kita sampai di sana.”             “Maksudnya kita semua akan ke sana.” Tanya Sandra lagi penasaran.             “Ya.” Si Bos tersenyum nakal.              Setelah menyuruh semua orang bubar dan mencegah Sandra ikut bubar si Bos tersenyum merekah. “ Saya mau kasih kamu peraturan dan hukuman. Peraturan baru khusus untuk kamu adalah...” si Bos menatap Sandra dengan tatapan serigala. Sandra jadi inget sinetron Ganteng-Ganteng Serigala. “Pertama, Bos selalu benar. Kedua, kesalahan selalu ada pada karyawan, apalagi karyawannya kamu. Ketiga, Kamu harus menuruti semua keinginan saya. Kalau tidak saya akan kasih kamu surat peringatan. Hukumannya adalah kamu bekerja sebagai asisten pribadi saya selama saya belum mendapatkan barang itu.”             Gubrak!             Sandra lemas mendadak.             Sandra bergidik mengingat perkataan bosnya.             “Wah, bos nggak bisa semena-mena, Sand.” Kata Ove terbakar emosi.             “Iya, tapi aku punya salah sama si Nicholas itu-tuh.”             Dahi Ove mengernyit. “Kesalahan apa?”             Sandra kembali mengingat kejadian dirinya yang ngomel-ngomel sama seseorang di lift. Seseorang yang ternyata bos barunya. Huft! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN