bc

Kelonan Hangat Mantan Pacar Daddy

book_age18+
0
IKUTI
1K
BACA
HE
single mother
heir/heiress
sweet
mystery
genius
loser
campus
like
intro-logo
Uraian

Cinta yang penuh perjuangan karena terhalang restu orang tua. Haura dan Abrar berusaha untuk menyatukan cinta dan berjuang mendapatkan restu. Namun apakah pada akhirnya akan berhasil bersama?

dendam?

masalalu?

entalah, semuanya seakan berkonspirasi menyulitkan mereka.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab1.Positif
**** "Awsshhh, sakit, Abrar. Pelan-pelan ..." "Iya, Sayang. Kamu tahan dulu. Ini memang sedikit perih." Leona mengigit bibir bawahnya karena menahan perih yang teramat. Sementara Abrar terus memutar gerakannya agar bisa terlepas. "Awhhh, ini nanti lecet." "Kamu tahan sebentar ya, ini terlalu kecil. Makanya nggak bisa lepas. Padahal bisa masuk." "Udah, aku nggak mau lagi, sakit, Abrar." "Maafin aku ya, sayang." "Sakit ...." Terdengar isakan dari mulut Leona. Abrar membawa Leona ke dalam pelukan. Hampir satu jam mencoba melepaskan cincin yang tersemat di jari manis sang istri, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Meski sudah menggunakan sabun sekali pun tapi tetap tidak bisa. "Besok kita ke toko perhiasannya. Kita minta bantuan lepas di sana." "Tapi ini lecet." "Nggak apa-apa. Nanti aku obatin, ya." "Apa sekarang aku gendutan? Makanya cincinnya jadi kekecilan. Aku gendutan, ya?" "Memangnya kenapa kalau gendutan? Bukannya itu bagus? Artinya kamu sehat, Sayang. Kamu bahagia menikah dengan aku." "Tapi tetap aja, laki-laki bisa bosan melihat istrinya jika tubuh istrinya jelek." "Enggak, aku bukan laki-laki seperti itu. Sekarang istirahat dulu ya. Besok pagi kita ke toko perhiasan." Tidak terasa waktu terus berjalan. Kebahagiaan terus Leona rasakan setelah beberapa bulan menikah dengan Abrar. Lelaki itu betul-betul memegang ucapannya untuk mengusahakan apa pun yang bisa membahagiakan Leona termasuk memberikan cinta yang sepenuhnya untuk Leona. Menikah dengan Abrar dan memeluk agama Islam, membuat Leona semakin yakin bahwa Allah benar adanya. Dulu dia hanyalah seorang yang tidak percaya dengan keberadaan Allah. Namun setelah menikah dengan Abrar semua pikiran itupun berubah. "Kenapa belum tidur?" Leona tak menjawab "Baiklah, sepertinya aku tahu apa yang kamu mau." Leona tersenyum saat Abrar semakin mendekat. Pelukan hangat kini dia dapatkan. Tidak mengapa tangannya terasa perih. Karena pelukan dari Abrar mampu menenangkan dan membuat rasa perih di tangannya berangsur hilang. *** Sehabis solat subuh, Leona memang tidak tidur lagi karena merasa tidak enak dibagian perutnya. Sejak tadi malam dia terus merasa mual dan pusing. Bahkan dia sudah mencoba untuk meminum obat pereda nyeri lambung namun tidak ada reaksi sama sekali. Leona keluar dari kamar mandi dan mendapati Abrar yang berdiri di depan pintu. "Gimana hasilnya?" tanya Abrar penasaran. Dia curiga kalau sang istri tengah mengandung buah cinta mereka. Hingga Abrar pun memaksa agar Leona mau untuk melakukan tes kehamilan menggunakan testpack. Wajah Abrar harap cemas menunggu jawaban dari Leona. Perempuan itu pun mengangkat tangan dan meletakkan benda tipis itu di telapak tangan Abrar. Abrar menelan ludah, jantung ya berdebar kencang dengan sensasi yang tidak bisa dijelaskan. Dua bola mata Abrar melotot melihat tanda posting di benda itu. Tulisan 'pregnant' tertera jelas di benda itu. Padangan Abrar pun beralih pada Leona yang lebih dulu tersenyum menatapnya. "Kamu hamil, Dear? Your pregnant?" Anggukan samar yang Leona berikan membuat dua bola mata Abrar mengeluarkan cairan bening. Dia langsung memeluk Leona dengan erat. Berkali-kali lelaki itu mengucap rasa syukur dan menghadiahi ciuman di puncak kepala Leona. "Terimakasih, sayang. Terimakasih. Aku benar-benar bahagia." Ucap Abrar dengan air mata yang berjatuhan. Lelaki itu langsung berlutut di hadapan Leona. Menyentuh perut datar Leona dengan lembut. "Hai sayang, ini Daddy ..." Satu kecupan hangat mendarat di perut Leona. Kebahagiaan itu akan terus bertambah setelah kehadiran calon anak mereka. "Sehat-sehat di dalam sana, sayang. Jangan bikin mommy kamu, kesusahan. Tolong kerja sama yang baik dengan mommy." "Leona hanya bisa tersenyum sambil mengusap puncak kepala Abrar. Dia juga tidak menyangka akan diberikan kepercayaan secepat ini, bahkan usia pernikahan mereka baru menginjak tiga bulan. Abrar kembali berdiri. Menggendong tubuh Leona secara tiba-tiba. "Hey, apa yang kamu lakukan?" "Kamu harus istirahat, sayang." Abrar melangkah mendekati ranjang. Pelan-pelan lelaki itu meletakkan tuh Leona di atas kasur. "Masih mual?" "Lumayan." "Nanti siang, kita ke rumah sakit. Aku akan mengatur jadwal dulu secara online." Kata Abrar, dia mengambil ponsel yang ada di atas meja samping tempat tidur. Mulai menghubungi kenalannya dan meminta untuk dicarikan dokter kandungan terbaik. *** Sesuai kesepakatan tadi pagi, kini Leona dan Abrar sudah berada di rumah sakit lebih tepatnya di dalam ruangan dokter kandungan. Leona tengah berbaring di atas brankar sambil diperiksa oleh dokter. Sementara Abrar terus melihat layar monitor empat dimensi itu untuk melihat keberadaan calon bayinya. "Bayinya seperti kacang. Apa memang begitu?" tanya Abrar sedikit khawatir. "Memang, karena usia kandungan istri anda masih 4 minggu. Tapi anda tidak perlu khawatir. Keadaan janin dan ibunya sangat sehat." "Sayang, itu bayi kita." Ucap Leona dengan mata berbinar. Abrar menganggukkan kepala sembari menggenggam tangan sang istri. Melihat calon anaknya yang ada di layar monitor itu membuat pikiran Abrar seperti berteleportasi ke masa depan. Dian dan Leona pasti akan sangat bahagia membesarkan dan menyaksikan anak-anak kelak. "Aku tidak sabar menunggu dia lahir. Aku pastikan dia akan menjadi anak yang paling bahagia di dunia." Leona menganggukkan kepala dan yakin bahwa Abrar pasti bisa memberikan cinta yang begitu besar untuk anaknya. Setelah melakukan pemeriksaan kandungan. Abrar pun mengajak Leona untuk singgah ke rumah orang tuanya. Amara dan Barack pasti ikut bahagia ketika tahu bahwa mereka akan segera memiliki cucu. "Sayang, are you okey?" tanya Abrar ketika melihat Leona yang sejak tadi diam sambil menutup hidungnya. "Tiba-tiba aku nggak suka sama pewangi mobilnya. Bikin aku pusing dan mual." Kening Abrar berkerut bingung. Padahal pewangi ini sangat Leona sukai sebelumnya. Beberapa saat kemudian Abrar bisa menyadari bahwa kemungkinan besar itu adalah bawaan dari bayi yang sedang di kandung oleh Leona. Pelan-pelan Abrar menepikan mobil di pinggir jalan. Mengambil pewangi dan membawanya ke luar dari mobil. Leona hanya bisa melihat bagaimana Abrar membuang pewangi itu ke tempat sampah. Tak lama, sang suami kembali masuk ke dalam. "Kenapa dibuang?" "Kamu nggak suka sama baunya, sayang. Aku tahu itu pasti sangat menyiksa. Seharusnya kamu bilang sejak awal, agar tidak terlalu lama menahan bau yang tidak kamu sukai." "Sayang kalau dibuang. Aku masih bisa tahan, kok." "Aku lebih sayang sama kamu. Jadi kenyamanan kamu dan calon anak kita, adalah prioritas utamaku. Pewangi itu bisa aku beli kapan saja." Leona tersenyum tipis. Sebelum dia hamil, Abrar sudah sangat baik padanya. Sekarang saat dirinya hamil kebaikan Abrar padanya semakin bertambah. Leona tidak ingin kehilangan Abrar. Mungkin di dalam hatinya masih tersimpan nama perempuan yang ada di masalalu. Namun Leona tidak akan mempermasalahkan itu semua. Karena pada kenyatannya, dialah yang sekarang Abrar cintai. Leona juga berharap semoga di luar sana perempuan di masalalu Abrar juga menemukan kebahagiaannya seperti dirinya. "Makasih, ya." "Makasih untuk?" "Segalanya. Kebaikan kamu dan rasa cinta kamu." "Tidak perlu berterimakasih. Karena itu adalah kewajiban yang harus aku lakukan. Sekarang kamu harus menjaga kesehatan kamu lebih baik lagi. Ingat di sini ada calon anak kita. Kuah cinta kita." Tangan Abrar mengusap perut Leona dengan lembut. Perempuan itu kembali tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, aku akan menjaganya untuk kamu." "Yaudah, sekarang kita lanjutkan lagi perjalanan kita." "Iya." Abrar kembali menyalakan mesin mobil dan mengendarai kembali mobilnya. Setelah perjalanan kurang lebih dua puluh menit, Abrar dan Leona pun sampai di rumah Barack dan Amara. Kedatangan keduanya dibambut hangat oleh Amara dan Barack. "Tumben kalian tiba-tiba dateng ke sini nggak bilang?" tanya Amara sambil memeluk menantunya itu. "Yang dipeluk cuma Leona, ya?" tanya Abrar dengan nada guyon. "Sama istri sendiri kok cemburuan." "Hahah aku juga kangen sama Mommy." Dengan manja, Abrar memeluk sang ibu. Amara hanya bisa menepuk lengan kokoh putranya itu. "Di mana Aryan? Tumben tidak menampakkan diri?" "Adikmu itu sedang berkencan dengan pacarnya." Jawaban sang Daddy membuat Abrar terkejut. "Ternyata dia bisa mencari pacar juga?" "Kamu pikir adik kamu apa, Abrar. Pasti bisa lah. Dianjuga sudah dewasa." "Hahah betul juga."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.2K
bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Desahan Sang Biduan

read
54.0K
bc

Silakan Menikah Lagi, Mas!

read
13.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook