Part 5

1714 Kata
Setelah diantar pulang oleh Vita, Fitri langsung memasuki kamarnya untuk berganti pakaian dan membersihkan diri. Mengobrol bersama Vita, sahabat yang sudah seperti saudara baginya, membuat Fitri seakan lupa waktu. Ia tak menyangka waktu hampir tujuh jam terasa begitu sangat cepat ketika ia bersama sahabatnya itu. Ya, Fitri dan Vita menghabiskan waktu mereka selama hampir tujuh jam hanya dengan duduk, makan, minum dan mengobrol di satu tempat, yaitu cafe klasik favorit mereka berdua sejak SMA. Tak butuh tempat mewah, tak harus pergi shopping, membeli banyak pakaian dan segala aksesorisnya di mall, tak perlu berlama-lama di spa atau salon untuk mempercantik diri, juga tak harus pergi ke tempat ramai, menghabiskan banyak uang. Cukup quality time di cafe atau tempat makan biasa, saling bertukar cerita dan saling melepas rindu itu sudah sangat cukup bagi mereka berdua. Karena yang terpenting bagi mereka yang saling merindu adalah pertemuan yang penuh makna. Fakta bahwa sang Ibu dan sang Bapak yang masih berjualan di pasar, karena sedari Fitri pulang ia tak menjumpai kedua orang tuanya membuat Fitri yang sudah selesai membersihkan diri dan membereskan rumahnya, berinisiatif untuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Fitri tak ingin dan tak tega, membuat sang Ibu yang sudah lelah bekerja di pasar sedari pagi hingga sore, harus menghabiskan waktu istirahatnya di dapur, menyiapkan menu makan malam untuk mereka. Ia tak tega menambah rasa lelah Ibunya. Bagi Fitri, selama ia masih bisa dan mampu untuk membantu meringankan beban keluarganya, ia akan berusaha untuk melakukannya. Apa pun itu. Saat sampai di dapur, Fitri melangkahkan kakinya untuk melihat-lihat bahan makanan apa saja yang tersedia di sana. Ternyata tak banyak bahan makanan yang tersedia. Hanya satu bungkus tahu putih, dan dua butir telur ayam. Fitri berpikir keras apa yang akan ia buat dengan dua bahan dasar itu, untuk menjadi menu makan malam yang bisa cukup untuk dinikmati oleh lima orang. Satu buah ide muncul, ketika ia telah berjalan mondar mandir ke kanan dan ke kiri sebanyak tujuh kali. Seperti jemaah haji yang sedang melaksanakan thawaf dari bukit sofa menuju bukit marwah sebanyak tujuh kali. Ia memutuskan untuk membuat omelet tofu spesial. Pertama-tama, Fitri memotong tahunya kecil-kecil, lebih besar sedikit dari ukuran dadu monopoli, kemudian ia mengocok dua butir telur ayam yang sudah ia keluarkan dari cangkangnya hingga mengembang. Karena keterbatasan bahan makanan yang ada, yang sepertinya tidak akan cukup untuk porsi lima orang, Fitri berinisiatif untuk menambahkan beberapa sendok tepung terigu ke dalam kocokan telurnya, agar hasil akhirnya menjadi lebih tebal dan padat. Setelah adonan telur dan tepung sudah tercampur rata, Fitri memasukkan potongan kecil tahu putih tadi ke dalam adonan, kemudian kembali mengaduknya, setelah ia menambahkan garam dan penyedap rasa ke dalam adonan. Setelah semua bahan tadi siap, Fitri menyalakan kompornya, kemudian memasukkan adonan yang sudah siap tadi ke wajan, ketika minyaknya sudah mulai panas. Dan tak lebih dari sepuluh menit, omelet tofu spesial ala chef Fitri pun jadi dan siap untuk dihidangkan. Ketukan di pintu serta suara salam terdengar, ketika Fitri baru saja menyelesaikan masakannya. "Wah, sepertinya enak sekali masakan buatan kamu, Nak. Wanginya harum, dan terlihat sangat menggiurkan," puji sang Ibu ketika Fitri menaruh masakannya di meja makan. Ternyata orang yang tadi mengetuk pintu dan mengucapkan salam itu adalah Ibu dan Bapaknya. "Iya, harum dan sangat menggiurkan. Bapak jadi tak sabar ingin segera mencicipinya." Kini giliran sang Bapak yang memuji hasil masakannya, sambil tersenyum hangat ke arah Fitri. "Hehe, Bapak dan Ibu bisa saja. Ya sudah, sekarang Bapak dan Ibu lebih baik langsung membersihkan diri saja, kemudian kembali ke sini, kita makan malam sama-sama." "Baik, Nak. Oh ya, Dion dan Ayu kemana? Tumben belum pada muncul, biasanya jam segini udah pada duduk rapi di meja makan." "Dion dan Ayu sedang belajar di kamar, Bu. Besok mereka sudah mulai PTS, pekan tengah semester. Jadi sepertinya mereka berdua sedang serius-seriusnya bergulat dengan buku-bukunya di kamar. Nanti Fitri susul ke kamarnya deh, biasanya kalau udah asyik sama buku mereka berdua suka lupa waktu." "Ya sudah, kalau begitu Ibu dan Bapak ke kamar dulu ya. Terima kasih, Nak. Kamu memang anak yang baik dan pengertian. Terima kasih sudah menyiapkan makan malam untuk kami." Sang Ibu mengusap puncap kepala Fitri dengan lembut setelah mengatakan itu, disertai dengan tatapan hangat dan senyuman yang sangat Fitri sukai dari sang Ibu. "tidak usah berterima kasih, Bu. Memang sudah kewajiban Fitri untuk membantu Ibu." Meja makan yang semula kosong itu kini terisi penuh. Sang Ibu dan sang Bapak sudah duduk rapi di tempatnya, setelah selesai membersihkan diri. Dion juga Ayu juga sudah duduk rapi di tempatnya, setelah Fitri susul ke kamar mereka. Benar, ternyata kedua adiknya itu sangat fokus belajar di dalam kamarnya, sampai-sampai suara Fitri ketika memanggil mereka di depan kamarnya masing-masing, mereka hiraukan saking asyiknya berduaan dengan buku. Untung saja Fitri memiliki banyak stok kesabaran, sehingga ia tetap sabar memanggil adik-adiknya di depan pintu, sambil mengetuk-ngetuk pintunya berkali-kali. Untung tidak sampai ia dobrak pintunya sampai rusak, kan? Hehe. Setelah mencuci semua piring dan gelas kotor, Fitri pamit kepada Ibu dan Bapaknya untuk menuju kamar. Dion dan Ayu? Jelas mereka sudah berada di kamarnya sejak tadi. Mereka berdua tak mungkin rela meninggalkan buku-buku kesayangan mereka terlalu lama mereka tinggal. Ketika sampai di dalam kamar, dan telah mendudukkan dirinya di ranjang, sebuah ingatan muncul di benaknya. Ingatan akan percakapannya dengan Vita siang tadi. "Iya, Fit. Kamu benar. Ngomong-ngomong, kamu masih bercita-cita ingin menjadi artis, Fit?" tanya Vita, setelah meminum beberapa teguk vanilla latte-nya. "Seperti yang kamu tau, aku dari kecil udah pengen banget jadi artis, Vit, jadi cita-cita itu tentunya masih ada sampai sekarang. Ya, meskipun sekarang-sekarang ini udah nggak terlalu berharap banget. Kalau kamu masih mau jadi pramugari, Vit?" "Wah, aku salut banget sih Fit, sama kamu. Bisa konsisten gitu cita-citanya. Aku aja berubah-ubah terus lho dari SD. Waktu SD aku bercita-cita ingin jadi guru, SMP aku bercita-cita ingin jadi dokter, terus SMA, aku bercita-cita ingin jadi pramugari, hahaha. Kayaknya ujung-ujungnya juga ganti lagi deh, Fit. Udah nggak mungkin kayaknya kalau aku jadi pramugari. Lha sekarang aku kuliah ngambil jurusan manajemen bisnis, wkwk," ucap Vita yang diselingi dengan tawa renyahnya. Fitri pun tertular, karena ia pun kini tertawa juga mendengar penuturan Vita. "Oh iya, Fit. Soal cita-cita kamu ingin jadi artis, kenapa kamu nggak ikutan casting aja? Siapa tau itu bisa jadi jalan kamu untuk bisa jadi artis." "Casting? Kalau aku ikut casting aku bisa jadi artis, Vit? Tapi aku nggak ngerti harus gimana - gimananya." "Nggak juga sih, Fit. Tapi setidaknya membuka kemungkinan kamu buat bisa jadi artis. Coba deh kamu cari-cari informasi soal lowongan casting di sosial media, siapa tau ada yang menarik buat kamu." "Gitu ya, oke deh kalau begitu. Nanti sepulang dari sini aku bakal searching-searching soal lowongan casting di sosial media. Semoga aja ada yang menarik, dan bisa jadi jalan aku untuk mewujudkan cita-cita aku selama ini, yaitu menjadi seorang artis. Aamiin." Vita yang mendengar harapan Fitri pun, ikut mengaminkan harapan dan doa Fitri "Aamin." Mengingat obrolannya dengan Vita, membuat Fitri yang jarang sekali menggunakan gadget-nya, kecuali hanya untuk hal-hal yang menurutnya penting, kini tergoda untuk menjelajahi sosial media. Ia penasaran dengan ide yang Vita bagi untuknya. Mencari info lowongan casting di sosial media. Keterbatasan kuota internet, membuat Fitri tak ingin membuang-buang waktunya lebih lama untuk men-stalking artis-artis, selebgram, bahkan sang laki-laki idaman, laki-laki yang telah mengenalkannya akan cinta. Ia hanya fokus pada tujuannya untuk mencari-cari tentang informasi lowongan casting yang menurutnya sesuai dan cocok untuknya. Fitri terus menggulirkan layar ponselnya, hingga tak terasa kegiatannya itu sudah berlangsung selama tiga puluh menit. Fitri pun hampir menyerah karena informasi yang selalu ia temukan di laman sosial media kurang menarik dan cocok untuknya, seperti mereka mencari talent yang mau berpenampilan seksi untuk menjadi model majalah dewasa, mencari talent yang sudah memiliki banyak jam terbang di dunia entertainment dan dunia modeling, dan beberapa kriteria lainnya juga persyaratan-persyaratan yang tidak bisa Fitri penuhi, hingga satu postingan yang baru saja diunggah beberapa detik lalu, dari salah satu agen management terkenal, membuat Fitri mengembangkan senyuman manisnya tanpa sadar. Akhirnya ia menemukan informasi pendaftaran casting yang sesuai dan menarik untuknya, tertulis di sana. Di buka pendaftaran casting untuk menjadi pemain tambahan, untuk sinetron terbaru yang akan mulai tayang di layar kaca pada bulan September nanti. *Untuk berperan sebagai gadis dan laki-laki desa. Dengan persyaratan sebagai berikut : - Laki-laki atau perempuan berusia 20 tahun ke atas - Bisa acting sesuai karakter tokoh yang ditentukan - Sehat jasmani dan rohani - memiliki kemampuan berbahasa sunda berikut logatnya, sesuai dengan peran yang dibutuhkan * -mengirimkan video berdurasi lima menit, ber-acting layaknya laki-laki atau gadis desa. -mengisi formulir pendaftaran secara online melalui link berikut : h***://formuliropencastingbintangmanagement12jsijj// atau secara offline dengan datang langsung ke kantor kami yang berlokasi di jln Markisa no 123 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Bagi yang berminat, silakan mengirimkan berkas sesuai dengan persyaratan di atas, berikut foto berukuran 3 x 4, juga videonya ke alamat email : bintangmanagement@gmail.com Bagi yang lolos seleksi berkas akan kami email, dan diharapkan untuk datang langsung ke kantor kami pada waktu yang ditentukan untuk melakukan casting. Berkas dikirim paling lambat hari Jum'at tanggal 15 Juli, karena awal bulan Agustus, proses syuting akan dimulai. Setelah membaca informasi tersebut secara detail, Fitri kembali tersenyum senang. Ia seperti menemukan sebuah teko ajaib yang dapat mewujudkan cita-citanya. Seperti menemukan sebuah kunci untuk membuka pintu kesuksesannya. Seperti menemukan sebuah tangga untuk membantunya menggapai mimpi-mimpinya. Fitri harap, semoga dengan mendaftarkan dirinya untuk mengikuti casting, bisa membuka jalannya untuk menjadi seorang artis terkenal. Cita-cita yang sangat ingin Fitri gapai sedari dulu. Waktu penutupan pendaftaran yang hanya sebentar, tak sampai satu minggu. Membuat Fitri berencana untuk mulai melengkapi semua persyaratannya besok pagi. Tak lupa ia pun berencana untuk memberitahu Bapak, Ibu, dan kedua adiknya, sekaligus meminta izin untuk mendaftar casting. Berharap, semoga mereka semua menyetujui dan mendukungnya untuk menggapai cita-cita. Hari yang sudah mendekati tengah malam membuat Fitri yang sudah satu jam lebih memainkan gadget-nya, mematikan data selulernya, kemudian menaruh gadget-nya di atas nakas. Bersiap-siap untuk tidur, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Karena esok hari ia akan sangat sibuk, tidur dengan nyenyak akan membuat tenaganya kembali fit. Ah, mengingat kesibukan yang akan ia jalani esok hari, membuatnya tak sabar dan sangat antusias untuk segera berjumpa dengan sang mentari pagi. Besok pagi, selain Fitri akan melengkapi semua persyaratan casting yang dibutuhkan, ia juga berencana untuk memberitahu keluarganya. Akankah Ibu dan Bapaknya setuju dan mengizinkannya untuk mengikuti pendaftaran casting? Atau malah menolak dan melarangnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN