Panggilan Untuknya 'Eomma?'

1067 Kata
Wanita itu mengambil menu yang di berikan padanya dan membuka lembaran demi lembaran menu, sedangkan Seojin yang berdiri di hadapannya sempat menoleh menatap pada Jeonsu yang kembali menghitung pemasukan, menyeimbangkan apa yang tercatat dengan berapa yang tersedia. Seojin pun membuang nafasnya dengan berat kemudian kembali menatap pada wanita paruh baya itu yang kini sudah menatap padanya, membuat dirinya sedikit terkejut. “Kamjagi! Ah… Joesonghamnida, Ajumma! (Astaga, maafkan saya bibi!)” Seojin yang sempat berteriak itu pun segera meminta maaf pada wanita paruh baya itu. Jeonsu yang mendengar teriakan tadi segera menoleh menatap pada Seojin yang kini membungkuk meminta maaf pada pelanggan pertama mereka di hari itu, melihat hal tersebut Jeonsu mendecik sambil tetap melihati apa yang terjadi, jika hal itu tidak bisa Seojin tangani barulah ia akan turun tangan. “Ania… Tidak apa-apa nak! Aku ingin memesan air hangat dan Tteok Guk.” Wanita itu berkata dan memesan masih dengan sebuah senyuman di wajahnya, membuat Seojin merasa tidak enak karena telah berteriak saat melihat wajahnya tadi. Seojin pun mengangguk dan kembali membungkuk pada wanita itu sebelum akhirnya ia berjalan ke arah dapur, melewari Jeonsu yang melihatinya dengan penasaran. *Tteok Guk adalah sup khas korea selatan yang terbuat dari kue beras yang di masak bersama dengan daging atau telur, kuah dari sup ini berwarna putih. Sup ini sering di makan sebagai cemilan atau makanan. Jeonsu pun melirik pada wanita itu dan memberikan sebuah senyuman sebelum ia menyusul Seojin masuk ke dalam dapur. “Apa yang kau lakukan?” Tanya Jeonsu begitu dirinya masuk ke dapur dan menatap Seojin yang kini mempersiapkan beberapa bahan makanan. “Molla, aku hanya terkejut ketika melihat wajahnya yang tiba-tiba menatap ke arah ku hyung, Aish! Mianhae!” Seojin menjelaskan seraya tetap mempersiapkan bahan-bahan makanan yang akan ia masak. “Ah oke! Apa yang dia pesan?” Tanya Jeonsu yang segera membantu Seojin menyiapkan bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk memasak. “Tteok Guk!” Jawab Seonjin, Jeonsu pun mengangguk dan segera mengeluarkan kue beras dari dalam kulkas kemudian menaruhnya di atas meja dan meyiapkan panci serta air untuk merebusnya. “Hyung, pergilah ke depan. Aku bisa melakukan ini sendiri!” Ungkap Seojin pada Jeonsu, lelaki itu pun mengangguk dan pergi ke luar dari dapur untuk berjaga di kasir sehingga jika ada pelanggan baru datang, ia bisa langsung melayani mereka. Lima belas menit berlalu, dan tidak ada pelanggan baru pun yang datang ke dalam cafe pagi itu, Jeonsu tetap menghitung seraya sesekali melihat pada wanita paruh baya yang terlihat melihati sebuah buku yang ia keluarkan dari dalam tasnya beberapa waktu yang lalu. Merasa bahwa Seojin terlalu lama mempersiapkan menu dari wanita paruh baya itu, Jeonsu hendak mengeceknya kembali ke dapur. Tetapi saat yang bersamaan Seojin keluar dari dapur dengan nampan di tanngannya. Mereka berdua pun hampir saling bertabrakan jika saja Seojin dan Jeonsu tidak menghentikan langkah mereka. “Ouuhh!” Keduanya berteriak terkejut ketika hampir bertabrakan. “Apa yang kau lakukan?!” Tanya Jeonsu, Seojin hanya mengangkat kedua alisnya dan menunjukkan nampan itu pada sang pemilik cafe. “Mengantarkan pesanan, memangnya apa lagi?” Tanya Seojin kemudian berjalan melewati Jeonsu, menghampiri wanita paruh baya yang memesan menu tersebut. Jeonsu pun kembali ketempatnya dan duduk di kursi yang tersedia di meja kasir seraya melihat handphonenya yang berdering karena pesan masuk. Seojin menaruh menu tersebut ke atas meja dan menyiapkannya di hadapan sang wanita paruh baya. “Silahkan Ajumma.” Ucapnya kemudian hendak beranjak meninggalkan sang Pelanggan yang akan menyantap makanannya. “Tunggu!” Panggilan wanita tersebut membuat langkah Seojin terhenti, kemudian ia kembali berbalik untuk menatap sang wanita paruh baya yang menatapnya dengan serius itu. “Ada apa Ajumma?” Tanyanya, mungkin saja sang pelanggan memerlukan sesuatu atau ingin memesan menu yang lainnya. “Duduklah di sini nak, temani aku memakan makanan ini!” Ucapan tersebut membuat Seojin mengerenyitkan dahinya, kebingungan. Ia pun melirik ke arah Jeonsu yang ternyata sibuk dengan handphone miliknya, kemudian ia kembali menatap pada wanita paruh baya yang terdiam menunggunya itu. Seojin pun menghembuskan nafasnya dengan pelan sebelum akhirnya menarik kursi di hadapan sang wanita paruh baya dan duduk di sana. Wanita tua itu tersenyum dan menutup buku yang ia bawa, menaruhnya ke atas meja sehingga Seojin bisa melihat buku yang ternyata adalah album foto itu. Dari sanalah Seojin mengerti mengapa sang wanita paruh baya itu ingin dirinya di temani makan di meja tersebut, ‘Mungkin karena ia merindukan keluarganya!’ Tebak Seojin. Wanita itu mencicipi masakan yang di buat oleh Seojin barusan, kemudian ia tersenyum kembali dan mendongak menatap pada Seojin yang melihatinya. “Kau yang memasak ini?” Tanyanya pada Seojin. Seojin yang memang tidak bisa mengelak pun menganggukkan kepalanya dengan pelan, “Apa rasanya tidak enak, Ajumma?” Tanya Seojin dengan pelan-pelan karena ia takut bahwa makanannya tidak di sukai oleh para pelanggan di cafe meski belum pernah ada yang komplain pada mereka perihal makanannya. Wanita tua itu menggelengkan kepalanya, “Ini sangat enak, kau benar-benar pintar dalam memasak dan menakar semua bumbunya!” Jawaban yang terdengar oleh Seojin itu mampu membuatnya merasa tinggi dan tersenyum puas karena akhirnya seluruh orang menyukai masakannya. “Eomma!” Seojin yang sedang tersenyum pun segera menatap pada wanita paruh baya itu ketika ia mendengar sebuah ucapan yang wanita paruh baya itu katakan padanya. “Huh?” Tanya Seojin yang tidak begitu mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh wanita paruh baya di hadapannya tersebut. Wanita itu tersenyum dengan lebar dan kembali mengulang ucapannya, “Eomma… Jangan panggil aku Ajumma, tapi panggil saja aku Eomma!” Ujarnya pada Seojin yang terdiam dengan kedua mata yang melebar saat mendengar permintaan wanita paruh baya itu untuk memanggilnya dengan panggilan ibu dari pada memanggilnya dengan panggilan bibi. “Eo… Eomma?” Seojin bertanya dengan terbata-bata karena tidak percaya dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh wanita itu. Ada perasaan rindu ketika ia mengucapkan nama panggilan itu, yang hampir tidak ia sebutkan selama tiga tahun. Wanita paruh baya itu mengangguk di hadapan Seojin seraya kembali memakan Tteok Guk yang ada di mangkuk di hadapannya, ia tidak menyadari bahwa saat ini Seojin sedang menahan tangisnya. “Aku memiliki anak seumuran denganmu di Seoul, dia bersekolah di sana dan aku sudah lama tidak bertemu dengannya.” Wanita paruh baya itu bercerita begitu saja mengenai anaknya kepada Seojin yang masih terdiam dalam pemikirannya, Seojin sempat melihat bagaimana mata sang wanita paruh baya yang menampakkan begitu banyak kesedihan serta kesepian dalam hidupnya.  To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN