Dia adalah 'Eommonim'

1145 Kata
“Aku memiliki anak seumuran denganmu di Seoul, dia bersekolah di sana dan aku sudah lama tidak bertemu dengannya.” Wanita paruh baya itu bercerita begitu saja mengenai anaknya kepada Seojin yang masih terdiam dalam pemikirannya, Seojin sempat melihat bagaimana mata sang wanita paruh baya yang menampakkan begitu banyak kesedihan serta kesepian dalam hidupnya. Seojin pun dapat merasakan hal itu, “Jadi tidak apa-apa kan, jika kamu memanggilku Eomma?” Tanya wanita paruh baya itu kembali, dan menatap pasa Seojin yang kini tersadar dari lamunannya. “A-ah… Iya, Eommonim.” Jawab Seojin yang langsung memanggilnya dengan sebutan Ibu itu seraya tersenyum. Wanita paruh baya tersebut tersenyum dan kembali memakan makanannya, Seojin dapat melihat kesedihan dari mata wanita paruh bawa di hadapannya itu berkurang ketika ia memanggilnya dengan sebutan tersebut. Tidak ada salahnya ia memanggil wanita itu dengan sebutan ibu kan? Ia hanya ingin membantunya agar tidak merasa sedih seperti apa yang ia rasakan. *Eomma adalah panggilan untuk seorang ibu, sedangkan Eommonim adalah panggilan untuk seorang ibu secara lebih formal, biasanya di lakukan oleh menantu kepada mertua. “Ireumi mwoyeyo? (Siapa namamu?)” Seojin membulatkan matanya saat wanita itu menanyakan namanya. Seojin pun segera menunjuk sebuah name tag yang ada di apron dapur yang ia gunakan, seraya tersenyum lebar pada sang Eommonim. “Ahh… Lee Seojin! Nama yang bagus!” Ucapnya tersenyum dan kemudian kembali memasukan sesendok Tteok Guk ke dalam mulutnya. Seojin hanya tersenyum memperhatikan wanita itu, dan kembali berdiri saat seorang pelanggan lainnya datang ke dalam retoran mereka. “Ah, permisi Ajum… Eommonim! Aku harus kembali bekerja!” Izin Seojin pada wanita itu, dan sempat meralat panggilannya pada wanita paruh baya tersebut. Sang wanita mengangguk dan mempersilahkan Seojin untuk kembali bekerja melayani para pelanggan retoran itu. Dari meja kasir, Jeonsu yang sebenarnya melihati bagaimana wanita tua itu meminta Seojin duduk dan berbincang bersamanya pun hanya mengangguk-angguk dan tidak mempermasalahkan hal tersebut selagi Seojin masih melaksanakan tugasnya melayani pelanggan.   Saat Seojin tengah sibuk memasak pesanan dari para pelanggan lain, wanita paruh baya itu telah selesai dengan makanannya. Kemudian ia berdiri dan menghampiri kasir, sebenarnya ia hanya tinggal meminta bill tagihan tetapi ia memilih untuk menghampiri kasir. Jeonsu pun sempat kebingungan melihat wanita itu berjalan mendekatinya, tetapi kemudian ia segera bersikap senormal mungkin pada wanita itu. “Berapa semuanya?” Tanya wanita itu seraya memberikans senyuman pada Jeonsu, Jeonsu pun segera melihat tagihan bill milik wanita tua tersebut. “3500 won.” Jawab Jeonsu pada wanita itu. Sang wanita paruh baya itu terlihat mengeluarkan dompet nya dan mengeluarkan uang pecahan lima ribu won. Ia kemudian memberikan selembar uang lima ribu won itu pada Jeonsu, dan saat Jeonsu ingin memberikan kembaliannya, wanita tua itu telah berjalan meninggalkan kasir. “Ah, Ajumma! Ini kembaliannya!” Jeonsu pun berlari untuk memberikan uang kembalian itu pada sang wanita paruh baya. Tetapi kemudian jawaban yang di berikan oleh wanita tersebut cukup membuat Jeonsu terkejut, “Berikan saja kembalian ini pada Seojin, katakan aku pulang padanya!” Ucap wanita paruh baya tersebut dan kemudian pergi meninggalkan retoran milik Jeonsu. Jeonsu kembali berjalan ke arah kasih ya dengan sebelah alis yang terangkat, ia kembali duduk di atas kursi dan menatap pada Seojin yang baru saja keluar dari dapur dan mengantarkan pesanan pada para pelanggan yang telah menunggu. Kemudian ia segera menyuruh pada Seojin untuk menghampirinya ketika lelaki itu telah selesai menaruh pesanan tersebut. “Ada apa Hyung?” Tanya Seojin yang telah menghampirinya dan berdiri di balik meja kasir, membelakangi para pelanggan yang sekarang fokus pada makanan mereka. Jeonsu sempat melirik ke arah pintu keluar, membuat Seojin ikut menoleh untuk melihat, namun tidak ada siapapun di sana sehingga ia kembali menatap pada Jeonsu. “Ada apa Hyung?” Tanyanya lagi. Jeonsu kemudian melemaskan bahunya yang sempat tegang, kemudian mengeluarkan sebanyak seribu lima ratus won dan menaruhnya ke atas meja. Seojin yang tidak mengerti dengan apa yang sedang di lakukan oleh sang pemilik retoran pun menaikan sebelah alisnya dan bertanya, “Apa ini?” tanyanya pada Jeonsu. “Uang jajanmu!” Jawab Jeonsu dengan santai dan menatap pada Seojin yang semakin kebingungan. “Hah? Hyung, jika kau ingin bercanda denganku seharusnya kau mengeluarkan seratus ribu won, bukan seribu lima ratu!” Sahut Seojin yang mengira bahwa saat ini Jeonsu sedang mengajaknya bercanda. Jeonsu tersenyum dengan senyuman yang lebar kemudian memberikan sebuah jitakan di kepala Seojin sehingga lelaki itu meringis mengusap kepalanya yang sakit. “Hyung!!” Protesnya yang kesakitan. Jeonsu mendecak kesal, kemudian menjelaskan pada Seojin bahwa saat ini ia tidak sedang bercanda. “Aku tidak bercanda, Seojin-a! Wanita tua tadi yang menyuruhku untuk memberikan uang ini padamu, dan mengatakan bahwa dia telah pulang!” Jawab Jeonsu. Dan saat mendengar penjelasan itu, Seojin pun segera menoleh pada meja di mana tempat wanita itu duduk sebelumnya. Ia baru menyadari bahwa tidak ada siapapun di sana, selain mangkuk dan gelas yang kosong. Sebuah senyuman tipis terukir di wajah Seojin, dan Jeonsu dapat melihat itu. “Ada apa? Apakah dia menggodamu, Seojin-a?” Tanya Jeonsu yang berpikir bahwa wanita paruh baya itu adalah seorang wanita centil yang membutuhkan lelaki muda untuk menemani mereka. Seojin yang mendengar pertanyaan itu pun mendecis tidak percaya atas apa yang ia dengar dan menatap pada Jeonsu dengan tajam, “Hyung!” tegurnya, Jeonsu mengangkat kedua bahunya. “Aku kan hanya bertanya! Mengapa ia mengajakmu duduk bersama?” Tanya Jeonsu pada Seojin. Seojin tahu bahwa sekarang hyung nya itu sedang bercanda, karena Jeonsu sendiri bukan tipe orang yang akan menilai orang lain secara negatif terlebih dahulu.   “Bukan urusanmu!” Ucap Seojin yang kesal, kemudian ia mengambil seluruh uang yang ada di atas meja itu, memasukannya ke dalam saku dan kembali berjalan ke arah dapur, meninggalkan Jeonsu yang terkekeh pelan. “Ya! Ya! Seojin-a! Jawab aku, siapa sebenarnya dia?” Tanya Jeonsu yang tidak menyerah menanyakan siapa wanita paruh baya itu, saat ia hendak masuk ke dapur untuk menyusul Seojin, tiba-tiba handphone nya berdering. Awalnya ia akan mengabaikan panggilan itu, tetapi saat ia melihat nama Soomin yang tertera di handphone nya ia pun segera memilih untuk menjawab panggilan dari Istrinya tersebut dan mengurungkan niatnya menyusul Seojin yang diam di dapur. Seojin terduduk di salah satu kursi yang ada di dapur, ia terdiam melihati uang sebanyak seribu lima ratus won yang ia taruh di atas meja itu. “Eommonim…” Ia mengulangi bagaimana cara ia memanggil wanita peruh baya itu tadi, ia juga mengingat bagaimana senyuman yang yang ada di wajah wanita tua itu saat ia memanggilnya dengan sebutan tersebut. Bayangan sang Ibu yang tersenyum padanya pun muncul saat ia mengingat bagaimana cara wanita paruh baya itu menatapnya dan tersenyum padanya. Setetes air mata turun membasahi pipi Seojin yang terdiam dengan bahu yang bergetar, mengingat bagaimana rasa kasih sayang dari seorang Ibu yang terasa meskipun hanya dari senyumannya. Sudah tiga tahu sejak ia menangisi kepergian orang tuanya akibat kecelakaan yang terjadi selama perjalanan mereka menuju kota Seoul.   To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN