Cemas

1056 Kata
“Apakah tidak lebih baik kalau kita laporkan ke polisi saja? Agar kita bisa lebih cepat menemukan mereka?” tanya istrinya. “Tidak, jika berita ini tersebar maka saham perusahaan kita akan merosot. Dan itu akan di manfaatkan oleh Black Diamond dan perusahaan yang lainnya.” Ibu Liana makin terisak, hatinya sedih kehilangan salah satu anaknya. Namun di satu sisi dia paham kekhawatiran suaminya yang sudah merintis perusahaan dari awal. Segala kesulitan di kala merintis perusahaan sudah mereka alami, dan dia dengan setia mendampingi suaminya.  “Kita temui saja Black Diamond, dan berikan tebusan ke mereka. Ayolah, kasihan Leona. Bagaimana kalau dia disiksa?” “Cobalah tenang. Aku akan mengadakan rapat dengan para pemegang saham dan pengacara untuk mencari jalan keluar jikalau mereka menginginkan saham kita. Aku yakin Leona akan baik-baik saja. Albert tidak akan berbuat keterlaluan kalau menginginkan sesuatu dari kita.” Ayah Liani mencoba berpikir rasional dan tenang, walaupun dalam hatinya merasa sangat khawatir. Tapi dia mencoba menepis kekhawatirannya. Sebenarnya dia tidak terlalu mengenal Albert. Dia hanya tahu Albert merupakan CEO di salah satu anak peruasahaan Black Diamond. “Ibu, Ayah, Albert bukan orang yang bu—” Liana mencoba membela kekasihnya, tetapi ucapannya dipotong oleh ayahnya. “Diam! Ini semua salahmu. Andaikan kamu mendengar nasihat Ayah dan Ibu agar tidak berhubungan dengan keluarga penjahat itu!” “Ayah, Albert bukan seperti yang Ayah pikir. Dia tidak mungkin menyakiti Leona. Dia sosok yang lembut. Dia sangat menyayangiku Ayah. Aku yakin dia akan menjaga Leona.” ”Liana! Berani-beraninya kamu membela si berengsek itu! Dia itu menculik saudaramu! Tapi kamu masih juga membelanya!" Hati Liana merasa terpukul. Ia sangat menyayangi Leona. Tidak pernah terlintas sedikut pun untuk menyakiti saudaranya itu. Dia pun turut merasa sakit atas hilangnya Leona. Namun, bukan berarti semua itu kesalahan kekasihnya. “Ayah, Ibu, aku mencintai Leona seperti mencintai kalian dan diriku sendiri. Tapi aku berani bersumpah Albert tidak akan menyakitinya sedikit pun. Aku sangat mengenal sifat Albert. Kumohon jangan berpikir buruk tentangnya.“ Liana masih berusaha menyadarkan ayah dan ibunya. Ibunya tertegun sejenak, berusaha mencerna ucapan anaknya, lalu berkata lembut, "Liana apakah Albert pernah menceritakan tentang tempat-tempat yang ingin dia kunjungi?” “Tidak Ibu. Kami kami jarang membahas hal semacam itu.” Ibunya dalah seorang wanita lemah lembut yang cerdas. Dia menyadari kekalutan suaminya, tetapi dia juga menghargai perasaan Liana. Baginya, tidak masalah jika Liana ingin bersama siapa pun, asalkan bisa bahagia Namun, ia tidak berani membelanya terang-terangan di hadapan suaminya yang keras. “Liana, apakah ada salah satu teman atau keluarga Albert yang bisa kamu hubungi?” tanyanya lagi. “Aku tidak memiliki satu pun nomor mereka," ungkap Liana, lirih. Ayahnya mendengkus. "Untuk apa nomor mereka?! Percuma! Aku akan menghubungi pengacaraku segera!" “Ayah, bukankah lebih baik menelpon ke perusahaannya dan menanyakan ke asistennya Albert saja? Daripada kita membesar-besarkan masalah dengan menghubungi pengacara. Aku rasa salah satu asisten Albert pasti tahu kemana Albert," usul Liana. “Diam! Idemu benar-benar tidak masuk akal! Anak buahnya tentu saja berpihak pada Albert!" “Ayah sudahlah. Bukan salah Liana, Leona menghilang. Jangan memarahi dia lagi.” Ibu menangis sambil memeluk Liana. Perasaan Liana makin campur aduk melihat ibunya begitu. Dia sendiri sangat menyesali kepergiannya ke minimarket. Andai saja tidak ke minimarket, mungkin dia sekarang sudah bahagia bersama Albert. Atau mungkin juga dia bisa mencegah ide melarikan diri ini. Dia juga sedih membayangkan Leona dan Albert yang sekarang pasti sedang bertengkar, karena mereka berdua saling membenci. Liana mengutuk kebodohan dirinya. *** Sementara itu di kerajaan, raja dan para penasihatnya berkumpul, membahas persoalan kemunculan Albert, Leona beserta kru pesawat. "Yang Mulia, kita harus mengusir mereka segera dari sini. Mereka itu adalah iblis. Lihat saja pakaian mereka yang aneh. Mereka bukan manusia. Mohon usir mereka” Salah seorang menteri berkata. “Mohon usir mereka, Yang Mulia!” Serentak semua menteri memohon sambil membungkuk.  Raja hanya diam, seraya mencerna pikiran. Dia adalah raja yang bijaksana, setiap detail kecil dia pikirkan sebelum menetapkan keputusan. “Kerajaan kita telah dikutuk. Ketika mereka datang, hujan badai menyapu daratan; keadaan gelap gulita; langit marah; petir menyambar di langit-langit negeri; dan siang seperti malam. Rakyat kita telah dikutuk karena kedatangan mereka.” Menteri lainnya turut membujuk raja. Raja menyadari bencana alam yang terjadi sebelum mereka mendarat ada hubungannya dengan kedatangan mereka. Dia juga merasa janggal dengan banyak hal: burung besi yang dikendarai; pakaian mereka; dialek mereka; dan benda-benda bawaan mereka. Namun, firasatnya mengatakan kalau para tamunya itu bukanlah iblis. Kemudian salah satu Menteri kembali berkata, “Yang Mulia, sebaiknya kita seseorang yang bisa melawan sihir mereka, sebelum mereka membuat kerusakan di seluruh kerajaan ini." “Benar Yang Mulia. Kita adakan sayembara bagi yang memiliki sihir, untuk mengusir mereka. Jika ada yang tidak mau, kita penggal!” Menteri penegakan hukum menimpali.  “Mohon setujui permintaan kami, Yang Mulia.” Serentak semua Menteri berkata.  “Dewan menteri yang terhormat, bukan begitu cara memuliakan tamu. Mereka datang dari jauh, tersesat di negeri kita, sudah sewajarnya kita sambut mereka dengan hangat” Raja berkata dengan tegas.  Para menteri terlihat bertukad pandang; sebagian lainnya berbisik-bisik. Bukan kali ini para menteri permintaan mereka ditolak karena bertentangan dengan kebijaksanaan raja. Pemikiran Menteri dan raja sering bertolak belakang, disebabkan perbedaan usia mereka yang jauh. Hampir semua Menteri berusia lanjut, dan sedangkan raja masih muda dan memiliki pemikiran terbuka terhadap sesuatu yang baru. Sedangkan para menteri memiliki pola pikir konservatif. Gagasan-gagasan mereka dulu lebih sering diterima oleh mendiang raja sebelumnya. Karena itu diam-diam, banyak di antara mereka yang memendam kebencian terhadap raja sekarang. “Tapi mohon maaf, Yang Mulia. Apakah Yang Mulia lupa bagaimana mereka membawa benda besar yang membuat tanah kita berguncang hebat dan hampir pecah itu? Itu salah satu sihir mereka Bisa jadi mereka memiliki sihir lain yang lebih mengerikan. Apabila hal itu terjadi, sudah pasti hanya malapetaka yang menimpa; rakyat kita pun menjadi korban. Lantas bagaimana nasib anak keturunan kita?” Menteri lain berbicara.  Raja terdiam, ada benarnya perkataan menteri. Hal ini bisa saja terjadi lagi. Dan entah berapa banyak kehancuran yang akan mereka derita bila hal itu terjadi. Dan akan adakah korban jiwa suatu saat nanti? Akankah kedatangan mereka justru akan menghancurkan dinasti yang telah dibangun ribuan tahun oleh pendahulunya? Kalau semua itu sampai terjadi di bawah kepemimpinannya, jangankan orang lain, dirinya sendiri pun tidak akan memaafkan kecerobohannya yang berakibat fatal. Raja tertegub cukup lama, menimbang setiap kemungkinan, sebelum memberi keputusan. Bersambung ke bab selanjutnya, ya!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN