5. Hari pertama

990 Kata
Sayup-sayup, suara orang mengetuk pintu terdengar. Ria menggeliatkan tubuhnya karena masih ngantuk. Farhan menatap tingkah Ria yang bergerak-gerak. Pria itu sudah bangun setengah jam lalu, tapi dia tidak membukakan pintu untuk Farel yang terus menggedor-gedor sambil berteriak. Farhan malah asik menatap Ria. "Mama Papa bukain pintu. Aku kebelet pup!" teriak Farel dengan kencang. Memang disana hanya ada satu kamar mandi, dan itu hanya di kamar Farhan. Ria yang mendengar keributan pun tergagap bangun, perempuan itu menyibak selimut dan berdiri menuju pintu dengan keadaan masih belum berpakaian. "Heh kau ini bodoh atau gimana. Kamu mau bukain pintu dengan keadaan telanjang begitu?" teriak Farhan yang membuat Ria menatap tubuhnya sendiri. "Arkkkhhh!" Ria berteriak sambil menyambar selimut dengan cepat. Ia menatap tajam ke arah suaminya yang terbahak keras. "Kenapa kamu gak bilang? Dan kenapa kamu gak bukain pintu untuk Farel? Bapak macam apa kamu ini!" teriak Ria kesal. Setelah melilitkan selimut, Ria membuka pintu. Farel langsung nyelonong sambil memegang perutnya yang sakit. "Kok kamu gak ngerasa sakit sih? Jalan kamu udah normal. Jangan-jangan kamu gak perawan pas aku bobol kemarin." ucap Farhan yang melihat jalan Ria udah biasa aja. "Heh Duda, yang main tusuk-tusukan kemarin kan kamu. Kamu juga lihat bukti mahkota suciku. Sekarang ngatain yang enggak-enggak. Minta dibanting?" serobot Ria marah. Pagi-pagi sudah dibuat emosi dengan Dokter duda itu. "Sana pergi, buatin aku dan Farel sarapan! Awas kalau gak enak. Aku cincang daging kamu!" Ria mendumel kesal. Mengambil daster dan memakainya cepat. Ia pikir menikahi Duda akan dimanja-manja, tapi malah dia dianiyaya. "Heh ngapain itu gak pakai Bra. Udah daada rata aja mau dipamerin. Pake bra sana!" ucap Farhan yang membuat Ria menggeram kesal. "Aku belum mandi. Risih kalau pake bra tapi masih bau iler." "Yaudah mandi dulu, nungguin Farel selesai." "Lagian anak kamu ngeluarin emas atau ngeluarin batu berlian. Lama banget!" dumel Ria. Selang beberapa menit, Farel keluar dengan bernapas lega. Ini semua salah Mama dan Papanya yang tak kunjung membuka pintu. "Farel, kamu tungguin di luar ya. Nanti Mama nyusul buatin kamu sarapan," ucap Ria mengelus rambut Farel. "Iya, Ma," jawab Farel. Bocah itu mulai luluh dengan Ria. "Ria, kamu gak mau mesumin aku dulu?" tanya Farhan menaik turunkan alisnya. Ria mendelik, ia sudah tidak berani mesumm lagi sama Farhan. Takut disuruh membuktikan dan dia tidak bisa apa-apa. Bisa panjang nanti urusannya. Dan bisa-bisa dia dibully habis-habisan oleh pria sombong itu. Farhan menunggu Ria mandi sambil tertawa sendiri. Tak menyangka dia sudah membobol gawang Ria yang songongnya minta ampun. Masih perawan, masih rapet, tapi bertingkah sok berpengalaman. Farhan mengusap sprei kasurnya. Ada noda darah di sana. Walau Ria tidak berpengalaman, setidaknya Ria bisa mengimbangi cara mainnya. Pagi ini, Farhan sudah seperti orang sinting yang kebanyakan tertawa. Melihat Ria memasak dengan rambut basah membuatnya menggelengkan kepalanya dan berdecak. Kenapa Ria yang ganas bisa manis seperti ini. Apalagi Farel terus berceloteh mengajak Ria berbicara. "Ma, kenapa aku gak boleh mainan hp terus?" tanya Farel sambil memainkan sendok. "Mata kamu bisa sakit. Nanti Mama beliin buku animasi aja ya, buat mainan. Atau puzzel puzzel buat melatih otak kiri kamu. Percuma bapak kamu dokter anak, kalau di rumah malah anaknya dikasih main hp terus-terusan," oceh Ria menyindir. "Kata Papa, biar aku gak rewel. Makanya aku dikasih hp, Ma," jelas Farel. "Bapak kamu emang sableng. Mungkin dia lulus sarjana kedokteran karena nyogok. Jalur orang dalem." "Namanya anak ya wajar kalau rewel. Ngurusin anak orang lain yang rewel aja bisa, masak ngurusin anak sendiri malah gak bisa." Ria terus memaki-maki sambil mengulek cabai. Baru sehari nikah aja, si Farhan sudah berani menyuruhnya membuat sambel terasi. "Iya iya, gak usah marah gitu, Nyonya Farhan!" ucap Farhan terkekeh. Tidak ada rasa baper sedikitpun di hati Ria. Gombalan Farhan dia anggap sebagai kentut yang habis bunyi langsung ilang. Bodo amat dengan rayuan Farhan. Yang penting dia udah ngerasain adegan nananinu. Ria menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk anak dan suaminya. Hari ini Farel juga sangat manja. Makan juga disuapi Ria. Ia sudah tidak takut dimarahi Papanya karena sudah jelas kalau Ria ada di pihaknya. Sebelum menikah, Ria berencana honeymon romantis bersama Farhan. Namun, saat tau sifat Farhan yang kayak gini Ria jadi mengurungkan niatnya. Ogah gile honeymoon dengan Farhan yang sekarang punya wewenang untuk menindasnya. "Kamu gak kerja?" tanya Ria pada Farhan. Prang! Ria dan Farel berjengkit kaget saat tiba-tiba Farhan membanting sendoknya di piring dengan kencang. "Baru aja kemarin kita nikah dan sekarang kamu menyuruhku bekerja? Istri macam apa kamu ini?" omel Farhan marah. Ria mengerutkan alisnya. Kenapa lagi-lagi Farhan marah. "Aku kan cuma nanya. Kenapa kamu marah?" tanya Ria bingung. "Itu sama aja mengusirku dari rumahku sendiri," serobot Farhan. "Sensi banget sih jadi orang. Jangan nethink mulu. Cepet mati nanti!" Farhan tak menanggapi. Durhakim sekali istrinya mengatainya cepat mati. Emang Ria mau jadi janda setelah sehari menikah. Apa kata dunia coba. "Ma aku udah kenyang," celetuk Farel. "Farel, habiskan!" titah Farhan menatap anaknya. Farel malah menatap Ria. "Gakpapa, biar Mama yang menghabiskan," ucap Ria menenangkan Farel. Perempuan itu menghabiskan makanan Farel tanpa rasa jijik sekalipun. Farhan hanya menatap, tidak lagi berkomentar. ▪️▪️▪️▪️ Ria, Farhan dan Farel menyusuri Mall dengan berjalan pelan. Ria memaksa untuk membeli mainan untuk Farel. Dan perdebatan pun dimulai, Farhan ingin membelikan anaknya mainan mobil-mobilan, robot ataupun mainan lainnya yang cocok untuk laki-laki. Namun Ria ingin membelikan Farel plastisin, slam, dan mainan yang menurut Farhan tidak berguna. "Dokter yang terhormat. Harusnya yang pantas menyandang gelar Dokter itu aku, bukan kamu. Karena kamu gak ada pinter-pinternya sama sekali!" ucap Ria menusuk nusuk daada Farhan. "Aku beliin dia plastisin, biar otak kirinya bekerja. Biar dia bisa latihan membuat sebuah karya seni dengan imaginasinya sendiri. Kalau cuma main mobil-mobilan, nanti dia cepat bosan, paham?" tekan Ria. "Aku Papanya. Aku yang ngerti kesukaan dia," sangkal Farhan. "Dan aku Mamanya, aku yang akan mengusahakan apapun yang terbaik untuk perkembangan dia." "Udah berani ya kamu?" "Selama aku benar, kamu pun aku lawan!" "Jangan lupa lawan aku di ranjang!" bisik Farhan dengan suara sensual.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN