"Kak, Fiona ke kamar dulu ya? Kakak juga pada mandi sana. Pasti cape abis pada pulang," ujar Fiona.
"Gw sih mau nongkrong," celetuk Egy. Pria itu langsung naik ke kamarnya untuk mengambil kunci motornya.
Arga hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap Egy.
"Oh iya, mumpung Fiona inget. Fiona abis ini mau ketemu temen-temen, di restoran sekalian makan malam. Nanti kalo ayah sama bunda pulang bilangin ya Kak," ujar Fiona meminta izin.
"Jam berapa?" tanya Calvin.
"Jam delapan,"
"Malam?" tanya Bian.
Fiona mengangguk.
"Gw anter!" seru Arga, Bian dan Calvin secara bersamaan. Fiona mengerjapkan matanya lalu menghela napas.
Selalu saja seperti ini, setiap Fiona meminta izin untuk pergi kemana saja, kakak-kakaknya pasti akan berebut untuk mengantarnya. Terutama ketiga kakak tertuanya.
"Bang! Lo kan sibuk, kerjaan sama berkas-berkas lo di meja masih berserakan noh! Fiona biar gw aja yang anter!" ujar Calvin.
"Mana ada! Gak usah fitnah lo. Sesibuk apa pun gw, kalo untuk Fiona pasti ada waktu. Udah Fi, lo sama kakak aja," sanggah Arga.
"Udah sih, lo berdua sama-sama sibuk ini, mending gw aja," ujar Bian dengan santainya.
"Bacot!" seru Calvin dan Arga bebarengan.
"Lo gak inget? Lo ada jadwal syuting hah?!" ujar Calvin.
"Loh, kok lo bisa tau kalo gw ada jadwal? Lo ngintip jadwal gw ya anj!" seru Bian.
"Gak usah nuduh! Gw cuma asal nebak, tapi benerkan? Udah sana lo!" usir Calvin.
Davendra hanya memutar bola matanya malas, dia melangkah pergi dari sana. Davendra tidak tertarik dengan pertengkaran ini. Fiona yang melihat Davendra yang melangkah pergi segera berlari mengejar.
"Bang Daven, sibuk gak?" tanya Fiona dengan puppy eyes-nya.
Davendra melirik adik bungsunya itu.
"Gak kok, kenapa?" tanya Davendra.
"Anterin Fiona nanti malam bisa?"
"Lah, itu ada Kak Arga, Kak Bian, sama Kak Calvin. Tinggal pilih,"
"Ish, Fiona maunya sama Kak Daven! Kakak gak mau ya? Yaudah, Fiona naik taxi online aja,"
"Yaudah iya, gw anter," ucap Davendra sambil mengacak-acak rambut Fiona.
"Makasih Kak Daven,"
"Iyah, gw ke kamar duluan ya," ujar Davendra sambil melangkah pergi menuju kamarnya, begitu pun dengan Fiona. Gadis itu juga segera pergi ke kamarnya meninggalkan ketiga kakaknya yang masih bertengkar karena hal sepele.
Saat malam tiba, Fiona sudah siap dengan dress berwarna navy, berlengan pendek dengan panjang selutut. Sebelum keluar, Fiona kembali mengecek penampilannya terlebih dahulu lewat cermin, setelah dirasa oke, barulah Fiona membuka pintu kamarnya. Di depan pintu kamar Fiona, sudah ada ketiga kakaknya yang siap mengantarnya.
"Fi, lo sama Kak Arga kan?" tanya Arga.
"Kak Cal 'kan?" sambar Calvin.
"Pasti lo milih gw," celetuk Bian dengan pdnya.
"Fi, udah siap? Mau berangkat sekarang?" tanya Davendra yang baru saja keluar dari kamarnya. Kebetulan kamar Davendra dengan Fiona cukup dekat. Ketiga kakaknya langsung menoleh ke arah Davendra.
"Kenapa pada ngeliatin kayak gitu?" tanya Davendra sambil mengangkat satu alisnya.
"Kok lo ... yang nganter?" beo Calvin.
"Fiona yang minta Bang Daven," celetuk Fiona.
"Kenapa harus Daven?" tanya Arga yang tidak terima.
"Karena Bang Daven muda. Bang Egy juga muda sih, tapi Bang Egy arogan nanti malah Fiona malu kalo ngajak dia. Bang Daven kan elegan, gak banyak tingkah, umurnya sama Fiona juga gak terlalu jauh," jawab Fiona.
"Fi, cuma gara-gara umur? Emang penampilan gw udah keliatan kayak om-om apa?!" seru Bian.
Arga langsung memukul Bian dengan keras.
"Jaga mulut lo! Beraninya lo bentak Fiona!" seru Arga.
Bian langsung diam, ia sadar jika ia salah. Tidak seharusnya dia membentak adik bungsunya.
"Kak, gapapa ya? Fiona sama Kak Daven?" tanya Fiona.
Arga menghela napas. "Yaudah, gapapa. Hati-hati ya. Dav, jagain adek lo yang bener, jangan sampe lecet!"
"Iya Bang," balas Daven.
Fiona dan Davendra segera berjalan keluar meninggalkan Arga, Bian dan Calvin yang masih berdiri di depan pintu kamar Fiona.
"Percuma gw batalin jadwal syuting," dumel Calvin.
"Lah, gw udah rapih kek gini, masa iya gak jadi pergi," ujar Bian.
"Yaudah sih, lo jalan sama cewek lo aja sana," ujar Calvin.
"Gw mau kencan sama dokumen-dokumen gw, bye!" ujar Arga sambil melangkah pergi, begitu pun dengan Calvin.
"Yaudah deh, gw ajakin cewe orang jalan aja," guman Bian sambil melangkah pergi.
***
Davendra menghentikan mobilnya di depan restoran. Fiona segera melepaskan sabuk pengamannya.
"Bang Daven gak ikut masuk?" tanya Fiona.
"Gak usah, nanti temen-temen lo pada risih ada gw. Gw cuma nganter, ntar kalo udah selesai telepon aja biar gw jemput," ujar Davendra.
"Siap Kak! Cuma Bang Daven yang paling ngertiin Fiona!" seru Fiona.
"Fiona pergi dulu ya, hati-hati Bang Daven," pamit Fiona sambil keluar dari mobil.
Setelah Fiona masuk ke dalam restoran, barulah Davendra pergi dari sana.
Fiona melangkahkan kakinya dengan santai, matanya mencari keberadaan teman-temannya yang lain.
"Fiona!"
Fiona mencoba mencari sumber suara tersebut, ternyata suara tersebut berasal dari meja pojok samping. Fiona bisa melihat temannya yang sudah berkumpul, ia segera berjalan menghampiri yang lain.
"Udah dateng semua ini?" tanya Fiona sambil duduk di tempatnya.
"Kurang si Mela sama Nania," jawab salah satu teman Fiona yang berambut pendek.
"Biasalah, mereka 'kan emang jam karet," timpal teman Fiona yang lain.
"Btw, tumben banget lo gak sama abang lo?" tanya Aisha, teman Fiona yang mengenakan jilbab biru.
"Eh, gw dianter sama Bang Daven," jawab Fiona.
"Oh, pantesan. Kayaknya yang masih agak waras dari kakak lo, cuma Bang Daven doang ya? Yang lain udah tergila-gila semua sama lo."
"Bener anjir, lo gak ngerasa dikekang apa? Apalagi sama Kak Arga, dia kalo nganterin lo pasti ikut nimbrung sampe acara selesai."
"Bener, kita jadi gak bisa bebas ngobrol,"
"Ya gimana, gw juga gak tau harus gimana. Gak mungkin juga gw larang mereka yang ada gw gak diijinin keluar," balas Fiona.
"Fi, ngomong-ngomong. Lu kalo sama kakak lo ngobrolnya masih pake Fiona gitu? Bukan lo gue kayak gini?" tanya Aisha.
Fiona mengangguk.
"Nah! Jangan-jangan karena hal itu. Lu jadi terkesan childish banget di mata mereka, coba deh lu ngobrol sama mereka kayak lo ngobat sama kita," usul Septi, gadis berambut pendek tadi.
"Gw udah biasa manggil nama gw sendiri kalo ngobrol sama mereka," ujar Fiona.
"Tapi gak ada salahnya buat nyoba Fi, siapa tau berhasil. Lo juga harus tegas ke mereka, kasih tau kalo lu bukan anak-anak lagi. Lo bisa jaga diri sendiri,"
"Tapi gw pengen jadi Fiona loh," celetuk seseorang yang berdiri di belakang Fiona.
"Astaga! Nania! Ngagetin aja lo!" sarkas Nova.
"Sorry, tapi tadi gw serius loh. Kalian gak mau apa, jadi Fiona sehari aja? Lo bayangin, bisa dikelilingi cogan 24 jam full!"