BAB 3

2071 Kata
Callista datang ke kantor di pagi hari seperti biasa. Setelah mengantar Grayson ke sekolah, Callista melanjutkan perjalanannya ke kantor. Sesampainya di kantor, wanita itu tampak sibuk dengan beberapa berkas sambil menunggu Mahesa datang. Hari ini, Callista dan Mahesa akan bertemu dengan Dante yang akan menjadi brand ambassador produk tersebut. “Selamat pagi,” sapa Mahawira saat memasuki ruang kerja. Tiba-tiba Callista berbalik melihat Mahesa datang. "Mau pergi sekarang?" tanya Mahesa. “Tentu, tunggu sebentar,” jawab Callista lalu mengetik beberapa kalimat di komputernya dan langsung mematikannya. Setelah menyelesaikan pekerjaan kecilnya, Callista pergi bersama Mahesa. Di dalam mobil, keduanya hanya duduk diam, sementara Mahesa tampak fokus pada jalan. Akhirnya, Mahesa berhenti di sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari kantor mereka. Callista dan Mahesa masuk ke dalam bersama-sama, suasana yang sepi sepertinya menjadi salah satu alasan Dante memilih tempat itu. "Ini dia," kata Mahesa sambil menunjuk ke tempat Dante berada. Dante yang sedang berpandangan dengan Mahesa tiba-tiba melambaikan tangannya. Setelah itu, Callista dan Mahesa langsung berjalan menuju Dante. Seperti biasa, Mahesa langsung memeluk Dante, lalu Dante membalas pelukan Mahesa beberapa saat dan akhirnya menjabat tangan Callista. "Kamu pasti Bu Callista, kan? Saya Dante," Dante memperkenalkan dirinya. Merasa tidak enak, Callista pun membalas jabat tangan Dante, "Ya, saya Callista. Yah, saya rasa tidak perlu memperkenalkan diri seperti itu, saya pasti tahu siapa Anda, Pak Dante." , kata Callista. Dante berkata: “Panggil saja Dante, agar lebih akrab. "Oke, Dante. Bisakah kita mulai diskusinya sekarang? Omong-omong, manajermu..." "Ah, dia sakit jadi tidak bisa datang. Makanya aku datang sendiri dan untungnya hari ini tidak ada jadwal syuting," jawab Dante. Setelah saling mengenal, Dante, Mahesa dan Callista mulai berdiskusi. Dante tampak geli dengan penjelasan Callista. "Kedengarannya itu ide yang sangat menarik. Kapan saya bisa menekan kontraknya?" tanya Dante. Mata Callista berbinar ketika Dante setuju, "Bukankah ini sudah dibicarakan dengan manajermu, Dante?" tanya Callista. "Jangan khawatir, manajer saya pasti akan setuju. Jika kontraknya sudah ada, izinkan saya menandatanganinya dan Anda dapat memberikan draf kepada manajer saya nanti bersama dengan jadwal saya yang akan datang, ada?" tanya Dante. "Ya," jawab Callista. Pada akhirnya, Dante mendaftar sebagai brand ambassador untuk produk Callista. Meski hanya proyek kecil, namun Callista merasa beruntung karena begitu mudahnya mendapatkan gelar BA meski dengan kartu skor tinggi. Mahesa memberi tahu Dante: “Sebagai perjanjian kontrak, saya akan membelikan Anda kopi dan makanan ringan. “Kamu harus siap-siap kehabisan dompet, Mahesa,” jawab Dante. "Jangan khawatir, aku punya banyak uang," kata Mahesa dan mereka berdua saling tersenyum. * * * * * Setelah bertemu Dante dan menandatangani kontrak, Mahesa mentraktir Dante dengan kopi dan makanan ringan di kafe. Setelah berbincang sebentar, Dante langsung pulang untuk beristirahat karena masih ada jadwal lain untuk malam ini. “Kalau begitu, terima kasih banyak untuk waktunya,” kata Callista. "Terima kasih sekali lagi. Aku pergi dulu," kata Dante, dan menyalakan mobil. Sekarang hanya Callista dan Mahesa yang tersisa. Keduanya saling menatap. "Ayo kembali ke kantor," kata Callista. “Tidak usah. Kak Wira menyuruhku segera pulang,” jawab Mahesa. Callista melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. “Padahal baru satu jam,” kata Callista. "Kalau begitu makan siang dulu. Lalu aku akan mengantarmu pulang." "Tidak, turunkan saja saya di TK Garuda. Saya akan makan siang di dekat sini dan menjemput anak saya." "Ayo kita makan siang bersama," kata Mahesa lalu masuk ke mobilnya, mengabaikan jawaban Callista. "Tetapi-" “Jangan khawatir, saya tidak akan memberi tahu Kak Wira jika saya melihat bayi Anda,” kata Mahesa. Setelah masuk ke dalam mobil bersama, keduanya akhirnya meninggalkan area kafe bersama dan pergi ke tempat makan di dekat TK Garuda. * * * * * Waktu terus berlalu, dan setelah makan, Mahesa langsung membawa Callista ke TK Garuda. Begitu mereka tiba, bel berbunyi. Satu persatu anak-anak TK Garuda keluar dari dalam. Mata Callista langsung bertemu dengan sosok Grayson yang sepertinya sedang berlari ke arahnya. "Jangan lari, kamu akan jatuh!" Callista menangis ketika dia melihat Grayson, yang tampak senang melihatnya lebih awal dari biasanya. "Mama!" teriak Grayson sambil memeluk kaki Callista begitu sampai di depan Callista. "Bagaimana kamu belajar hari ini? Apakah kamu bersenang-senang?" bertanya Callista. "Menyenangkan!" "Untuk acara lusa, apa Bunda perlu datang?" "Tidak perlu, Bunda. Aku sudah menemukan orang yang cocok untuk kuajak ke acara hari Ayah." "Orang? Siapa?" "Ada, om om baik. Dia mau datang. Bunda, itu siapa?" tanya Grayson yang langsung teralihkan saat melihat Mahesa yang membocorkan ke arahnya. Sebenarnya Mahesa terkejut melihat Grayson dari sedekat ini. Seolah melihat sosok Mahawira yang kini jauh lebih kecil darinya. "Ini rekan kerja Bunda," ujar Callista. Grayson pun langsung memberikan salam, "Selamat sakit, Om," sapa Grayson. "Kalau begitu kita pulang sekarang ya? Bunda membelikan ayam goreng kesukaan kamu," ujar Callista sembari menunjuk kantong yang ia bawa. Mahesa pun membukakan pintu untuk Grayson, membuat Callista dan juga Grayson sama bingungnya. "Biar aku antar saja, Kak," ujar Mahesa. "Kita Naik bus saja," tolak Callista. "Tapi sepertinya anakmu kelelahan. Apa kakaktega membiarkan anak kakak kelelahan?" tanya Mahesa membuat Callista melirik ke arah Grayson. Akhirnya Callista pun mengalah. Grayson langsung duduk di kursi belakang dan callista duduk di samping Mahesa. Mobil milik Mahesa langsung meninggalkan TK Garuda. Sejak kedua orang tuanya kembali ke rumah, Mahesa pun mendapatkan kembali seluruh hartanya. Mulai dari uang, kartu debit, kartu kredit sampai kendaraan. Yang terpenting, Mahesa tak lagi tinggal bersama dengan Mahawira. Selama perjalanan Grayson yang kelelahan akhirnya teratasi. Callista melirik ke arah Grayson yang terlelap di kursi belakang. "Sepertinya kau besarkan anak itu dengan baik, Kak," ujar Mahesa. "Greyson." "Apa?" "Nama anakku Grayson. Bukan anak itu," ujar Callista. Mahesa hanya menyunggingkan senyumannya. Rasanya lidahnya gatal sekali untuk memberitahu Kakak jika Grayson memiliki wajah yang mirip dengan Mahawira. Membuat Mahesa semakin yakin jika Grayson adalah anaknya. "Berarti persiapan semuanya sudah selesai. Pabrik juga sudah memberitahu untuk produk sudah siap. Kita harus menentukan tanggal peluncuran," ujar Callista dengan pandangan yang terfokus pada ponselnya. "Ya atur saja, aku akan menurut. Tinggal syuting untuk iklan untuk menaikkan minat pembeli," balas Mahesa. * * * * * Acara Sekolah Merayakan Hari Ayah TK Garuda Mahawira masuk TK Garuda dengan pakaian olahraga. Seperti janjinya beberapa waktu lalu ketika dia bertemu Grayson di toko serba ada bahwa dia akan pergi bersama Grayson di Hari Ayah di sekolahnya. Dengan Callista tidak berada di sekolah Grayson, Mahawira bisa menilai jika Callista tidak mengetahui hal ini. Bahkan Grayson sepertinya tidak pernah membicarakannya. “Selamat datang, Ayah…” kata Shinta sambil menyapa Mahawira namun menutup telepon karena dia tidak tahu dari siapa Mahawira wali itu. "Maaf tuan, siapa orang tua anda?" tanya Shinta. "Grayson," jawab Mahavira. "Ah, ayah Grayson! Kebetulan Grayson sudah sampai di halaman, kamu hanya bisa ke arah sana," kata Shinta sambil menunjuk ke arah yang dituju Mahawira. “Baik, terima kasih,” jawab Mahawira dan berjalan menuju koridor yang ditunjukkan Shinta. Sambil berjalan, Mahawira tampak meregangkan tubuh beberapa kali. Menyebabkan beberapa pria lain menatapnya juga. "Menguasai?" panggil salah satu pria yang tiba-tiba memanggil Mahawira saat melihat pria itu berjalan menuju lapangan. Mahawira tiba-tiba berhenti berjalan dan menoleh ke arah sumber suara. "Tas?" jawab Mahavira. Keduanya saling bertukar senyum dan saling menyapa. "Anakmu sekolah di sini? Aku baru tahu. Di mana Callista?" Bagas bertanya. Mahawira kembali teringat bahwa salah satu rekan kuliahnya baru mengetahui saat Callista hamil. "Ah, dia sibuk. Jadi saya pergi dengan anak saya saja," bohong Mahawira. "Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini lagi. Oh ya, perkenalkan aku, ini anakku. Lily, mari kita menyapa teman-teman Papa," kata Bagas kepada putranya. Gadis yang berdiri di samping Bagas itu langsung menyapa Mahawira dengan lembut. Bagas seperti sahabatnya S2 semasa kuliah dengan Callista. Seingatnya, Bagas menikahi temannya setahun setelah dia menikahi Callista. "Di mana istrimu?" tanya Mahavira. Wajah Bagas langsung berubah setelah mendengar pertanyaan Mahawira, "Ella sudah mati, Wira," jawab Bagas sedih. "Ya ampun, maafkan aku. Aku sangat sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak mendengar kabar darimu," jawab Mahawira, merasa kesal. "Tidak apa-apa, saya mengerti. Wajar saja. Sekarang Anda seorang CEO dengan jam terbang tinggi. Sulit untuk melihat Anda. Oh, di mana putra Anda?" "Dia di lapangan-" "Ayah!" teriak salah satu anak laki-laki yang berlari ke arahnya. Mata Mahawira terbelalak saat Grayson memanggilnya begitu. Grayson bahkan berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. "Ayah," panggil Grayson pelan. "Ya Tuhan! Jadi anak ini milikmu? Saya pikir dia yatim piatu karena dikabarkan dia tidak punya ayah," kata Bagas. Mahawira menoleh ke arah Grayson yang langsung memeluknya erat. Merasa tak tertahankan, Mahawira mengambil tubuh kecil Grayson dan memeluknya. "Dia anakku. Apakah jelas wajah kita sama?" tanya Mahavira. Senyum cerah segera muncul di wajah Grayson. "Tidak heran, aku selalu merasa akrab dengan wajahnya. Kebetulan Grayson satu kelas dengan Lily. Nak, jika ada yang tidak beres dan ayahmu sibuk laporkan saja ke Om, ya. Om adalah keluarga ayahmu ketika dia masih kuliah," Bagas memberi tahu Grayson. Greyson hanya mengangguk. “Kalau begitu kita pamit dulu, sebentar lagi akan ada kompetisi di bidang ini,” kata Mahawira. Bagas berkata: “Oh ya, saya sangat sibuk berbicara sehingga saya lupa. Dewa Wir, saya harap Anda akan mengalahkan saya,” kata Bagas. "Melawanmu?" "Ya, dalam permainan berkaki tiga." * * * * * Mahawira dan Grayson duduk di meja makan dengan ekspresi muram di wajah mereka. Kelelahan dan keringat terus mengalir di pelipis mereka tanpa henti di wajah mereka. Setelah pertarungan tiga kaki itu, tampaknya tidak mudah bagi Mahawira. Apalagi dia belum pernah berlatih bersama Grayson dan langsung masuk balapan tanpa persiapan apapun. Meski begitu, setidaknya mereka mendapat tempat ke-2. Dan seperti yang Bagas katakan sebelumnya, ayah dan anak itu meraih juara 1 dalam kompetisi tersebut. "Oh, terima kasih banyak," kata Grayson, akhirnya berbicara. "Terima kasih untuk apa? Om berjanji akan menemanimu." "Tapi, aku merasa tidak enak memanggil Om Dad." Mahawira terdiam, lalu tersenyum dan menepuk kepala Grayson, "Tidak apa-apa. Itu bukan sesuatu yang membebaniku. Oh iya, kamu mau pesan apa? Sepertinya sudah lewat jam makan siang." Grayson melihat menu dan mencoba membacanya. "Paman," panggil Grayson. "Benar?" "Apakah ini ayam goreng pecel?" Greyson bertanya. "Ya, itu tertulis dalam ayam goreng. Apakah kamu suka itu?" "Tapi kemudian akan ada benih." "Kacang kacangan?" tanya Mahawira bingung. Grayson mengangguk, "Grayson alergi kacang," ujarnya. "Benarkah? Om juga alergi." "Oh alergi?" "Iya." "Padahal teman bertanya di sekolah selalu menganggap jika alergi kacang itu aneh. Tapi karena om keren dan alerginya sama sepertiku, sekarang aku tidak memikirkan lagi." "Tidak ada alergi yang aneh. Ingat, kita keren karena bisa juara 2 tadi. Itu saja sudah cukup bagus." "Om benar!" balas Grayson setuju dengan ucapan Mahawira. Mahawira pun mengambil menu makanan dan menunjukan sebuah indomie dengan kornet dan keju. "Bagaimana dengan ini? Ini enak dan tidak ada kacangnya," usul Mahawira. "Wah kornet! Grayson sangat suka. Grayson mau!" balasson Gray bersemangat. "Om juga suka. Kalau begitu kita pesan ini saja ya?" Grayson menganggukan kepalanya. Setelahnya Mahawira pun memesan makanan dan minuman untuk dirinya dan juga Grayson. "Om, nanti antarkan Grayson ke sekolah lagi saja. Grayson takut Bunda jadi khawatir. Itu pun jika Om tidak menyinggung, karena sepertinya dari sini sangat jauh ke sekolah," ujar Grayson. "Apa tidak mau Om antarkan pulang saja?" "Tidak usah, Om. Ke sekolah saja." "Baiklah." Mahawira membocorkan Grayson yang duduk di hadapannya. Wajahnya yang selalu ceria dan tak pernah menyerah benar-benar mirip dengan Callista. Namun selera makanan yang disukai dan alergi sangat cocok sepertinya. Ia pun kembali bermain beberapa hari lalu. Dimana dia menerima informasi dari orang suruhannya yang mengatakan Callista telah bersama anaknya di apartement. Bahkan Callista terlihat beberapa kali keluar bersama seorang anak laki-laki. Tak ada sosok pria atau suami di samping Callista. Membuktikan jika Callista benar-benar membenarkan sosok anaknya seorang diri. Sayangnya, setiap laporan yang diberikan pada Mahawira, wajah anak laki laki itu selalu tidak terlihat. Membuat Mahawira sedikit maju mundur apa Grayson adalah anak dari Callista atau bukan. Meski begitu, Mahawira tak akan menyerah. Dia akan terus menggali informasi tentang Callista dan sosok anak sampai detik ini masih dianggap bukan anaknya. "Kalau mau tambah lagi, bilang Om saja, ya," ujar Mahawira kepada Grayson saat melihat Grayson yang tampak lahap saat menyantap makanan di hadapannya. Grayson hanya menganggukan kepalanya dengan mulut yang penuh dengan makanan. Membuat Mahawira tampak gemas melihatnya. "Maaf jika aku terlambat tapi aku akan menyajikan yang terbaik," ujar Mahawira dalam hati. Ponsel Mahawira yang terus bergetar berusaha ia sembunyikan. Padahal hari ini ia sudah mengatakan tak akan bekerja dan mengambil cuti. Tapi sepertinya Ayu dan Bara tidak memberikan izin sama sekali, sehingga Mahawira harus berulang kali mendiamkan panggilan telepon yang masuk. Tatapan mata Mahawira sama sekali tak beranjak dari Grayson. Melihat wajah Grayson memberikan kebahagiaan tersendiri di Mahawira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN