Gadis cantik dengan kulit kuning langsat, berambut hitam, panjang dan bergelombang akibat dikeriting itu berkutat dengan tumpukan buku-buku tebal di hadapannya. Mata lebar dan bulu mata lentiknya bergerak-gerak memandang serius halaman demi halaman buku yang ia pegang. Hingga sebuah tepukan mengagetkannya.
“Serius sekali, Nona satu ini!”
Anya tersenyum dengan sangat manis. Wajahnya mulus, matanya bersinar terang dengan bulu mata lentik dan alis yang terukir dengan indahnya. Pipinya sedikit chubby namun itu membuat wajahnya terlihat manis. Belum lagi bibirnya yang sedikit tebal dengan gigi yang berbaris rapi menambah aura kecantikan dan pesonanya memancar. Siapapun pasti mengakui bahwa Anya memiliki pesona kecantikan seorang wanita Asia, apalagi di negeri Barat seperti saat ini.
“Kau ini! Sudah selesai sidang tugas akhir ya?” tanya Anya.
Becca yang membawa tumpukan berkas itu meletakkan semua yang ia bawa di atas meja di hadapannya dengan senyum penuh kelegaan.
“Legaanyaaa… tinggal dirimu yang harus segera lulus! Belajar yang rajin sana. Kau harus mempersiapkan sidangmu sebaik mungkin. Kau tahu para dosen itu mencecarku dengan berbagai pertanyaan yang tidak mampu aku jawab. Huhh… betapa tegangnya aku saat sidang tadi. Untunglah aku mengingat semua materi yang kau bacakan semalam.”
“Bersyukurlah aku masih mau menjadi temanmu. Sebagai gantinya, traktir aku malam ini!”
Becca tersenyum lebar lalu mengambil duduk di samping Anya yang berkutat dengan buku-bukunya. Tiba-tiba sebuah tangan besar merangkul pundak Becca. Becca sontak menoleh pada sosok yang melingkarkan tangannya di bahunya.
“Aaron!!!”
Becca melonjak dari tempat duduknya dan memeluk kekasihnya sambil memberikan kecupan manis di pipi pria itu. Aaron William adalah putra chef Hari William, koki kepercayaan Antony saat membentuk Grand Dining dulu. Pria itu memiliki wajah yang tampan dengan dua gigi gingsul yang membuat senyumannya manis, badannya tegap karena dia termasuk atlet basket di kampusnya dan jangan lupakan kepandaiannya yang terkenal dari sejak ia bersekolah dulu. Ia bahkan menyandang predikat siswa terbaik di saat SMA’nya dulu. Bahkan di saat kuliahnya ini, ia pun menjadi kandidat penerima penghargaan cumlauder dan aktif berprestasi.
Aaron termasuk dalam jajaran mahasiswa kelas elite di kampusnya. Gelar yang diberikan oleh para mahasiswa untuk rekan mahasiswa mereka yang tidak hanya berwajah rupawan tapi juga memiliki kecerdasan dan prestasi di atas rata-rata. Mereka yang menyandang gelar ini jelas menjadi incaran mahasiswa lawan jenis. Termasuk Aaron. Namun tak seorang wanita pun mampu membuatnya terpikat selain Becca. Ia sudah jatuh hati pada wanita itu sejak awal mereka berkuliah. Dan, kini keduanya bersama sebagai sepasang kekasih.
“Hai, Anya!” sapa Aaron pada Anya lalu mengambil duduk di samping Becca.
Ketiganya telah menjadi sahabat sejak mereka berkuliah. Ketiganya adalah peserta batch pertama dari program beasiswa yang diadakan oleh GD Corp untuk para siswa berprestasi. Tidak semua orang bisa mendapatkan beasiswa itu. Rivaldi membuat sistem seleksi yang ketat agar hanya orang-orang muda berbakat yang bisa mendapatkan beasiswa itu. Ia meminta bantuan beberapa orang professor dan pengajar professional untuk menyeleksi langsung kemampuan setiap siswa yang mendaftar beasiswa hingga ditemukan bibit unggul yang perusahaan cari.
Mereka yang menerima beasiswa mendapatkan kontrak eksklusif langsung untuk bekerja di GD Corp di posisi yang cukup menggiurkan, setidaknya level supervisor atau bahkan manager. Jadi jelas saringan yang dibuat tidak mudah ditembus. Hanya mereka yang berbakat dan berkemampuan di atas rata-rata yang akan berhasil.
Rivaldi juga membuat sistem yang mencegah agar tidak ada praktek KKN dalam proses seleksinya. Entah anak pejabat, anak presiden atau anak orang penting lainnya, mereka yang ingin mendapatkan beasiswa harus mengikuti seleksi itu, tak terkecuali putrinya sendiri, Becca.
Dan inilah mereka. Tiga orang terpilih sebagai penerima beasiswa penuh di universitas ternama di Belanda. Ketiganya memilih jurusan yang berbeda. Becca mengambil jurusan international business management, Anya mengambil jurusan business administration dan Aaron mengambil jurusan culinary management. Kini ketiganya akan segera menyelesaikan kuliah mereka di universitas ini dan kembali ke tanah air untuk mengabdi pada GD Corp sesuai perjanjian.
Sekarang ketiganya sudah berdiri di panggung auditorium universitas itu. Mereka sama-sama menerima penghargaan dan sertifikat kelulusan di tangan. Mereka berjajar dengan para wisudawan berprestasi lainnya dan berfoto bersama.
Rivaldi memberikan standing ovation dengan bangga ketika nama Becca disebutkan oleh pembawa acara sebagai peraih nilai cumlaude di jurusannya. Ia mengkhususkan hari untuk hadir di dalam prosesi wisuda itu. Ia ingin hadir di sana melihat putrinya mampu membuatnya bangga.
Setelah rangkaian proses wisuda itu selesai, Becca langsung menghambur dalam pelukan Rivaldi. Rivaldi langsung memeluk putrinya dan setengah mengangkat badan putrinya lalu mengajaknya berputar-putar bak anak kecil yang bermain dengan ayahnya.
“Papa bangga padamu, Becca!” kata Rivaldi dengan senyuman mengembang.
“Terima kasih, Papa. Becca sayaaanggg Papa,” sahut Becca dengan senyuman yang tak kalah lebar.
Adegan romantis ayah dan anak itu harus berakhir ketika seseorang berdeham di dekat mereka.
“Chef Hari! Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabar Anda, Chef?” sapa Rivaldi pada pria yang lebih tua beberapa belas tahun darinya.
“Rivaldi… oh tidak, seharusnya aku memanggilmu Pak Rivaldi. Hahahaha…”
“Tidak perlu seformal itu, Chef. Kita ada di luar kantor sekarang.”
“Bapak juga tidak perlu memanggilku Chef.”
Keduanya lantas tergelak.
“Oh iya, kenalkan ini putra bungsuku, Aaron. Aaron, ayo beri salam pada Pak Rivaldi, bosmu nantinya,” kata Chef Hari memperkenalkan Aaron. Aaron langsung menjabat tangan Rivaldi dengan penuh keseganan. Ia pernah bertemu dengan Rivaldi beberapa kali namun ia tidak pernah berada sedekat ini dengan pria yang diseganinya atau mungkin menjadi idolanya.
“Aku pernah melihatnya beberapa kali. Benar kan, Becca?” tanya Rivaldi dengan mengerlingkan sebelah matanya pada Becca yang terlihat kaget.
“Anu… eng… iya…” jawab Becca pasrah. Ia sadar bahwa Rivaldi sudah mengetahui hubungannya dengan Aaron sebelum ia memberitahukan secara resmi.
“Chef, sepertinya kita perlu membicarakan tentang pertunangan anak kita,” kata Rivaldi mendadak dan membuat Chef Hari terbelalak kaget. Sementara Becca langsung melotot ke arah ayahnya dan Aaron hanya tersenyum pasrah dengan apapun yang akan terjadi.
“Putramu dan putriku sepertinya sudah saling mencintai. Kupikir mengapa harus menunda pertunangan mereka, ya kan Aaron, Becca?” tanya Rivaldi lalu tersenyum jahil.
“Papa…” Becca merajuk.
Di sisi lain sepasang mata cantik sedang mengamati Rivaldi dari kejauhan. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat pria yang disukainya datang di hari wisudanya.
Kini ia melihat pria itu tersenyum dan rasanya begitu damai ketika melihat pria itu bisa tersenyum lebar seperti saat ini. Dibandingkan beberapa tahun silam saat pria itu hanya bisa murung, jelas pemandangan ini sungguh menakjubkan untuk disimak. Terlebih bagi gadis itu. Ia merindukan senyuman itu mengembang di wajah Rivaldi. Senyuman yang membuatnya makin jatuh terperangkap dalam pesonanya.
Lamunannya tersadar saat ada seseorang yang menyentuh bahunya. Anya berjingkat kecil.
“Eh, Kedric! Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Anya pada pria Belanda di hadapannya.
“Dank u (terima kasih),” jawab Kedric.
“Siapa yang sedang kau amati, Anya?” tanya Kedric sambil mencari-cari sosok yang dilihat oleh Anya.
“Oh, tidak. Aku hanya ingin memberi selamat pada Becca dan Aaron, tapi aku merasa tidak enak hati untuk menyelamati mereka juga, mengingat ada keluarga mereka sedang bercengkrama di sana.”
“Untuk apa begitu sungkan? Kau kan hanya perlu mengucapkan selamat. Ayo, kita ke sana. Mari kutemani,” ujar Kedric sambil menarik tangan Anya. Anya terkesiap.
“Eh…. Jangan… Kedric, nanti saja…Kedriccc….” Protes Anya pada Kedric yang terus menyeretnya.
Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang dan meniup topi wisuda Anya pergi. Membawanya dan jatuh tepat di hadapan Rivaldi. Anya terlihat mencari topinya dan tanpa terasa ia berjalan tepat di depan Rivaldi.
Dengan senyuman manisnya Rivaldi menyerahkan topi wisuda itu pada Anya.
“Milikmu?” tanya Rivaldi dan sukses membuat jantung Anya berdetak lebih kencang. Pria yang disukainya dari sejak kecil kini berada di hadapannya dan jangan lupakan senyumannya yang mampu meluluhlantakkan hatinya itu.
“Terima kasih,” sahut Anya dengan malu-malu sambil menerima topi wisudanya.
Tiba-tiba seorang gadis mengalungkan lengannya di leher Anya.
“Anyaaaa!!!! Selamat untuk kelulusanmu,” ucap Becca yang sekarang beralih memeluk Anya dengan bahagianya. Mereka akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah ini bersama dan dengan hasil yang gemilang.
Mendengar teriak histeris Becca, Rivaldi tersenyum melihat dua gadis itu bercengkrama dengan akrabnya.
Lengan Anya tiba-tiba digandeng oleh Becca dan ia membawa Anya mendekat pada Rivaldi. Anya tidak berani mengangkat wajahnya. Ia yakin sekarang pipinya semerah tomat.
“Papa, masih ingat Anya? Sahabatku dari sejak kecil dulu,” kata Becca memperkenalkan.
“Gadis manis ini?”
Mendengar kata ‘gadis manis’ membuat semburat di wajah Anya tak terbendung. Mungkin sekarang warna merahnya terlihat dengan sangat jelas, seperti pipi yang tercoret lipstick merah darah.
“Anya, ini Papaku. Masih ingat kan?”
Anya hanya melirik sambil menyapa Rivaldi sekilas lalu menundukkan wajahnya lagi. Ia malu menatap Rivaldi dari jarak sedekat ini dengan Rivaldi. Jantungnya kini berdegup dengan kencang saat Rivaldi mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya menyambut uluran tangan itu. Rivaldi tersenyum. Hati Anya terasa begitu berbunga-bunga.
Jika yang lain mengidolakan bintang film atau artis ternama, Anya berbeda. Ia mengidolakan Rivaldi, pria yang tak lain tak bukan adalah ayah sahabatnya sendiri. Wajah Rivaldi bak pangeran dalam negeri dongeng dan pria itu nampak sempurna bagi Anya. Ia sudah mengagumi pria itu sejak ia masih kecil.
Kini pria itu berdiri di hadapannya dengan senyum menawannya membuat kaki Anya terasa lemas.
“Kita makan malam bersama ya?” kata Rivaldi untuk mengajak Anya.
Anya hanya bisa mengangguk pasrah. Sementara jantungnya tidak berhenti berdebar sejak tadi. Apa jadinya jika ia harus makan semeja dengan pria yang disukainya itu? Apakah jantungnya akan lepas dari sarangnya? Oh, semoga ini hanya mimpi.
A/N: Ada yang mulai gemes sama Anya? Hehhe… Uda pada pengen remes-remes Anya belum? Kalau belum tahu seperti apa kisah Anya waktu masih kecil, harus baca The Fragile Woman dulu ya.