2. Pria Dingin

1151 Kata
Lia bergegas masuk lift saat mendapatkan kabar dari Dila bahwa Daniel pulang hari ini. Sudah hampir dua minggu Lia bekerja di GORNOVSKY CORP. Dan selama itu juga, ia tak pernah bertemu dengan Daniel, yang tak lain adalah pria yang ia cintai selama ini. Sebelumnya Lia tak pernah menyangka, bahwa ia akan bertemu dengan Daniel. Tapi takdir seakan berkata lain. Semua pekerjaan Daniel, di limpahkan padanya, walau pun ia begitu kewalahan, Namun, apa daya, ini adalah sebagian dari pekerjaannya. Sedangkan Daniel sendiri, Lia tak tahu Bos-Nya pergi ke mana, rasa ingin tahu selalu ada, ke mana Daniel pergi? Dengan siapa ia pergi? Dan urusan apa? Pertanyaan itu selalu melingkupi dalam pikirannya. tapi ia merasa bersyukur juga dengan itu. Karena ia tak perlu repot-repot untuk menghindar dari Daniel, walau pun kedengarannya sangat tidak mungkin. Dan hari ini Daniel kembali. Ternyata selama ini pria itu berada di paris. Entah apa yang dirinya lakukan disana. Lia sangat hafal, tak ada agenda yang menjadwalkan Daniel ke sana. Mungkin Daniel menemui keluarganya. Ya, itu pemikiran positif yang lewat dalam otak Lia. Tapi terkadang pemikiran negatif pun tak jarang pula masuk ke dalam pikirannya. Seperti saat ini. Apa mungkin dia menemui kekasihnya? Lia menggeleng cepat, dia tidak ingin memikirkan itu, bagaimana pun Lia harus bekerja profesional dan tidak membawa urusan pribadi dalam masalah pekerjaan. Lia bernafas lega saat ia melihat ruangan Daniel masih kosong, tak ada tanda-tandanya kehidupan seseorang disana. Lia melirik jam tangannya. Pukul tujuh pagi. mungkin Lia-lah yang datang kepagian, ia geli sendiri mengingat dirinya terlalu bersemangat untuk datang ke kantor, saat mendengar kabar dari Dila, bahwa Daniel akan kembali hari ini. “Ehem ...” Deheman kecil membuat Lia mengalihkan tatapannya "Kau bermalam di sini?" tanya Daniel terdengar sendirian bagi Lia. "A-apa? tidak Sir, saya baru saja tiba," jawab Lia gugup. "Pagi sekali,” ujar Daniel seraya memasuki ruangannya. “Datang kepagian saja salah,” gumam Lia. Lia merutuki sikap Daniel yang dingin. pria itu benar-benar berubah, entah apa yang membuatnya berubah. Lia sendiri tak pernah tahu apa alasan Daniel merubah sikapnya sampai 180 derajat. *** Siang harinya. Daniel menghubungi Lia melalui interkom. "Pesankan aku makan siang,” perintah Daniel tanpa penolakan. Sedangkan Lia tercengang dengan perintah itu, pasalnya ia tak tahu apa yang harus ia pesan. "Apa yang harus aku pesan? waktu dulu Daniel sangat menyukai Beef Teriaki. Tapi itu dulu, apa mungkin kalau Daniel masih menyukai itu." Merasa bingung sendiri, akhirnya Lia memutuskan pilihannya jatuh pada Beef Teriaki. Ia siap mendapatkan amukkan dari Bos datarnya itu. 20 menit kemudian. Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu terdengar dari luar ruangan. "Masuk!" perintah Daniel. Lia segera masuk setelah mendapat jawaban dari dalam. Di bukanya pintu perlahan. Di tangannya sudah ada sekantong plastik berisi nasi Box. "Mau di simpan di mana, Sir?" tanya Lia tapi matanya tidak tertuju pada Daniel yang masih sibuk berkutat dengan setumpuk berkas-berkasnya. "Simpan di meja saja." Lia menurut, hendak keluar, tapi panggilan Daniel kembali menghentikannya. "Buatkan aku teh." Lia mendengus kesal, tapi tetap ia kerjakan. Oke, apa sekarang aku sekretarisnya yang mencakup sebagai OB juga? ke teraluan memang.-- Batin Lia mengumpat. Sedangkan di ruangan Daniel, ia mengernyit bingung saat melihat hidangan yang di bawakan dengan Lia. Beef Teriaki dengan taburan daun Parsley. Belum lagi tambahan Cup Cake bertoping kacang Almond Sebagai Dessert. Ketukan pintu kembali terdengar, tak lama Lia muncul dengan membawa tray yang sudah terisi secangkir teh dan beberapa stik sugar. Daniel memperhatikan setiap gerak gerik Lia. Lia merasa canggung. "Ini Sir. ada Lagi?" tanya Lia. "Kau..." Lia menunggu kelanjutan ucapan Daniel. "Bagaimana kau tahu makanan favoritku?" tanya Daniel. "A-apa? Ah, hanya kebetulan saja, Sir. hari ini saya juga ingin memakan Beef Teriaki, jadi sekalian saja saya pesankan untuk anda," kilah Lia. "Apa ini makanan favorit anda?" tanya Lia berpura-pura, tentu Lia bisa ingat dengan jelas makanan Favorit pria yang di cintainya. "Ya," jawab Daniel singkat seraya berpikir. "Apa kau juga menambahkan taburan daun Parsley dan memesan Cup Cake bertoping kacang Almond?" "Oh, iya tentu, menu makan siang kita sama hari ini, apa ada kesalahan dalam Dessert-nya, Sir? Saya akan mengganti yang lain kalau anda tidak suka menunya," jawab Lia berusaha menenangkan detak jantungnya yang seakan bertalu hebat. "Tidak, kau boleh pergi," jawab Daniel. “Kalau begitu saya permisi dulu, Sir." Pamit Lia menunduk hormat dan berlalu meninggalkan Daniel yang masih sibuk dalam pikirannya. Lia menekan dadanya kuat. Hampir saja jantungnya melompat keluar. Sepertinya Daniel benar-benar tak mengenalnya, Atau tidak mengingatnya sama sekali? Entahlah. Yang jelas ia merasa bersyukur tentang hal ini. Penampilannya benar-benar berhasil membuat Daniel tak mengingatnya. Brak! Pukulan keras di meja Lia, menguapkan lamunannya. Lia mendelik pada pelaku Pembuat onar tersebut, Sarah dan Safira adik kakak pembuat onar itu, selalu merusak lamunan Lia. "Apa kalian tidak memiliki pekerjaan?" tanya Lia ketus "Tentu saja ada, tapi ini jam istirahat, Lili,” jawab Safira tenang. "Lagi pula kami sudah memanggilmu berkali-kali, tapi kamu tidak dengar juga, jadinya menggebrak meja adalah pilihan tepat untuk menyadarimu yang hampir saja di dekati makhluk halus penunggu lantai ini," ujar Sarah, matanya menatap ngeri pada ruangan. "Ya. Mahluk halusnya adalah kalian,” jawab Lia sekenanya. "Sudahlah, Ayo ke kantin aku lapar,” ajak Safira. Lia menggeleng cepat. "Aku malas." "Ayolah, Li. Kau tidak tahu, ibu kantin selalu memasak masakan yang lezat." "Tapi-" Sarah dan Safira langsung menarik tangan Lia, sehingga ia tak bisa menolak lagi. *** Banyaknya karyawan membuat mereka bertiga kesulitan untuk mencari tempat duduk di kantin ini. Sampai akhirnya mereka menemukan tempat duduk yang berada dekat dari jendela. Kantin ini berada di lantai tiga. Dan satu lagi berada di lantai dasar. Tapi Safira dan Sarah lebih suka makan di lantai tiga. Mereka bilang makanannya jauh lebih enak. Entahlah, Lia patut mencoba makanan di lantai dasar, agar ia bisa membandingkannya. Setelah pesanan datang, mereka makan seraya berbincang-bincang. "Bagaimana bekerja di sini?" tanya Sarah sembari menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya. "Sangat membosankan," jawab Lia. "Are you sure? Kau menjadi sekretaris Mr. Daniel, apa dia terlalu keras?" Tanya Safira. Lia mengangguk. "Dia bos yang membuatku jengkel setiap saat." "Kenapa?" "Sikapnya angkuh dan dingin." "Kamu kecewa karena tidak berhasil menggodanya, ya?" tanya Sarah dengan memainkan alisnya. Lia mendelik. "Aku bukan kamu, Sarah." Sarah mencebikkan mulutnya. "Bos kita itu bukan angkuh, hanya saja irit dalam berbicara, dan berekspresi datar." Koreksi Safira. "Kau tahu Lia? Awal aku bekerja di perusahaan ini, aku berharap Mr. Daniel tertarik denganku, wajahnya yang tampan, dengan sikapnya yang wibawa membuat wanita di sini sangat tergila-gila dengannya." Aku Safira. "Aku rasa, tidak denganku,” jawab Lia seperlunya. "Kau tahu? Kata Pak Agustian, manajer keuangan itu, Mr. Daniel dulu tidak seperti itu, namun ada satu kejadian yang membuatnya berubah seperti sekarang." lanjut Safira, setelah berhasil mengunyah dan menelan bakso bulat-bulat ke dalam mulutnya. "Kejadian apa, ya?" tanya Sarah penasaran. “Memangnya pak Agustian dan Mr. Daniel sudah berteman lama ya? Tanyanya lagi. Safira mengedikan bahunya. "Aku sudah selesai, aku ke atas duluan ya," ujar Lia lalu pergi meninggalkan kedua temannya yang memandang kepergiannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN