Things Unexpected

1505 Kata
Tyrex mengelus bekas jarum infus yang baru saja tercabut dari lengannya. Bekas memar karena terlalu lama diinfus kini tampak membiru. Sudah hampir tiga minggu ia dirawat dan meski bekas jahitannya belum sepenuhnya pulih, luka itu masih terkadang nyeri dan belum kering, Tyrex kini dihadapkan menjadi tersangka. Tangan kanannya telah diborgol dan tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menentang ataupun memprotes. Terlalu banyak catatan kriminalnya dan tidak akan ada yang percaya bahwa dirinya adalah korban dan bukan penjahat sesungguhnya. Detektif yang bernama Ben mengatakan padanya dan juga Lexi, bahwa sudah jelas bukti yang berupa CCTV tersebut menggambarkan kejadian sebenarnya. Tapi masih saja dia disalahkan karena ada pihak yang menjadikan Tyrex sebagai kambing hitam. Alangkah menyedihkan menjadi manusia kerdil yang tidak memiliki pamor dan keberhasilan apa pun di dunia fana ini. Dirinya berakhir menjadi alas kaki siapa saja yang ingin membersihkan diri dari kejahatan yang telah mereka perbuat. Bahkan penegak hukum pun, seperti Ben Hardy, memilih untuk berbuat curang dengan mencuri hasil CCTV yang membuktikan bahwa seorang gadis telah menjadi sasaran target pembunuhan. Inikah dunia yang telah menjadi kubangan lumpur hidupnya? “Selamat pagi.” Lexi masuk dan menyapa Tyrex dengan senyum hangat. “Pagi.” Senyum Tyrex merekah dan dia bersyukur melihat dokter baik yang telah menyelamatkan nyawanya malam itu. “Aku tidak melihatmu selama beberapa hari?” tanya Tyrex. Lexi melihat catatan medis yang tergantung di sebelah depan tempat tidur. “Aku mendapatkan hukuman alias diskors karena menangani operasimu dalam status masih dokter magang. Kepala rumah sakit melarangku untuk mendekati dan mengunjungimu selama seminggu. Tapi hari ini, dia tidak ada di sini karena harus menghadiri selama sepuluh hari seminar medis di Seattle. Aku punya waktu sekarang.” “Dengan mencuri waktu.” Senyum Tyrex tersungging dengan gelengan kepala. “Ya. Dengan mencuri waktu.” Ada jeda hening sejenak dan Tyrex berusaha bangun untuk duduk. Gerakan yang sederhana itu ternyata membuat pegangan besi tempat tidur di sebelah kiri terlepas. Lexi membuka mulut dan menatap Tyrex tidak percaya. “Wooow! Aku tidak tahu jika kau sekuat itu, Trey!” serunya takjub. Tyrex terlihat meringis dan menganggap bahwa sekrup besinya mungkin sudah kendor. “Tenaga yang tersimpan selama ini ternyata keluar bersamaan,” sahut Trey dengan kikuk. Sementara berjongkok untuk memeriksa dan berusaha membetulkan besi tersebut, Lexi menanyakan mengenai penglihatannya selama ini. “Masih. Jauh lebih bervariasi bentuk mereka, tapi kurasa aku mulai membiasakan diri,” jawab Tyex terlihat penuh sesal karena menyebabkan Lexi kerepotan berjongkok di sampingnya. “Apakah bentuknya mengerikan? Maksudku terlalu banyak manusia yang meninggal dalam kondisi yang tidak bagus akhir-akhir ini.” “Ya. Terutama arwah yang meminta bantuanku untuk mengatakan pada anaknya bahwa dia menyimpan uang di bank sebagai peninggalan.” Trey meraih secarik kertas yang sepertinya sobekan dari kertas medisnya. Di kertas itu tertulis nama lengkap, kode yang berupa rangkaian angka dan juga alamat serta nama seorang wanita yang mungkin anak dari arwah tersebut. “Aku akan menyerahkan pada perawat dan mungkin kami punya catatan tersebut.” “Thanks, Lexi.” “Tidak masalah. Baiklah, aku harus menghubungi pihak teknisi supaya memperbaiki tepat tidurmu. Aku tidak memiliki obeng yang tepat dan jelas ini tidak akan membantuku,” ucap Lexi seraya melambaikan stetoskopnya dengan setengah bercanda. “Lexi,” panggil Tyrex. Wanita itu menoleh. “Terima kasih,” ucapnya lagi. “Sama-sama.” Senyum itu begitu menghangatkan jiwa Tyrex dan Lexi pun berlalu. ** Ben tiba di rumah sakit kembali untuk menagih janji Lexi padanya. Ketika melihat detektif itu, Chloe mencolek lengan Lexi dengan mata terbeliak. “Kau sangat tidak adil. Kenapa pria menarik selalu ada di sekelilingmu? Bahkan pasien kriminalmu saja terlalu seksi untuk menjadi kriminal!” bisik Chole dengan suara tertahan. “Chloe!” Lexi melotot dan mendorong sahabatnya untuk menjauh seiring Ben mendekat. “Kuharap aku mendengar kabar baik darimu, Dokter Dixon!” sapa Ben pada Lexi. Wanita itu tersenyum dan menarik Ben untuk menjauh dari meja perawat. Mereka berjalan ke arah mesin kopi dan duduk di sana. “Ibuku tidak bisa berjanji, Detektif Hardy ….” “Ben. Aku tidak begitu suka panggilan detektif,” potong Ben dengan cepat. “Ok, Ben. Gwen mengatakan jika orang tua dari gadis itu memintanya untuk menjadi pengacara yang menuntut, maka mustahil dia membela Trey.” “Robert Palmer yang memintaku untuk mencari tahu, kurasa aku bisa mengatur hal itu,” tukas Ben dengan tidak sabar. Lexi terlihat berpikir sejenak. “Kau mungkin detektif yang memiliki trik atau taktik jitu untuk kasus seperti ini. Tapi jika boleh menyarankan, mengingat kasus ini dirahasiakan sebagian dari buktinya, maka akan lebih baik lagi jika Ibuku tetap menjadi penuntut dari pihak gadis dan biarkan Trey menjadi tersangka.” Ben terdiam dan memandang Lexi dengan mengerutkan bibir. “Untuk seseorang yang tidak memiliki insting detektif, saranmu sangat cerdas,” ucap Ben mulai memahami arah pembicaraan Lexia. Lexi tersenyum senang atas pujian itu. “Trey akan tetap berada di rumah sakit ini hingga benar-benar pulih dan Gwen akan menjadi penjamin bahwa hukum akan tetap berjalan dengan adil.” Ben manggut-manggut akan kelanjutan saran Lexi yang cukup masuk akal itu. “Aku membutuhkan Trey untuk bisa mengenali oknum polisi yang menembaknya. Karena sejauh ini, ada dua polisi malam itu, tapi hanya satu yang menembakkan peluru pada mereka.” “Kau tinggal mencari tahu siapa pemilik peluru itu dari senjata mereka bukan?” “Masalahnya, bisa saja mereka bertukar pistol dan itu yang masih aku selidiki. Kedua polisi membuat laporan pada Richard, kaptenku, dan jelas bukan itu kejadian sebenarnya.” “Masalah ini begitu rumit dan aku tidak tahu harus bagaimana menjadi dirimu.” Keluhan Lexi membuat Ben tersenyum kecut. “Yang kuceritakan ini jauh lebih sederhana, Nona Dixon.” Lexi yang tadinya berniat akan beranjak akhirnya urung. “Ap-apakah ini berkaitan dengan politik? Karena aku bisa meminta Ibuku untuk waspada,” ucap Lexi mendadak gugup dan cemas akan keselamatan ibunya. “Kupikir hubungan kalian tidak baik. Ternyata kau masih menyisakan peduli pada ibumu,” sindir Ben dengan senyum. “Pertemuan kami yang terakhir membuatku menyadari jika Gwen tidaklah begitu buruk,” tangkis Lexi dengan kaku dan serba salah. “Tidak begitu buruk? Wah itu kemajuan yang bagus!” “Kau bukan psikiater dan berhenti menilai hubungan kami, Ben!” “Sorry, tapi kupikir itu langkah yang tepat. Tidak seharusnya ibu dan anak bermusuhan.” Lexi menunduk dalam-dalam. “Ya. Aku mendengar betapa dia mengkhawatirkan aku bahkan dengan dugaan konyolnya yang tidak masuk akal, aku justru melihat jika dia benar-benar peduli.” “Aku akan membocorkan sedikit hal yang mungkin bisa melegakan dirimu, Lexi.” Ben mencondongkan tubuhnya ke samping untuk mendekat pada gadis tersebut. “Gadis yang meninggal itu telah melarikan diri dari rumah selama dua bulan. Terakhir kali dia bertengkar dengan kedua orang tuanya lalu pergi. Robert dan istrinya dalam situasi hampir bercerai dan putrinya merasa depresi. Sekarang, setelah putri mereka mati dengan cara menggenaskan, keduanya sangat terpukul. Seandainya, ada kesempatan itu lagi untuk memperbaiki, mungkin putri mereka masih hidup.” Tubuh Lexi membeku dan merasa tersindir dengan bocoran yang baru saja Ben ungkapkan padanya. “Jadi ini semua hanya mengenai konflik keluarga?” Ben mencebikkan mulutnya. “Bisa saja. Tapi yang kutangkap bukan hanya itu, Lexi.” Kini masalah yang tadinya Lexi anggap sebagai kasus biasa, berubah menjadi hal yang membuatnya penasaran. “Kita sering mengabaikan kesempatan untuk mencintai seseorang, hanya karena peduli akan kekecewaan yang bisa dimaafkan. Jika terlanjur terpisah oleh kematian, bisakah ada kesempatan itu lagi?” “Ben, aku ingin terlibat.” Entah dari mana ide dan keberanian tersebut, tapi Lexi mendadak ingin sekali membantu Ben. Kisah yang menimpa gadis itu menumbuhkan simpati dalam hatinya. “Sudah ada total sebelas kasus remaja kabur dari rumah dan tidak pernah kembali. Tapi anehnya lagi, mereka berasal dari keluarga yang cukup berada. Sementara itu, jumlah anak jalanan yang masih remaja kini berkurang dan aku mulai menyelidiki sejak tiga bulan yang lalu. Faktanya, Lex, mereka menghilang begitu saja. Tidak mati, tidak juga berulah di tempat lain, hilang. Raib tanpa jejak.” “Tidak ada kematian yang menjelaskan?” Ben menggelengkan kepala. “Apa kesimpulan gilamu, Ben?” Ben Hardy menoleh dan menatap Lexi dengan sedikit ragu. “Ayolah! Aku akan membantu mencari tahu catatan rumah sakit mengenai kematian yang tidak diklaim oleh keluarga!” “Ada pihak yang merekrut mereka, entah untuk tujuan apa. Yang jelas, itu bukan hal baik. Mempekerjakan remaja bukan hal yang dilegalkan di negara kita. Sementara, jika mereka memberi para remaja tempat naungan tidak juga kutemukan . Mustahil hal itu disembunyikan oleh pihak tersebut. Aksi sosial biasanya tidak pernah tersimpan dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.” “Dengan kata lain?” Ben menelan ludah dan menyilangkan tangan di d**a. “Dengan kata lain, ada yang berusaha mengumpulkan anak-anak muda dengan dua dugaan sementara. Pertama, untuk menjadi bandar n*****a yang akan menyelundupkan barang ke negara lain. Dugaan kedua, mereka sedang melatih anak-anak ini menjadi sesuatu yang tidak baik demi keuntungan organisasi mafia.” Lexi tidak pernah menyangka jika buntut dari kasus penembakan yang melibatkan Tyrex akan melebar menjadi kasus besar. Ada detak jantung yang terpacu cepat dan Lexi menyukai adrenalin yang ia rasakan saat ini!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN