“Aku ingin membantu. Libatkan aku, Ben!” tegas Lexi kembali.
Permintaan Lexi membuat Ben terkejut.
“Kau tidak takut?”
“Aku? Takut? Ayolah! Kupikir aku bisa membantu dengan beberapa hal yang kau butuhkan. Mungkin mencari tahu dari catatan rumah sakit atau bicara pada ibuku. Gwen pasti mengetahui banyak hal.”
Ben tidak menduga dokter muda yang pernah ia dengar dari Richard sebagai putri dari sahabatnya ini ternyata memiliki nyali yang cukup besar.
“Richard pernah mengatakan jika tidak bisa melibatkan ….”
“Jangan pedulikan apa yang Richard katakan! Dia berhutang budi padaku!” sambar Lexi dengan cepat.
Ben mengerutkan kening dan heran saat Lexi melontarkan kata-kata itu.
“Kamu bukan putri dari sahabatnya, bukan?”
Lexi membuang muka dan terlihat muram.
“Lebih tepatnya, aku putri dari sahabat yang istrinya dia tiduri!”
Ben terhenyak dan tidak menyangka akan masa lalu kelam antara kaptennya dan keluarga Dixon.
“Dia berhutang budi atas masa depan dan kebahagiaanku. Gara-gara pria itu, aku menjadi seperti sekarang!”
“Maaf. Aku …. aku tidak akan mencoba mengulik, Lex. Itu sangat memalukan sepertinya.”
“Yeah. Lupakan. Aku akan memastikan Trey aman dan sehat, sementara kau menyelidiki lebih jauh lagi. Deal?”
“Apa yang kau harapkan, Lexi?”
Lexia bangkit dan memasukkan kedua tangan di saku jas dokternya.
“Kesempatan yang lebih baik bagi semua remaja itu. Semoga tidak ada lagi remaja yang menjadi korban.”
Ben tersenyum dan mengangguk.
“Deal!”
Keduanya berpisah dan Lexi merasakan hatinya jauh lebih ringan sekarang.
##
Bekas jahitan itu hampir tidak meninggalkan jejak. Hanya garis berwarna merah yang kini kian memudar. Tyrex sudah bisa bergerak bebas, meskipun gelang pendeteksi aktivitas melingkar di pergelangan kakinya.
Jika dia menjauh lebih dari sepuluh meter, maka alarm akan berbunyi dan polisi yang menjaganya segera meringkus. Dia secara tidak langsung sudah terpenjara walau kondisi kamarnya jauh lebih manusiawi.
Lexi masuk bersamaan dengan perawat. Mereka menyapa Tyrex dengan ramah dan kerlingan perawat muda itu tertangkap oleh mata Lexi.
Semua menyukai dan mengagumi ketampanan Tyrex. Pemuda yang mungkin seumurnya itu memang sangat menawan dan seksi.
Tubuhnya tegap berotot, dengan tattoo yang memenuhi lengan juga punggungnya.
Matanya biru laut terang dengan kulit cokelat terang seperti dirinya, yang merupakan hasil dari pernikahan campur.
Mereka berdua memang sangat eksotis.
Tapi Tyrex lebih mirip seperti pria latin dengan mata birunya yang mempesona dan menghanyutkan. Dagunya terbelah dan rambutnya yang sedikit ikal, panjang sebahu, tampak sempurna.
Begitu perawat itu pergi, Lexi berniat menggodanya.
“Mereka menyukaimu,” cetusnya dengan senyum terkulum.
Tyrex segera memakai bajunya buru-buru.
“Aku tidak bermaksud untuk … pamer.” Terlihat jelas pria itu tersipu dan tidak memiliki karakter unjuk diri dengan sengaja membuka baju di depan wanita hanya untuk mendapatkan simpati.
“Aku tahu.” Lexi membantunya menyiapkan obat dan mengangsurkan padanya.
“Matamu hampir sama denganku. Hanya saja, warna abu-abu yang ada di manik mata tengah, jauh lebih istimewa,” puji Tyrex seperti tidak sadar.
Tidak seperti biasanya, Lexi mendadak gugup dan buru-buru menjauh. Tidak pernah ada yang memuji matanya dan itu membuatnya jengah.
Pria mana pun memang selalu berusaha memikat dengan mengatakan hal-hal menarik mengenai fisiknya. Tapi Tyrex, hanya mengatakan tentang matanya dan itu cukup membuat Lexi berdebar.
“Aku mewarisi mata ayahku,” ucap Lexi untuk menghilangkan kegugupannya.
“Kedua orang tuaku adalah imigran dari Botswana, Afrika.”
Lexi menoleh dan mengerutkan kedua alisnya.
“Oh, ya? Kurasa kita berdua senasib. Kulit hitam tidak, putih pun juga tidak.”
Tyrex tersenyum dan mengangguk.
“Ibuku berdarah latin yang sebetulnya dari keluarga yang cukup. Menikah dengan ayahku yang n***o adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Mereka melarikan diri dalam pernikahan yang ditentang keluarga ibu. Sayang, keduanya berakhir mati dan belum sempat merasakan indahnya pernikahan terlarang.”
Lexi merasakan matanya merebak dan ia buru-buru menunduk untuk menghindari Tyrex memergokinya.
“Hidup memang penuh dengan kepahitan, bukan? Aku bahkan memiliki keinginan untuk tidak akan pernah melahirkan anak, karena dunia ini terlalu kejam untuk keturunanku.”
“Yah. Terlalu kejam …,” gumam Tyrex dengan wajah menerawang.
“Besok mungkin menjadi akhir dari keberadaanku di sini. Aku harus kembali ke tempat di mana aku berada, penjara.”
Lexi menghela napas dan tidak ingin itu terjadi secepatnya.
“Aku berjanji akan mengunjungimu, jika kau tidak keberatan.”
Tyrex terkejut dan menoleh ke arah wanita yang begitu baik selama ini.
“Kenapa kau memperlakukan aku begitu layak dan pantas, Lexi? Apakah tidak pernah kau merasa malu berteman denganku? Wanita terhormat sepertimu?”
“Kau terdengar sangat konyol dengan perkataanmu, Trey! Aku? Wanita terhormat? Jangan bercanda!”
“Setidaknya kau jauh lebih baik dari segi kelas dan status sosial.”
“Pembicaraan receh ini? Sangat tidak menyenangkan dan kurang menarik!”
Tyrex tertawa kecil dan duduk di tepi pembaringan.
“Aku tidak pernah menempuh pendidikan formal, hidup di jalanan mungkin sejak usia tujuh tahun, aku lupa tepatnya. Bersembunyi di perpustakaan tua, karena panti asuhan memperlakukan diriku dengan sangat buruk. Aku terkenal dengan sebutan carnivore man, karena selalu mengkhianati siapa pun, termasuk temanku sendiri. Aku bukan pria baik yang layak kau perlakukan seperti ini.”
“Orang bisa berubah. Aku berubah. Bertahun-tahun memusuhi Ibuku dan akhirnya menyadari bahwa wanita tua itu layak mendapatkan pengampunan. Mungkin ini kesempatanmu yang kedua, Trey.”
Tyrex mengangguk sementara hatinya berdenyut.
“Masalahnya, aku menyukai kondisi depresi dan sepertinya sulit melepaskan dari dalam jiwaku.”
“Kau hanya butuh teman dan orang yang percaya padamu, Trey.”
“Bagaimana mereka menjadi temanku? Aku selalu mengkhianati mereka, Lexi.”
Hening sejenak melanda dan Lexi akhirnya kehilangan kata-kata. Ini juga menjadi dilema baginya. Lexi sulit menerima orang dengan mudah.
Dekat dengan Chloe saja tidak membuatnya terbuka dan mereka tidak pernah keluar bersama sebagai teman. Hubungan mereka hanya sebatas di tempat kerja dan tidak lebih.
“Kita bisa membuat kesepakatan, Trey. Aku juga sepertimu. Benteng yang kubangun terlalu tebal dan tidak membiarkan orang lain menjadi bagian dari hidupku sedikit pun. Mungkin dalam kondisi ini, kita bisa tampil apa adanya tanpa menutupi. Kita bisa mengandalkan untuk saling menerima satu sama lain dan sesekali mengingatkan di kemudian hari. Menjadi pribadi yang lebih baik, mungkin?”
“Hahaha … idemu seperti sebuah ikatan pernikahan yang mencekik, Lexi!” kekeh Tyrex dengan geli.
Lexi akhirnya turut tertawa dan baru menyadari bahwa semua memang terdengar menggelikan.
“Aku terlalu melankolis. Ini bukan diriku, kau benar-benar pengaruh buruk untukku, Trey!”
Keduanya terus bercanda dan saling melemparkan kelakar.
Menemukan seseorang yang juga berada dalam kegelapan adalah keberuntungan yang menyenangkan. Untuk mendapatkan kesempatan seperti ini, Lexi dan Trey bersyukur diam-diam dalam hati masing-masing.
Mungkin jika keduanya jujur dan tidak menyimpan sungkan, kalimat yang tepat adalah: jadikan aku andalanmu, kapan saja!