Salah satu dari tiga pria berseragam itu memasang brogol di tangan Tyrex dan Lexi menatapnya dengan hati yang gundah. Tidak seharusnya dia mendapat perlakuan seburuk ini.
Semua penembakan itu bukan kiprahnya dan menjadi kambing hitam adalah hal paling tidak menyenangkan.
“Aku akan mengabarimu, begitu Trey mendapat kelonggaran,” janji Ben pada Lexi.
Mereka berlalu dari rumah sakit dengan tatapan penuh penyesalan dari para wanita. Pria setampan Tyrex, tidak seharusnya menjadi penjahat.
“Kau belum mengenalkan detektif seksi itu padaku, Lexia Dawson!” bisik Chloe dengan kesal.
“Sebentar lagi. Ben akan menghubungi cukup intens dan kesempatanmu akan datang, Nona Yang!” sahut Lexia dengan senyum.
**
Gwen memijit dahi dan pemuda yang harus dijaminnya itu ada di ruangan sebelah.
“Aku tidak bisa meminta jaminan pada hakim, Ben. Tapi mungkin atasanmu bisa,” keluh Gwen pada detektif itu.
“Kenapa kau tidak mengatakan langsung? Permintaanmu akan dikabulkan tanpa pertimbangan lama, Nyonya Dixon!”
“Aku ….” Gwen mendesah dan tidak tahu harus mengatakan apa.
Richard adalah pria yang menjadi penyebab retaknya rumah tangga dulu. Setelah berpisah dengan pria tersebut sekian lama, Gwen masih merasakan cinta yang mendalam.
“Rupanya ada rahasia yang tidak aku ketahui. Baiklah, aku akan menyampaikan pada Richard untuk mendukung permintaanmu. Seharusnya tidak sulit karena Trey bukan penembak langsung yang membunuh putri tuan Palmer,” ucap Ben kemudian dengan paham.
Wanita berambut pirang yang masih terlihat menawan pada usia empat puluh lima tahun itu tersenyum kecut.
“Thanks, Ben.”
**
Tyrex heran ketika akhirnya Ben mengatakan bahwa dirinya akan tinggal dengan detektif itu untuk sementara waktu.
“Kau ada dalam perlindunganku, karena kasusmu mendapat pertimbangan dari hakim sebagai penyebab tidak langsung. Selama penyelidikan, kau akan tinggal bersamaku hingga persidangan.”
“Semudah itu?” tanya Tyrex tidak percaya.
Ben tersenyum menganggukkan kepala. Borgol itu terlepas dari tangannya dan Tyrex tampak lega.
Keduanya berjalan keluar dari ruangan dan Ben meminta untuk menunggu sebentar.
“Kau akan kembali memakai gelang digital untuk mendeteksi pergerakanmu. Jika kau menjauh dariku lebih dari sepuluh meter, maka alarm akan berbunyi dan polisi akan mengejarmu. Jika kau mencoba melepaskan gelang itu, hal yang sama akan terjadi. Kau paham, Trey?”
Tyrex mengangguk gugup.
Berkali-kali dirinya mengalami situasi ini. Keluar masuk penjara dan menjalani hidup sebagai pecundang. Namun entah kenapa, sebelumnya dia tidak memiliki beban untuk mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Apa yang Ben katakan baru saja, membuat Tyrex tidak ingin mengecewakan dan dirinya takut jika kegilaannya kembali lagi.
“Ok. Semua selesai dan kita bisa pulang!” ajak Ben dengan ringan.
Tyrex hanya mampu mengikuti dan bungkam. Sepanjang perjalanan, pemuda itu tampak gelisah.
“Ada apa denganmu, Trey?” tanya Ben dengan khawatir.
“Ti-tidak ada apa-apa,” sahutnya tergagap. Sesekali ia menoleh ke belakang dan mukanya menjadi pucat.
Ben hanya menganggap jika Tyrex masih mengalami trauma atas kejadian yang pernah menimpanya dulu.
“Tuan Hardy, apakah kau pernah membawa seseorang di mobilmu belakangan ini? Seseorang yang akhirnya mati?” tanya Tyrex dengan cemas.
Ben mengerutkan kening dan tampak heran bercampur bingung.
“Ya. Tiga hari lalu, ada seorang wanita yang kena tabrak lari dan aku harus membawanya karena ambulans tidak juga datang,” jawab Ben. “Kenapa?”
“Wanita itu mengatakan jika dirinya membawa kartu pengenal di saku celana belakang. Tidak seharusnya dia mati sebagai Jane Doe. Keluarganya sangat cemas saat ini,” ucap Tyrex dengan suara gemetar.
Ben mendadak menghentikan mobil, lalu menepi dan menatap Tyrex dengan tajam.
“Bagaimana kau bisa tahu, Trey?”
“Ka-karena dia ada di kursi belakang saat ini, Tuan Hardy.”
“Ben saja, panggil aku Ben! Bagaimana dia ada di belakang? Aku tidak melihat apa pun!” teriak Ben mulai kesal dan menduga dia sedang dipermainkan.
“Wanita itu berambut merah dan memiliki tato huruf mandarin di belakang kuping. Hidungnya sedikit bengkok dan luka yang parah adalah di kepalanya.” Tyrex mendeskripsikan semua dengan tepat.
Ben merasakan bulu kuduknya merinding.
“Ke-kenapa kau bisa tahu semuanya, Trey? Jelaskan padaku!”
Dengan terbata-bata, Tyrex menerangkan apa yang terjadi padanya setelah pasca operasi tersebut.
Ben mengusap dagunya dengan gugup dan bergumam jika ini tidak benar.
“Entah kau percaya atau tidak, tapi itu yang terjadi padaku dan Lexi.”
“Lexi juga?!”
Tyrex mengangguk. Detektif itu tampak gusar dan sulit mempercayai begitu saja.
Ben terdiam dan akhirnya keluar mobil untuk mencari udara segar, demi meluruskan pikirannya yang kalut oleh berita yang cukup mengganggu dirinya tersebut.
Jalanan cukup sepi dan hanya truk besar lewat sesekali. Apartemen Ben tinggal lima menit lagi, tapi dia masih memilih untuk mencari alasan masuk akal atas penjelasan Tyrex barusan.
Pemuda itu keluar menyusulnya dan berdiri sembari menyandarkan tubuh di mobil dengan kedua tangan di saku.
“Kau terdengar seperti orang gila yang sedang meracau, Trey.”
“Aku tahu. Teleponlah bagian otopsi dan buktikan semua ucapanku, Ben.”
Dengan gusar, Ben merogoh ponsel dan melakukan hal yang Tyrex sarankan. Begitu fokusnya Ben menelepon dan mengarahkan petugas yang bekerja malam itu, hingga tidak menyadari ada sebuah truk dengan bak belakang, sedang melaju kencang ke arahnya.
Tyrex yang melihat itu mencoba memperingatkan Ben.
“Ben, awas!”
Detektif itu mengacungkan tangan untuk meminta Tyerx menunggu. Dalam beberapa detik kemudian, sinar lampu menyorot dan Ben baru menyadari jika ada truk yang menuju ke arahnya.
Seseorang kemudian berlari untuk melindunginya dan truk tersebut terpelanting ke belakang dengan suara yang keras. Teriakan pengemudi terdengar histeris.
Ben menurunkan kedua tangan yang terangkat untuk menutupi kepalanya dan melihat Tyrex berdiri tepat di depan.
“K-k-kau mendorong mo-mobil itu hi-hingga te-terpelanting, Trey! Ka-kau membuat mobil itu terpelanting!”
Ben berteriak dengan kalimat terputus karena syok dan histeris.
“Ma-maafkan aku, Ben. Aku tidak tahu.” Tyrex hanya menatap Ben dengan wajah putus asa.
“Siapa kau sebenarnya?” desis Ben dengan wajah mulai percaya dan ingin mencari tahu lebih lagi.
“Bantu aku, Ben. Aku menjadi semakin aneh …,” sahut Tyrex dengan suara tercekik.
Satu kekuatan lagi telah Tyrex miliki.
Ramalan Wilson, pria tua penjual kopi dan roti yang ada di dekat perpustakaan tua itu, pernah mengatakan bahwa akan ada perubahan yang besar dalam hidup Tyrex.
Seandainya saja Tyrex bisa memahami, mungkin tidak akan panik seperti sekarang ini.
Seandainya saja Tyrex mau menyempatkan waktu dan bertanya dulu pada Wilson, mungkin ini tidak akan menjadi dilemma dan ketakutannya.
Tyrex mampu melihat orang yang sudah meninggal dan kekuatannya menjadi berlipat ganda. Jelas-jelas, dirinya tidak lagi menjadi manusia biasa. Tyrex memiliki kekuatan supernatural yang sangat mengerikan, sekaligus mengagumkan!
“Berhenti panik, masuk ke mobil dan jangan tinggalkan tempat dudukmu!” perintah Ben dengan cepat mengatasi situasi mereka.
Tyrex masih tampak gemetar dan masuk ke dalam cepat-cepat.
Detektif itu segera menelepon nomor 911, untuk melaporkan kejadian yang kini harus ia rekayasa.
Siapa yang akan mempercayai manusia bisa mendorong sebuah mobil hingga jungkir balik dalam satu gerakan?