Believe

1176 Kata
Ben menjabat tangan kapten pemadam kebakaran dan mengatakan jika dia harus segera pulang. Pria pemimpin unit kebakaran tersebut mengangguk dan menjawab tidak perlu khawatir. Segera setelah urusannya selesai, Ben bergegas masuk mobil dan mengendari kendaraannya meninggalkan tempat kecelakaan. “Sopir itu bersumpah tidak mengerem. Apakah polisi akan percaya dengan pernyataanmu, Ben?” tanya Tyrex khawatir. “Pengemudi itu mabuk dan kadar alkohol dalam darahnya sangat tinggi. Tidak akan ada yang percaya pada seorang pemabuk!” sahut Ben tenang. Tyrex terdiam dan menelan ludah untuk menghilangkan kecemasannya. Setelah menempuh dua puluh menit perjalanan, mereka tiba di rumah Ben. Tyrex menempati kamar yang ada di lantai dua dan Ben mengatakan jika perlu apa-apa dia ada di bawah. “Thanks,” sahut Tyrex pelan. Ben memintanya untuk istirahat dan dirinya sangat lelah saat ini. Sejak kasus yang melibatkan Tyrex dan putri Robert Palmer, Ben hampir tidak tidur. Dia harus mengumpulkan semua bukti yang mungkin terkait. Selain itu, oknum polisi yang menembak adalah seseorang yang ia kenal dengan baik. Rasanya tidak mungkin Jack Winsley dan rekannya, Burt Cooper, melakukan hal tersebut. Konspirasi yang mungkin melibatkan pihak lain tersebut sepertinya terlalu mengada-ada. Namun setelah menghadapi apa yang Tyrex bisa lakukan barusan, Ben mulai berpikir lain. Dunia ini mungkin menghadapi banyak kegilaan. ** Keesokan harinya, Ben terbangun dan mencium aroma bacon (daging asap tipis) dan telur. Setelah mencuci muka dan sikat gigi, Ben melenggang keluar. Aroma kopi menyeruak dengan tajam. “Pagi,” sapa Tyrex dengan kikuk. “Kau menyiapkan sarapan?” tanya Ben seraya menuang kopi. “Kita tidak sempat makan malam, jadi kupikir pagi ini butuh asupan energi yang besar.” Ben tersenyum dan menatap pria yang mungkin seumur dengan adiknya, jika dia punya saudara. Sayangnya Ben sebatang kara karena orang tuanya sudah meninggal dan dia tidak memiliki saudara kandung. “Kita tidak akan pergi kemana-mana hari ini, Bung! Aku ingin bertanya banyak hal padamu.” Ben menyeruput kopi dan duduk di meja makan yang cukup tinggi tersebut. Kursinya memang mirip dengan kursi tinggi di bar dengan jumlah empat kursi saja. Ben sengaja mendesain dapur dan meja makannya menjadi simpel dan sederhana. Tyrex meletakkan piring yang lengkap dengan bacon, telur omelet dan juga sosis untuk Ben, lalu keduanya segera bersantap. “Apakah kau ingin tahu kemampuanku yang muncul setelah penembakan? Aku tidak yakin kau percaya,” sahut Tyrex dengan lirih. Ben mengunyah omelet dan memuji dalam hati, bahwa Tyrex sangat berbakat dalam hal memasak. Dia tidak pernah puas akan omelet buatan orang lain, kecuali mendiang istrinya. “Try me! Mungkin aku bisa bersikap yang tidak pernah kau duga.” Tyrex tersenyum samar. “Aku bisa melihat arwah yang seharusnya tidak nampak bagi manusia lainnya. Ketika aku mencoba bicara dengan Lexi, dia mengatakan jika dirinya juga memiliki kemampuan yang sama. Hanya saja, Lexi tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Tentang kekuatan tadi malam, aku mengalami pertama kali di rumah sakit. Tapi kupikir itu hal yang sepele dan kebetulan saja. Tadi malam adalah momen yang membuatku juga yakin bahwa aku memiliki sesuatu yang aneh dalam diriku.” “Seberapa aneh? Maksudku, apakah kau bisa mengangkat apa saja? Apakah kau bisa berkomunikasi dengan arwah sesukamu, atau harus mereka yang muncul lebih dahulu?” “Menjungkir balikkan mobil adalah kekuatan yang terbesar saat ini yang bisa aku lakukan. Aku tidak tahu seberapa kuat lagi aku bisa mengangkat benda berat. Mengenai arwah, aku bisa melihat kapan pun aku mau.” Ben menghabiskan omelet terakhirnya dan makanan di piring licin tidak tersisa. “Ok. Aku sudah menelepon salah satu teman ilmuwanku dan dia mengatakan tidak bisa membantu karena resikonya sangat buruk. Kau akan dijadikan kelinci percobaan dan aku yakin, kau tidak mau itu terjadi. Omelet ini mengingatkan aku pada seseorang,” ucap Ben dengan puas. “Bisakah kita menangani semua ini sendiri? Aku tidak akan menyakitimu, Ben. Kurasa kesempatan kedua ini adalah cara Tuhan untuk memberiku waktu bertobat.” “Kau percaya Tuhan?” Tyrex menatap Ben dengan mata sendu. “Selalu.” Detektif itu tertawa sumbang dan menuangkan jus jeruk ke dalam gelasnya. “Kau tidak percaya, bukan?” tanya Tyrex. “Entahlah. Sulit mengatakan. Kisah hidupku sangat tidak menyenangkan dan aku tidak melihat Dia sebagai penolongku.” “Tuhan hadir bukan sebagai penolong seperti pemadam kebakaran yang menanggapi panggilan dari unit 911, Ben. Dia hanya terlihat untuk orang yang benar-benar percaya padaNya. Mungkin banyak hal yang kau alami sebagai campur tanganNya, namun kau selalu menyangkal.” “Jadi aku sekarang sebagai orang yang buruk? Itukah maksudmu, Trey?” “Tidak! Aku tidak menghakimimu sama sekali!” tangkis Tyrex buru-buru. “Tapi seseorang mengatakan padaku bahwa kau dulu sangat mempercayakan semua hidupmu pada Allah.” Kening Ben berkerut. “Seseorang? Kau tidak mengatakan bahwa dia adalah arwah juga, bukan?” tanya Ben terkesan mencemooh. “Bukan sembarang arwah. Seseorang itu adalah wanita yang selalu membuatkan omelet untukmu. Dia yang memberitahuku bagaimana memasak omelet yang kau sukai.” Gelas di tangan ben terjatuh di meja dan tumpah membasahi semuanya. Seketika tubuhnya terasa merinding dan hatinya berdebar kencang. “Tanya sudah mati dan dia tidak mungkin ada di sini!” desis Ben dengan geram. “Jadi di mana kau mengharapkan dia seharusnya? Surga? Lalu kenapa kau mengatakan jika tidak mempercayai Tuhan?” “Jangan menceramahiku, Trey! Kaulah penjahat sebenarnya! Mencoba memanipulasi pikiranku?! Penjahat sampah sepertimu, seharusnya ada di penjara dan membusuk!” teriak Ben dengan kalap dan meninggalkan dapur dengan langkah cepat. Tyrex tertegun. Dia tidak menyangka jika Ben begitu sensitif saat ia menyebut wanita yang bernama Tanya. Pemuda itu tahu, Tanya adalah mendiang istrinya yang meninggal saat kecelakaan. Yang Tyrex tidak tahu, Ben menyembunyikan itu dari siapa pun! ** Siang itu Tyrex menghabiskan waktu dengan membenahi ruang garasi Ben. Dia melihat banyak sekali tumpukan barang yang berantakan. Dengan cekatan, Tyrex mengumpulkan dan memasukkan ke dalam boks sesuai dengan jenisnya. Tidak banyak yang masih bisa dipakai lagi, tapi dia memilih untuk tidak menyortirnya sedikit pun. Ben muncul dengan kedua tangan di saku. “Dia telah meninggal sembilan tahun yang lalu.” Tyrex berhenti melakban kardus dan menoleh ke belakang. Dengan helaan napas pendek, Tyrex berdiri dan mengangguk. “Ya. Dia sudah menceritakan semuanya padaku,” sahut Tyrex pelan. “Aku tidak ingin membahasnya dengan siapa pun, Trey. Jadi kuharap, kita menyimpan semua ini dalam diam.” Tyrex kembali mengangguk dan tidak melontarkan tanggapan lagi. “Maafkan aku telah mengatakan hal yang sangat buruk tadi. Kau tidak pantas menghuni penjara. Aku tahu kau anak yang baik, kesempatan itu kuberikan karena aku percaya padamu.” “Tidak apa-apa. Aku yang dulu memang tidak jauh berbeda dari yang kau ucapkan tadi. Tapi aku ingin menggunakan kesempatan ini dengan baik, Ben.” Detektif itu tersenyum dan mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat. “Kita akan menemui Lexi. Dia memiliki informasi yang sangat berguna bagi kita!” serunya dengan lantang dan kembali bersemangat. Tyrex segera membereskan semua dan menyambar jaket yang ada di dekatnya. Keduanya segera bergegas menuju ke rumah sakit. Dua manusia yang sangat rapuh, mencoba saling menopang dan memahami. Bahwa dunia ini tidak ada yang mudah untuk mereka lalui. Mungkin saling memberikan kesempatan satu sama lain adalah sikap paling tepat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN