Dinner Talk

1111 Kata
Ben memasuki ruang jenazah, sementara Tyrex memilih untuk menunggu di luar. Lexi yang mengantar Ben ke dalam, segera menarik salah satu loker pendingin yang menyimpan tubuh para pasien mereka. Hari ini telah ditemukan seorang gadis yang berusia enam belas tahun dalam kondisi tidak bernyawa, dan tidak ada keluarga yang melaporkan tentang kehilangan putri mereka. “Sepertinya dia sendiri. Sudah lima jam yang lalu kami memberitahu lewat media, belum ada yang datang untuk mengaku sebagai keluarganya.” Lexi membuka kain penutup dan memperlihatkan pada Ben penyebab kematiannya. “Bekas suntikan di kedua tangan menunjukkan bahwa n*****a jelas menjadi alasan utama kematian gadis malang ini. Tapi, setelah kami otospi dan selidiki, inilah hasilnya!” Lexi mengangsurkan catatan hasil otopsi mereka. “Di mana dia ditemukan?” tanya Ben. “Dekat rel kereta api. Para gelandangan yang menemukannya pertama kali.” Lexi terlihat prihatin memandang wajah cantik manusia yang kini tidak lagi memiliki jiwa tersebut. Ben meneliti dengan seksama. Kadar n*****a dalam sisa darahnya tidak begitu tinggi. Presentasenya sangat kecil. Semua organ vital terlihat normal, kecuali jantung yang didiagnosa telah mengalami serangan. Dengan wajah heran, Ben menatap Lexi. “Dia baru berusia enam belas tahun. Kondisi fisiknya terlihat normal dan sehat, tapi dia terkena serangan jantung?!” “Sudah kukatakan ada yang tidak masuk akal dan aneh. Tapi kembali lagi, bukti mengarah pada penyebab kematian karena serangan jantung.” Ben menghela napas berat dan akhirnya mengambil foto gadis yang malang tersebut. “Aku akan lihat dalam laporan anak-anak hilang. Terima kasih, Dokter! Kau sangat membantu!” “Sama-sama!” sahut Lexi dengan senyum hangat. Mereka keluar dan Tyrex tersenyum kikuk. “Maukah kau datang untuk makan malam, Dok? Aku bisa masak lasagna dan dijamin kau tidak akan berhenti pada potongan pertama, seiring gagalnya dietmu malam nanti!” tanya Ben. Lexi tertawa geli. Sekilas ia melirik Tyrex yang bingung harus menimpali apa. “Baiklah. Aku akan membawa wine nanti malam,” sambut Lexi. Ben menepuk pundak wanita muda itu dan berpamitan. “Kau mengundangnya makan malam?” tanya Tyrex berbisik sembari berjalan menuju lift. “Aku hanya mengartikan sikapmu dan arti tatapan Lexi yang jelas terlihat bahwa dia menyukaimu!” Tyrex merasakan pipinya memanas. “Dia seorang dokter, Ben. Jangan membuatku seperti badut.” “Kau salah! Dia hanya seorang wanita yang membutuhkan pria sederhana sepertimu.” Tyrex mengeluh dalam hati dan memilih terdiam. Ben melirik pada Tyrex sementara tersenyum. ## Ben tertegun ketika membuka pintu dan Lexi datang bersama temannya, Chloe. Setelah tahu bahwa Ben mengundang makan malam, Chloe setengah memaksa untuk ikut. Temannya memang sangat mengagumi dan tergila-gila pada Ben. Detektif yang baru datang beberapa kali ke rumah sakit mereka itu berhasil membuat hati Chloe luluh seketika. “Maaf, aku membawa teman. Tadinya aku sudah menelepon, tapi mungkin kau sibuk memasak, jadi ….” Lexi mengedikkan bahu seraya menatap Ben serba salah. “Hei, tidak apa-apa. Masuklah! Kami baru saja selesai menata meja dan kalian datang tepat waktu!” sambut Ben dengan gembira. Chloe tersenyum bahagia dan mereka segera melenggang ke dalam. Tyrex terlihat meletakkan ayam yang baru saja keluar dari oven. “Hmm … aromanya membuatku sangat lapar!” Lexi kagum akan hidangan yang mereka siapkan. “Lasagna adalah kreasiku, tapi kurasa Tyrex malam ini yang akan membuat kesan luar biasa dengan ayam panggangnya!” kelakar Ben. “Aku hanya memasak berdasarkan buku resep yang ada di sana. Aku belum pernah mencoba!” kelit Tyrex kikuk. “Buku resep? Buku resep yang mana?” Ben tidak mengingat pernah membeli buku memasak, atau majalah tentang resep sedikit pun. “Buku milik Tanya,” sahut Tyrex ringan. Ben terhenyak. Ia sempat menunda selama beberapa detik sebelum akhirnya duduk dan mempersilahkan semua untuk melakukan yang sama. Suasana hening dan akhirnya Tyrex merasa bersalah. “Di-dia yang memberikan padaku, Ben. Aku tidak tahu harus ….” “It’s ok, Trey. Duduklah. Kita akan segera bersantap,” potong Ben dengan lembut. Chloe mulai menyimpulkan hal yang membuat dirinya cukup merinding. “Apakah kalian berdua memiliki kemampuan yang sama?” tanya wanita yang berdarah korea tersebut dengan wajah meringis, pada Tyrex dan Lexi. “Dia jauh lebih kuat ….” “Karena bisa berkomunikasi.” Tyrex dan Lexi saling melengkapi kalimat mereka. Chole tersenyum. “Ok. Sangat romantis sekaligus mengerikan! Bisakah kita berganti topik?” timpal Chloe. Ben tertawa dan mulai menyukai humor teman Lexi tersebut. “Kau tahu mengenai kemampuan Lexi?” tanya detektif itu. “Aku satu-satunya manusia yang tahan dengan sifat pemarah dia, jadi, ya. Aku tahu mengenai hal itu.” Lexi melotot begitu Chloe melontarkan kalimat itu. “Aku tidak pemarah, itu disebut dengan kritis!” “Yeah. Kau benar, Lex. Kritis adalah hal paling bagus untuk disampaikan pada seniormu yang sangat tidak suka menerima bantahan.” Chloe kembali menuturkan fakta mengenai Lexi. Akhirnya temannya menyerah. “Ok. Ya, benar! aku memang selalu ketus dan pemarah! Tapi itu karena mereka bicara tentang hal yang penuh dengan omong kosong!” Ben melirik pada Chloe yang memberi isyarat untuk bersabar, tapi yang ada keduanya justru tertawa geli. “Apa yang lucu?” protes Lexi. “Aku juga dulu selalu memendam kemarahan!” Tiba-tiba Tyrex yang sedari diam memberikan suaranya. Semua menatap dengan mata setengah terpicing. “Hidupku memang terkesan tidak adil. Menggelandang hampir seumur hidup. Tapi protesku adalah pada mereka yang seperti tidak peduli akan orang lain. Bukan belas kasihan buatku, tapi untuk manusia kurang beruntung lainnya. Meski bukan tanggung jawab utama para manusia kaya, tetap saja tidak membenarkan tindakan mereka yang lebih peduli pada hewan peliharaan, sementara bantuan yang layak untuk sesama manusia tidak pernah dilakukan.” Semua berhenti bersantap dan menatap Tyrex. Ben memang tahu tentang masa lalu Tyrex, tapi tidak menyangka jika pria muda ini memiliki pemikiran yang dalam dan tidak dangkal sama sekali. “Tahukah kalian berapa banyak gelandangan yang mati setiap malamnya? Mereka menyalahkan kami karena memakai n*****a, tapi sesungguhnya itu hanyalah pelarian dari rasa lapar dan lelah. n*****a yang kami dapatkan secara gratis, jauh lebih mudah dari makanan itu sendiri.” Tidak ada satu pun yang berhasil menelan makanan berikutnya. Masing-masing meletakkan garpu mereka. “Maaf, aku tidak tahu tentang itu,” ucap Lexi lirih. “Tidak sepantasnya aku mengumbar kemarahanku. Kemarahan yang disebabkan oleh ibuku sendiri terdengar sangat sepele dibandingkan kisah hidupmu.” Entah kenapa, malam itu satu persatu mengungkapkan kemarahan yang terpendam dalam diri mereka, termasuk Ben sendiri. “Begitu banyak hal yang tidak kita sadari tersimpan dan itu menjadi racun dalam pribadi kita,” ungkap Chloe. “Ya. Seharusnya kita lebih sering mengadakan makan malam seperti ini. Sangat bermanfaat!” seru Lexi terlihat jauh lebih lega. Ben tersenyum dan mengangkat gelasnya. “Untuk kemelut hidup kita!” ucap Ben. Semua mengulangi seraya mengangkat gelas masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN