Dead Girl

1264 Kata
“Apakah menurutmu aku mengacaukan semuanya?” tanya Tyrex. Wajahnya tampak cemas. Ben menyimpan piring terakhir dan tersenyum. “Makan malam ini adalah kemenanganmu, Trey!” Pria itu paham, bagaimana Tyrex menyukai Lexia. “Aku hanya tidak ingin membuatmu malu.” “Oh, ya? Kupikir kau ingin memberi kesan yang ‘wow’ pada dokter Dixon!” “Jangan bercanda, Ben. Aku tidak akan pernah pantas untuknya.” Ben tertegun dan menatap Tyrex dengan simpati yang mendalam. Pemuda itu tampak rapuh dan tidak percaya diri. “Kenapa kau berpikiran seperti itu? Lexia adalah wanita yang memiliki pandangan luas. Aku yakin dia tidak pernah menilai sedangkal itu.” Tyrex menggelengkan kepala. “Aku yang memilih untuk tidak melangkah ke sana, Ben. Aku tahu diri dan dia layak dapat yang lebih baik.” “Trey, kau tidak harus bicara seperti itu. Masih ada waktu untuk memperbaiki hidupmu.” “Dengan apa, Ben? Bekerja keras? Setelah mereka mendapatkan bukti yang kuat dan menjadikan aku sebagai kambing hitam sempurna, penjara adalah tempatku berikutnya.” Tryex pergi dengan langkah gontai, meninggalkan Ben yang termangu di dapur. ** Hingga larut malam, Lexia masih mengerjakan laporan malam itu. Ruangan jaga hanya menyisakan dua perawat yang asyik bergosip tentang siapa wanita Dean Taylor, dan dirinya. Chloe harus kembali karena ibunya datang berkunjung. Lexia baru tahu jika Chloe juga bermasalah dengan ibunya. Pemicunya sederhana, ibunya terlibat dengan pria yang jauh lebih muda. Chloe dari keluarga yang cukup sukses dan kaya. Kakeknya melimpahi ibu juga Chloe dengan harta yang tidak akan habis untuk berfoya-foya dalam sepuluh tahun mendatang. Sementara Chloe memilih untuk mulai melepas diri dari kakeknya, ibunya justru tenggelam dengan kehidupan yang mengumbar segala hal yang bisa ia beli dengan uang. Mengingat Chloe, Lexia seperti berkaca pada dirinya sendiri. Bersyukur bisa menemukan seseorang yang memiliki pandangan sama mengenai mandiri. Mendadak tengkuk Lexia menebal. Tangannya berhenti mengetik dan menebarkan pandangan ke sekeliling. Dari pintu yang terbuka setengah, Lexia melihat seseorang dengan baju pasien lewat begitu cepat. Lexia segera berdiri dan meninggalkan tempat duduknya. Tidak seharusnya pasien berjalan sendiri tanpa pendampingan perawat. Lantai tempat ia berjaga adalah khusus pasien pasca operasi. Langkah Lexia semakin cepat karena pasien yang sepertinya wanita itu hilang di ujung belokan. Dengan tidak sabar, Lexia mempercepat ayunan kakinya. Tampak wanita itu masuk ke salah satu ruangan. Begitu tiba di depan pintu ruangan yang dimasuki pasien misterius, Lexia terhenyak. Ruangan Jenazah! “Hei!” Tepukan di pundaknya membuat Lexia tergagap lalu menoleh. Chloe berdiri dengan pandangan kesal. “Aku memanggilmu seperti hampir berteriak, kau tidak mendengar! Ada apa denganmu, Nona Dixon?” tanyanya. Chloe membaca nama ruangan itu dan seketika wajahnya memucat. “Astaga!” Temannya menutup mulut buru-buru. “Ya, aku melihat hantu lagi. Kupikir pasien, ternyata salah satu penghuni di dalam,” ucap Lexia membenarkan tatapan Chloe yang begitu syok. “Lexi, bukan salah satu. Hanya ada satu pasien saat ini yang belum dijemput keluarganya!” tukas Chloe. Lexia baru menyadari dan menatap Chloe dengan senang. “Kau benar! Dia berambut pirang sebahu!” Lexia berbalik meninggalkan Chloe yang segera mengikutinya. “Kau mau kemana? Kupikir kau akan mencari tahu!” “Mana bisa aku berkomunikasi dengannya? Aku akan menelepon Ben, hanya Trey yang bisa mengajaknya bicara! Kita akan tahu siapa pembunuhnya, Chloe!” pekik Lexia dengan antusias tinggi. “Kau sinting! Sejak kapan kita jadi detektif?” gerutu Chloe. Dengan cepat Lexia menelepon Ben dan selama dua menit, ia menjelaskan dengan singkat. Tidak lama Lexia menutup panggilannya. “Beres!” Lexia menyimpan laporannya ke dalam file untuk ia kirim nanti. “Kamu jaga malam?” tanyanya kemudian pada Chloe. “Tidak. Tapi melarikan diri dari Ibuku!” “Apakah dia membuat ulah lagi?” Chloe terdiam sejenak dan menghela napas. “Tidak.” “Lalu?” “Dia mulai mengatakan padaku jika semua usahaku adalah sia-sia dengan mengejar gelar dokter!” “Kaum ibu kita benar-benar pandai membuat situasi menjengkelkan, bukan?” Chloe, yang seperti mendapat dukungan, segera mengiyakan dengan sikap lunglai. “Dia ingin aku berpikiran pendek sepertinya. Aku muak melihat wajahnya yang penuh dengan botox, belum lagi tubuhnya yang delapan puluh persen tidak asli!” Lexia terkekeh dan menggelengkan kepala. “Kau akan terjebak denganku sangat lama, Chloe! Hanya aku yang memiliki pandangan sama denganmu!” “Tidak ada pilihan lain lagi, bukan?” Lexia mengedikkan bahu. “Sudahlah, kita tunggu mereka di depan!” ajak Lexia. “Aku tidak bertugas, Lexi!” tolak Chloe ketika Lexia memberikan sarung tangan padanya. “Kau bekerja malam ini! Aku butuh bantuanmu jika malam ini harus otopsi ulang!” tegas Lexia tidak lagi memberikan kesempatan pada Chloe menolak. Keduanya berjalan dengan langkah cepat menuju ke depan. ** Setengah jam kemudian Ben dan Tyres datang. Dipimpin Lexia, keempatnya menuju ke ruang jenazah diam-diam. Setelah mengatakan detektif akan memeriksa kembali, petugas ruangan itu mengizinkan mereka. Begitu tiba di depan kotak penyimpanan mayat, Lexia mempersilahkan Tyrex untuk mengambil alih. Wajah pemuda itu cukup gelisah. “Kau bisa, Trey!” yakin Lexia. Dengan ragu, Tyrex mengangkat muka dan menatap jenazah yang telah Lexia tarik dari kotak penyimpanan. Secara perlahan, Tyrex melihat sosok transparan muncul. Rambutnya pirang sebahu dan ia tampak sedih juga bingung. Yang nampak saat ini hanyalah bagian lutut ke atas. “Aku bingung harus kemana?” tanya arwah itu pada Tyrex. Pemuda itu menatap sekilas ke arah kertas tag yang dikaitkan di kaki jenazah. Sialnya tidak ada nama. “Bi-bisakah kau mem-memberitahu namamu?” Tyrex mencoba untuk tidak gugup saat ini. “Maddy.” “Baiklah, Maddy, aku juga ti-tidak tahu. Ta-tapi kita akan men-mencari tahu, ok?” Lexia membisikkan pada Tyrex untuk menanyakan tentang siapa pembunuhnya. “Aku tidak mau mati,” ucap Maddy dengan raut terpukul. “Maaf, Maddy. Tapi semua tidak bisa kembali lagi.” Tyrex mulai bisa menguasai diri. “Seandainya kau membantu, mungkin kami akan menemukan siapa pembunuhmu.” Maddy tercekat. “Kau tidak mungkin menangkap atau mengalahkan dia.” Tyrex mengerutkan kening. “Kenapa?” Kini Maddy mulai mundur ketakutan. “Di-dia bukan manusia. Dia adalah monster!” Mendadak Maddy mengeluarkan suara melengking dengan teriakan histeris, yang membuat Tyrex menutup telinganya dan terhuyung ke belakang. Begitu teriakan itu berhenti, Maddy telah lenyap. “Dia sudah pergi!” desis Tyrex dengan wajah kalut. Lexi mencari-cari, namun Maddy benar-benar raib. “Apa yang dia katakan, Trey?” tanya Ben tidak sabar. Tyrex berbalik dan menatap ketiganya dengan tidak yakin. “Maddy, namanya. Dia mengatakan jika pembunuhnya bukan manusia. Gadis itu bahkan mengatakan mustahil menangkap atau mengalahkannya, karena dia adalah monster!” Semua terhenyak, sementara Chloe memekik kecil. “Kau yakin dia mengatakan itu?” tanya Ben tidak percaya. Wajahnya tampak memucat. “Ben, kau tahu apa yang terjadi padaku. Masihkah kau meragukan perkataanku?” tanya Tyrex. Detektif itu menyandarkan tubuhnya di tembok dengan wajah syok. “Aku tahu sekarang, kau datang dalam hidupku untuk apa,” gumam Ben. “Apakah kau tahu sesuatu, Ben?” selidik Lexia. “Aku butuh bicara pada kalian. Apakah dia termasuk?” tanya Ben menunjuk pada Chloe. “Kau akan menyingkirkan aku, setelah melibatkan dalam penampakan gila barusan?!” seru Chloe dengan emosional. “Ok-ok! Jangan tersinggung! Aku harus meyakinkan dulu bahwa kalian akan percaya dan tidak menganggap semua nanti adalah kegilaanku!” tukas Ben. Lexia mendorong kembali kotak penyimpanan mayat dan mengunci. “Segila apa? Aku siap!” tantang Lexia. Tyrex menelan ludah dengan gelisah. “Bisakah kita berpindah? Tempat ini sangat tidak cocok untuk mengobrol!” pintanya. “Aku setuju! Ayolah, Trey! Kita duluan!” Chloe menyeret tangan Tyrex untuk segera bergegas keluar. Ben bersama Lexia menyusul. Keempatnya memutuskan untuk meneruskan pembicaraan di kafetaria. Malam itu akan panjang dan penuh teka teki!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN