9. Masih Peduli

2154 Kata
Beberapa hari setelah memutuskan untuk mengupayakan agar Haikal bisa segera naik jabatan sebagai Direktur Operasional, seakan-akan hampir terwujud. Dengan meminta rekomendasi dari Direktur Keuangan Bank Swiss yang dulunya merupakan kolega Alicia Atmaja, tak lama lagi Haikal Syarif akan segera naik jabatan sebagai Direktur Operasional Bank Swiss yang berlokasi kerja di Jakarta Pusat. Sempat terlintas pembicaraan antara Alicia dan Raymond yang sekarang berprofesi sebagai Direktur Keuangan Bank Swiss via telepon kemarin. Sikap dominan, berpengaruh, dan disegani oleh banyak orang membuat wanita itu bisa membuat sang suami naik jabatan lebih cepat dari yang seharusnya. “Raymond, jika suamiku sudah resmi naik jabatan, jadi kapan dia akan kembali ke Jakarta? Aku tidak sabar menunggu pemindahan lokasi kerja suamiku ke Jakarta. Nggak boleh di Surabaya lama-lama,” tanya Alicia. “Tenang saja, Lic. Seminggu lagi suamimu bakalan ditempatkan di kantor pusat bersamaku. Takkan menjadi Branch Manager lagi. Apalagi kinerja suamimu menguntungkan perusahaan. Kau tak perlu khawatir. Tunggu saja,” jawab Raymond. Alicia mendesah lega. “Syukurlah kalau begitu. Aku menanti waktu itu tiba. Suamiku nggak boleh jauh-jauh dariku lagi.” “Tenang saja. Kau takut suamimu terpincut wanita lain ya kalau menjalani long distance marriage?” tanya Raymond yang mulai menggoda mantan rekan bisnisnya itu. “Iyalah, aku nggak mau yang sudah menjadi milikku bisa dinikmati oleh orang lain juga. Takkan pernah rela!” tegas Alicia dengan sorot mata tajam. Raymond berdecak. “Sabar ya, Licia. Tunggu beberapa lagi Haikal Syarif akan naik jabatan sebagai Direktur Operasional Bank Swiss. Kau bisa merantai suamimu di Jakarta agar tidak macam-macam,” sahut Raymond. Alicia mengangguk. “Iya, terima kasih, Raymond. Kau sudah membantuku. Setelah suamiku pindah ke Jakarta nanti, aku mau mengundangmu dan istrimu untuk dinner bersama kami nanti ya. Datanglah di restoran yang nanti aku reservasi untuk kita semua,” pinta wanita kaya raya itu yang ingin membalas jasa sang kolega. “Wah, terima kasih undangannya. Dengan senang hati aku akan mengajak istriku ke sana.” “Oke, sampai jumpa di Jakarta,” pungkas Alicia yang mengakhiri pembicaraan via telepon bersama sang Direktur Keuangan dari Bank Swiss. Akibat rekomendasi dari Raymond dan kinerja Haikal yang cemerlang sepanjang tahun ini untuk kategori funding (pengumpulan dana dari nasabah atau masyarakat) dan lending (pemberian kredit atau pinjaman pada nasabah) yang sesuai target. Bahkan melebihi target membuat Haikal bisa lebih cepat naik jabatan. Tinggal beberapa hari saja Haikal harus mutasi kerja kembali ke Jakarta dengan jabatan baru. Hari ini pengumuman kenaikan jabatan sang Branch Manager pun terjadi di kantornya. Perasaan yang dirasakan oleh pria itu jadi campur aduk. Antara senang dan sedih bercampur menjadi satu. Senang karena akhirnya bisa naik jabatan sebagai Direktur Operasional. Namun sedih karena itu artinya ia akan meninggalkan kota Surabaya dan Yasmin tentunya. Akan terpisah dengan Yasmin, meski sampai sekarang tak tahu dimana keberadaannya sekarang. Tak ada yang tahu kecuali Arthur dan Alicia. Ya Tuhan, aku harus senang atau sedih dengan surat pengangkatan jabatan ini? Akhirnya impianku jadi Direktur tercapai tanpa harus bekerja di perusahaan Atmaja. Tapi aku harus kehilangan Yasmin. Sangat susah untukku harus melepas Yasmin. Haikal bergumam dalam hati sambil memegangi surat pengangkatan jabatan barunya. Ia mendesah sedih di tempat. Apalagi kesedihannya bertambah karena sampai sekarang Yasmin masih menghilang. Saat jam istirahat berlangsung, pria itu sengaja keluar kantor untuk kembali mengunjungi kos-kosan sang wanita simpanan. Ingin mencari tahu apakah Yasmin sudah kembali atau belum. Setidaknya mencari informasi dari ibu kos apakah ada tanda-tanda kedatangan Yasmin. Haikal pun bergegas keluar dari kantor cabang Bank Swiss untuk bergerak ke arah kos-kosan staf customer service yang membuatnya terpesona itu. Sambil mengendarai mobil Lexus milik pria tersebut, ia berharap bisa cepat sampai ke sana dan berharap ada tanda-tanda tentang keberadaan Yasmin. Sesampainya di kos-kosan, Haikal mencoba untuk bertemu dengan ibu kos Yasmin tersebut. “Siang Bu, maaf saya mau mengganggu waktunya sebentar,” celetuk Haikal pada sosok wanita paruh baya berkonde yang menjadi pemilik kos yang cukup nyaman itu. Wanita paruh baya itu membalas kalimat Haikal. “Iya, ada apa ya, Pak?” “Begini, Bu. Saya ini kan atasan Yasmin di kantor, apa sampai sekarang Yasmin belum kembali ke sini? Apa tak ada tanda-tanda Yasmin pulang atau dia ada dimana sekarang?” tanya Haikal to the point. Ibu kos bernama Diah itu lekas menjawab sambil mengerutkan kening. Ia berdeham. “Hmm ... pertanyaan ini yang sempat membuatku memikirkan Yasmin yang mendadak menghilang begitu saja. Sudah saya hubungi, tapi ponselnya tak pernah aktif. Saat asisten rumah tangga saya membersihkan kamar Yasmin pun tak ada tanda-tanda mencurigakan. Barang-barang pribadi miliknya semuanya masih tertata rapi di dalam kamar. Saya menduga Yasmin ini pergi dari tempat ini secara mendadak. Tanpa koper atau travel bag karena saya lihat tas-tas itu masih ada semua di dalam kamar.” “Apa, Bu? Jadi barang-barang Yasmin masih ada di dalam? Saya kira dia pergi pulang kampung ke Batu karena sempat bilang pada saya untuk hendak ke sana. Seharusnya membawa travel bagian kan, Bu?” “Itu saya kurang tahu ya, Pak. Yang jelas barang-barang milik Yasmin masih tersedia di dalam. Bisa jadi ia hanya membawa handbag saja. Atau resiko terburuk, saya jadi menebak bisa saja ia diculik, Pak,” sahut Diah yang langsung membuat Haikal terlonjak. “Diculik? Masa' iya Yasmin diculik, Bu???” tanya Haikal mulai frustasi jika dugaan sang ibu kos itu benar. Diah mendengkus. “Saya kurang tahu sih, Pak. Semoga saja Yasmin tidak diculik. Ia hanya menghilang beberapa waktu. Mungkin seperti itu.” “Bu, tolong kabari saya jika ada sesuatu menyangkut Yasmin. Saya benar-benar khawatir, Bu. Ini kartu nama saya, jangan sungkan untuk memberitahu saya ya, Bu. Terima kasih,” ucap Haikal yang segera memberikan kartu nama pada wanita paruh baya itu. Diah pun menerima kartu nama milik Haikal sambil mengangguk. “Iya, nanti saya kabari ya, Pak. Kalau Yasmin sudah pulang.” “Terima kasih banyak ya, Bu. Kalau begitu saya pamit dulu,” sahut Haikal yang kemudian pergi meninggalkan kos-kosan itu. Saat Haikal melajukan mobilnya untuk kembali ke kantor, ternyata ada mobil di belakangnya yang mengikuti mobil milik pimpinan cabang itu. Seperti biasa, wanita yang terobsesi dengan sang suami tersebut kembali mengikuti Haikal diam-diam. Wanita itu menatap mengumpat kesal akibat sikap Haikal yang masih menginginkan seorang Ayana Yasmin Hanafi untuk kembali hadir. Sialan! Haikal masih saja pantang menyerah untuk mencari wanita berengsek itu. Aku nggak bisa melihatnya seperti ini terus. Aku nggak tahan. Aku harus bagaimana lagi?! Gerutu Alicia dalam hati. Sementara itu di Taman Dayu, Arthur terpaksa harus meninggalkan Yasmin di villa mewahnya tersebut. Mendadak ada pekerjaan penting yang mengharuskan kedatangan Arthur ke Jakarta. Pria itu meninggalkan wanita yang telah dinodainya dengan tetap menugaskan para anak buahnya yang berada di sekitar villa. “Sebentar lagi aku harus berangkat ke Jakarta. Aku titip dia. Jangan sampai dia bisa kabur dari sini ketika aku pergi. Dia tak boleh meninggalkan tempat ini saat aku sendiri yang menginginkannya pergi. Kabari apapun tentangnya padaku. Yasmin Hanafi sepenuhnya menjadi tawanku. Kalian mengerti?” tegas Arthur yang diangguki oleh ketiga anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaga villa mewah itu. “Siap, Tuan!!!” sahut ketiga pria itu bersamaan. Setelah mewanti-wanti beberapa anak buahnya, kini Arthur memanggil sang asisten rumah tangga untuk hendak mengajaknya berbincang. “Bik Isah, tolong selama saya pergi, awasi dan penuhi segala kebutuhan hidup untuk wanita itu. Jangan lupa memberikannya makanan dan minuman yang bergizi karena aku tak mau dia jadi semakin kurus dan mendadak sakit parah gara-gara kutahan di sini,” pinta Arthur yang secara tidak sadar menunjukkan bahwa sebenarnya pria dingin itu masih peduli dengan Yasmin. Meski ingin menyiksa Yasmin, tapi tetap tak ingin membuat kondisi tubuh wanita cantik itu jadi semakin mengenaskan. “Iya, Tuan. Siap. Tapi maaf Tuan jika saya lancang mau bertanya pada Anda,” Bik Isah. Arthur langsung menanggapi ucapan sang asisten rumah tangganya itu. “Lancang? Mau tanya apa, Bik? Tanya saja.” Bik Isah mendesah pelan sebelum bersuara lagi. “Begini, Tuan. Saya dan Non Yasmin kan sempat berbincang. Maaf, sekali lagi jika saya lancang, saya cuma mau bertanya, apakah Tuan Arthur masih peduli dengan Nona Yasmin? Bukankah dia adalah tawanan Tuan. Tapi Tuan tak ingin dia sakit dan jadi sangat kurus? Bukannya Tuan ingin membalas dendam dengannya.” Arthur tercengang mendengar ucapan asisten rumah tangganya. Apa yang diucapkan oleh wanita paruh baya itu memang benar. Secara tidak langsung, Arthur masih peduli dengan wanita yang tengah ia siksa di villanya itu. Meski sudah berhasil melukai perasaan dan batin Yasmin, terutama hatinya akibat kehormatan wanita itu telah direnggut paksa, ada sisi lain dari seorang Arthur Atmaja yang masih peduli terhadap wanita itu. Apakah pesona dan kepribadian Yasmin sebenarnya mampu menggoyahkan hati seorang pria bengis seperti Arthur Atmaja? Arthur sempat terdiam sejenak lalu berucap kembali dengan memasang raut muka angkuh. “Ah, itu cuma perasaan Bik Isah saja, aku hanya nggak mau dia bisa mati di sini gara-gara aku. Aku masih tak ingin jadi penjahat yang sampai nekat membunuh wanita itu di sini. Yang benar saja,” bantah Arthur yang mengelak dugaan sang asisten rumah tangga terkait ia ‘masih peduli' pada Yasmin. Peduli yang bisa berlanjut mampu menggoyahkan hati sedingin es batu milik Arthur Atmaja. “Oh iya, Tuan. Ya sudah kalau begitu. Tuan tenang saja, Nona Yasmin akan saya juga di sini. Ada lagi yang ingin Tuan bicarakan pada saya?” tanya Bik Isah sebelum mengakhiri obrolan mereka berdua. Arthur menggeleng. “Nggak ada, Bik. Tunggu saja kepulanganku tiga hari lagi dari Jakarta. Terima kasih.” Pembicaraan antara sang Tuan Muda Arthur Atmaja dengan asisten rumah tangga di sana pun berakhir. Sebelum melangkah pergi meninggalkan villa, Arthur sempat mengunjungi kamar Yasmin. Saat pria itu membuka kamar Yasmin, betapa terkejutnya ia saat melihat Yasmin yang tampak frustasi karena tak kunjung dibebaskan oleh Arthur dari tempat itu. Yasmin hampir menggores tangannya sendiri dengan pisau buah yang disajikan oleh Bik Isah untuknya. Arthur mendelik lalu meraih pingsan dari tangan Yasmin yang tampak memilukan dengan air mata berlinang. “Hei, kau mau apa? Kau mau bunuh diri di sini???” tanya Arthur setengah memekik. Yasmin sesenggukan di tempat. Pergelangan tangannya yang nyaris digoreskan dengan pisau itu pun dicekal oleh Arthur. “Untuk apa aku hidup jika kau hanya menjadikanku sebagai bonekamu di sini. Tak bisa beraktivitas seperti manusia normal. Hanya bisa meratapi nasib burukku di sini dalam keadaan sudah terjamah oleh pria berengsek sepertimu!!!” tandas Yasmin yang tampak terluka. Terpancar dari kedua matanya jika wanita cantik itu sangat membenci sosok Arthur. Rasa trauma dan mentalnya berhasil diporak-porandakan pria bengis tersebut di malam kelabu tempo hari. “Memang yang kuinginkan adalah membuatmu menderita. Tapi aku tak mau jika kau sampai mati di tempat ini. Itu dilarang. Jangan berbuat macam-macam di sini, wanita simpanan! Jika kau ingin cepat bebas dari sini, berlakulah baik dan turuti peraturan yang ada di sini. Itu jika kau ingin cepat bebas!” sergah Arthur dengan sorot mata tajam yang mampu mengintimidasi wajah seorang Yasmin yang bak seorang bidadari cantik. Yasmin meneteskan air mata kembali. Ia terisak lalu angkat bicara lagi. “Lepaskan aku! Tolong LEPASKAN AKU!!!” pinta Yasmin dengan nada suara meninggi. Bukannya melepaskan Yasmin, Arthur yang tak suka dibentak-bentak oleh Yasmin malah merengkuh pinggangnya untuk didekap. Entah kenapa ada seperti bisikan dari dalam dirinya sendiri yang ingin memeluk Yasmin sebelum pergi dari tempat itu. Semacam sugesti untuk menyuruh pria itu melabuhkan ciuman perpisahan di bibir wanita memesona itu sebelum pergi. Arthur, kau yakin tak ingin mengecup lembut bibirnya yang merah merekah itu? Cium dia sebelum kau menyesal nantinya! Sugesti dalam diri pria dingin berwajah tampan itu tak mampu mengendalikan diri untuk tidak mendaratkan ciuman panas pada Yasmin. Jantungnya mendadak berdetak sangat kencang dan berirama. Tak sanggup menahan diri untuk tidak mencumbu wanita cantik yang menjadi wanita simpanan adik iparnya itu. Kini harus menjadi tawanan pria dingin tersebut. Usai mencumbu Yasmin beberapa menit, wanita yang tengah terisak itu memberontak agar Arthur menghentikan ciuman mereka berdua. Seketika menampar pipi Arthur cukup keras hingga pria itu terperanjat. “Pergi dari sini! Jangan pernah sentuh aku lagi!!” pekik Yasmin yang tersulut emosi akibat ciuman mendadak yang dilakukan oleh Arthur itu. Arthur yang angkuh pun mencibir Yasmin. “Jangan pikir jika aku menikmati ciuman bersamamu ini, wanita penggodaa!!! You're not a good kisser.” Tanpa ber lama-lama lagi, Arthur beranjak pergi meninggalkan Yasmin yang langsung merosot ke lantai sambil berurai air mata. Wanita itu hanya bisa berharap agar bisa cepat keluar dari tempat terkutuk itu. Sedangkan Arthur langsung menutup pintu kamar sang tawanan dan menguncinya dari luar. Ketika hendak beranjak pergi, Arthur sempat berpesan dengan Bik Isah. “Bik, dia sempat mau menggores tangannya dengan pisau. Aku tak mau hal seperti ini terjadi lagi. Tolong simpan semua pisau atau benda tajam yang bisa melukai dirinya sendiri. Berikan dia buah-buah yang sudah dalam keadaan terkupas semua saja. Tetap awasi dia dari CCTV. Bik Isah mengerti?” Bik Isah manggut-manggut. “Iya, Tuan. Saya mengerti.” Setelah berpesan demikian, Arthur pun pergi meninggalkan tempat itu. Dalam hati yang terdalam sebenarnya pria itu memang masih peduli dengan Yasmin dan akan tetap peduli meski susah untuk mengakuinya. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN