8
Hay kamu! Sampe kapan mau pura-pura bahagia kayak gitu? Gak capek emang?~
Langkah yang terlunta-lunta, keringat yang masih basah disekitar leher yang membuat beberapa rambutnya nampak basah terkena keringat, matanya yang sayub terlihat sangat kelelahan. Dia Chaca, gadis itu berjalan dengan malasnya menuju toilet khusus perempuan ke dua.
Ya kedua, sekolah megah itu tak hanya memiliki satu tempat kamar mandi. Disetiap lantai ada dua bilik toilet dilengkapi wastafel.
Langkahnya terhenti diambang pintu toilet lantai dua, matanya membulat takala melihat toilet telah bersih. "Waaaaaa,,, siapapun yang bersihin toilet, gue terima kasih banget" ucap nya girang dengan langkah kaki yang mulai memasuki toilet.
Lagi-lagi, Chaca tersenyum girang melihat semua bilik kamar mandi sudah bersih dan tak ada bau tak sedap lagi. Alisnya mengkerut melihat ada sebuah kertas dan ponsel dengan softcash berwarna pink yang sangat familiar bagi gadis yang sudah berdiri tepat didepan wastafel dimana kertas dan ponsel itu berada.
"Pulang!, lain kali jangan buat masalah, berhenti jadi gadis pelupa!"
Chaca mengambil ponselnya dengan ragu "Kenapa ponsel gue disini? Perasaan gue gak mainan ponsel hari ini?" Tanyanya pada diri sendiri sebari mengecek apakah itu benar ponselnya.
"Bener kok ini ponsel gue, ini Dian yang nelfon gue" ucap Chaca.
Gadis itu juga membolak-balikkan secarik kertas itu mencari nama yang menulis dikertas itu.
"Tulisannya gak asing, tapi siapa?" Ucapnya mengkerutkan keningnya berlagak berfikir.
"Ah, bodo ah.. Dia nyuruh gue pulang, itu artinya gue harus pulang" kekehnya lalu mengangkat kedua bahunya sebari berlari girang keluar toilet dengan wajah bahagia menuju kelasnya untuk mengambil tas kesayangannya.
Meskipun keringat masih bercucuran dari lehernya namun senyum girangnya tak luntur dari bibir kecil itu. Dengan langkah ceria, Chaca memasuki kelasnya yang sudah kosong, hanya ada dua tas disana.
Tentu saja, tas berwarna pink adalah tas milik gadis periang itu. Sedangkan tas yang berwarna coklat adalah tas milik cowok yang masih membersihkan toilet khusus laki-laki, dia Rian.
Langkah Chaca melambat takala mata beningnya melihat totebag di atasnya. Tangan pendeknya mengambil totebag itu tanpa ragu, lalu matanya langsung berbinar melihat ada minuman dan makanan kesukaannya.
Susu kotak rasa strowbery dan roti tawar dengan slai coklat "Rejeki anak cantik mah gak akan kemana-mana" ucapnya lalu pergi begitu saja tanpa ragu membawa roti dan s**u itu tanpa mau tau siapa pengirimnya.
"Rumah, i'm comming" jeritnya bahagia keluar dari ruang kelas, tanpa sadar jika ada yang mengawasinya sedari tadi.
Cowok yang memakai kemeja putih dipadukan dengan jelana panjang berwarna hitam membuat cowok itu terlihat berwibawa.
Cowo itu tersenyum tipis dibalik tembok dengan mata tajam yang selalu mengawasi gadis kecilnya, bahkan ia harus ikut berpindah kota demi selalu dekat dengan gadis periang itu.
°°°
Dengan sembarang, Chaca menaruh sepedanya dihalaman rumahnya. Dengan langkah ceria, ia memasuki rumahnya.
"CHAC-" suara lantangnya terhenti setelah melihat siapa yang duduk manis di ruang tamu rumahnya.
Disana ada dua laki-laki yang dua-duanya sangat ia sayangi, Juan dan Chiko. Dua laki-laki itu tengah bercengkrama saat Chaca belum masuk ke rumahnya.
"Chiko kok disini?" Tanya Chaca mendekat kearah dua laki-laki itu.
"Mulai sekarang Chiko bakalan tinggal disini Cha" sahut Juan dengan tawa senang setelahnya. "Gimana? Do'a kamu terkabul kan?" Lanjut Juan.
Chaca mengkerutkan keningnya "Kapan Chaca minta do'a?" Tanyanya bingung.
"Ayah nemu buku diary kamu waktu kamu tinggal di Bogor, kamu per-"
"Ayah baca buku diary Chaca?" Kejutnya, Juan hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan Chaca yang masih bingung.
"Ayah tinggal dulu ya, ayah ada kerjaan dikantor" ucap pria paruh baya itu sebari tersenyum kearah Chiko "Oh iya, jangan lupa anterin Chiko kekamar depan kamu ya sayang" lanjutnya sebelum benar-benar pergi.
Chaca tak menjawab, gadis mungil itu hanya mengacungkan jempolnya dengan tatapan masih mengarah kearah tunangannya yang menatapnya tajam.
Suara pintu tertutup, Chiko bangkit dan berjalan mendekat kearah Chaca "Puas?" Tukasnya tegas.
Chaca menunduk, gadis itu tau setelah ini Chiko akan bertambah membencinya "Chaca gak ber-"
"Cepet anterin gue kekamar, capek!" Ucapnya dengan mendorong tubuh mungil Chaca dengan koper berukuran besar miliknya.
Chaca menghembuskan nafasnya kasar lalu berjalan mengikuti langkah Chiko dengan susah payah menyeret koper yang memilki ukuran jumbo itu.
"Chiko mau kemana?, kamarnya ada di atas" ucap Chaca setelah melihat Chiko yang malah berjalan menuju dapur.
"Tau, udah lo keatas dulu! Gue laper!" Ucapnya dan Chaca menurut, dengan sisa tenaganya ia membawa koper itu yang memiliki berat yang cukup membutuhkan waktu agar sampai di tangga terakhir.
Nafas gadis mungil itu tersenggal-segal, ia membuka knop pintu berwarna biru didepannya dengan satu tangan.
"Isinya apaan sih kok berat banget" keluh Chaca lalu menaruh koper itu di lantai, senyumnya terpampang nyata dibibir mungil itu.
"Penasaran gue sama isinya" ucap Chaca, tanpa ragu ia membuka begitu saja koper milik tunangan nya.
Tersenyum dengan mata yang berembun, itu yang dilakukan Chaca. Didalam koper milik tunangannya itu banyak sekali foto Silfi.
"Udah puas ngobrak-abrik barang orang?" Suara tegas itu membuat Chaca langsung mengelap matanya lalu menengok kebelakang dimana Chiko berdiri diambag pintu dengan satu tangan membawa cangkir.
"Kenapa di kopernya Eloo cuma ada fotonya Silfi, Fotonya gue kok gak ada?" Tanya Chaca tersenyum manis kearah tunangannya yang malah tersenyum miring.
"Lo pikir elo siapa? Udah sono pergi, gue mau istirahat" tegasnya membuat senyum itu luntur begitu saja.
Chaca berjalan lesu hendak keluar kamar Chiko "Lelet amat sih jadi cewek!" Ucap Chiko dengan satu tangan ia mendorong tubuh mungil Chaca agar cepat keluar dari kamarnya.
"Jahat" ucap Chaca dalam hati takala Chiko menutup pintu kamarnya dengan sekali hentakan "Udah tau dia jahat, ngapain masih sayang?" Ucapnya menyalahkan diri sendiri.
Chaca tersenyum kearah pintu kamar Chiko "Selamat malam, semoga betah ya tinggal disini" ucap Chaca dengan nada cerianya lalu langsung berlari memasuki kamarnya setelah mendengar suara barang yang di lempar dibalik pintu.
"Capek,, mau mandi tapi mager, gak mandi tapi bau!" Keluh Chaca melempar sembarang tas pinknya ke kasur king size miliknya.
"Mandi aja lah sekalian biar seger" putusnya lalu berlari menuju kamar mandi pribadinya.
Lima menit Chaca bergulat dengan kamar mandi, gadis itu keluar dengan sudah mengenakan piyama yang mirip dengan kostum cosplay membuat tubuh mungil Chaca terlihat sangat imut.
Gadis itu mengambil s**u stowbery dan roti yang tadi ia dapatkan disekolah, dengan langkah ceria ia membuka pintu balkon kamarnya.
Duduk disana menikmati langit yang menjelang malam "Huh, rumah sebelah udah ada yang nempati?" Tanyanya pada diri sendiri setelah melihat rumah yabg persis disamping rumahnya itu terang tak seperti biasanya yang selalu gelap.
"Oy,, tetangga baru! Salam kenal ya,, gue Chaca. Lain kali main bareng yuk!" Jerit Chaca tanpa takut menganggu tetangganya.
Gadis itu tersenyum puas lalu kembali duduk dikursi balkon kamarnya sebari memakan rotinya.
Lagi-lagi, Chaca masih tak sadar jika ada yang memperhatikannya. Seperti sekarang, cowok yang masih mengenkan kemejanya itu tersenyum dengan pandangan yang tak lepas dari gadis kecilnya itu.
Chaca bangkit setelah mendengar sura jeritan Chiko yang terdengar sangat tegas dan bernada marah.
"Lo ngapain teriak-teriak? Kayak di hutan tau gak!" Kesal Chaca setelah membuka pintu kamarnya dan mendapati Chiko yang berdiri tegap didepan pintu kamarnya.
"Ikut gue!" Ucap Chiko dengan tangan yang sudah menyeret Chaca keluar dari kamarnya.
"Ikut kemana?, bentar dulu, gue ganti baju dulu!"
"Gak usah ribet! Tinggal ikut aja apa susahnya sih!" Tukas Chiko tetap menarik tangan Chaca sedikit kencang membuat sang empu meringis kesakitan.
"Tangan Gue sakit" tegas Chaca, Chiko menghiraukan ucapan Chaca dan terus berjalan menyusuri tangga dengan tangan yang masih menyeret gadis mungil itu.
"Chiko, tangan gue sakit"
Bruk!
Tubuh Chaca tersungkur karena kehilangan keseimbangan setelah Chiko yang tiba-tiba menariknya keras setelah tangga terakhir.
"Diem bisa gak sih elo?!"
"Maaf" ucap Chaca menundukkan kepalanya dengan tangan yang mengelus sikunya yang terasa nyeri.
"Bangun! Ikuti gue! Gak usah ribet jadi cewek!" Tegas Chiko berjalan mendahului Chaca tanpa mau membantu gadis mungil itu berdiri.
Chaca bangkit dan menurut, mengikuti langkah lebar Chiko dengan sedikit berlari keluar rumahnyanya dengan masih mengenakan piyama lucunya.
Chaca memasuki mobil yang sudah ada Chiko didalamnya. Belum sempat Chaca memasang sabuk pengamanya, Chiko suadah menekan pedal gas membuat tubuh Chaca sedikit terguncang.
Chaca meliha kearah samping, wajah Chiko terlihat sangat panik terbukti dengan beberapa keringat yang keluar dari pelipisnya.
Chaca bahkan harus berpegangan erat karena Chiko mengendarai mobil itu dengan kecepatan yang tak biasa.
Chaca masih ingin beratnya, namun gadis mungil itu urungkan karena melihat ekspresi wajah tungannya yang fokus memperhatikan jalanan ramai Jakarta.
°°°°°
See you next part..
Sorry kalau garing..
Jangan lupa Vottment
Bye...
Oh iya, jangan lupa komen Next ya, soalnya biar aku semangat nulisnya,, wkwkwk
Salman
sellaselly12
~Hai SMEKDAN