Happy Reading.
*
Aliya mendengus saat merasakan nyeri pada selangkangnya. Rasanya masih sakit dan ia juga kesusahan berjalan. Ini karena ulah Jimin yang menyerangnya semalaman, Aliya yang tidak tahu apa-apa hanya bilang iya saat Jimin bertanya mau lagi. Dan Jimin terus saja menyerangnya tanpa henti semalam dan inilah akibatnya. Ia bahkan terlihat seperti bebek saat berjalan.
"Masih sakit hem?" Rasanya Aliya ingin memukul kepala Jimin yang menyembul dari pintu. Aliya tidak mau turun kebawah untuk sarapan. Bisa habis ditertawakan yang lain jika melihat cara berjalan Aliya.
"Sudah tahu tanya?" Jimin tersenyum dan masuk sambil membawa nampan.
"Makanlah aku membawakan ini! Eommaniem bilang ini makanan kesukaanmu" kata Jimin sambil meletakkan nampan dipangkuan Aliya.
"Aku tidak lapar" kata Aliya.
"Kau belum makan dari semalam!" Aliya tetap menggeleng.
"Aku tidak lapar Jimin-shi!" Kata Aliya.
"Jimin-shi? Kau yakin mau memanggilku begitu setelah apa yang kita lakukan semalam?" Wajah Aliya bersemu saat Jimin mengungkit kejadian semalam.
"Lalu aku harus memanggilmu apa?" Jimin tersenyum dan mengusap poni Aliya.
"Baby, Haney, Bi, My Love, Yeobo, Oppa" kata Jimin sambil tersenyum.
"Aku akan memanggilmu Oppa saja!" Kata Aliya cepat.
"Sudah kuduka! Habiskan sarapanmu" kata Jimin.
"Tapi nanti siapa yang menaruh dibawah. Itu-ku masih sakit karena kau masuki semalam" jika bukan karena Aliya mengeluh sakit sudah pasti Jimin akan kembali menyerang Aliya lagi. Hei pagi-pagi begini kau berbicara Vulgar? Kau salah tempat dan waktu Nyonya Park.
"Aku yang akan mengantarnya kebawah. Sekarang kau makan!" Aliya mengangguk dan memasukkan makanan yang dibawa Jimin kedalam mulutnya.
"Ini bukan udangkan?" Tanya Aliya.
"Ania! Itu ikan laut" jawab Jimin.
"Tapi kenapa rasanya aneh ya?" Jimin menatap Aliya yang mengamati makanan yang ia bawa.
"Wae?" Tanya Jimin.
"Aku bisa mati jika makan udang. Udang membuatku tidak bisa bernafas, dulu saat aku tidak sengaja makan udang aku harus dilarikan kerumah sakit dan dirawat 10 hari" jawab Aliya.
"Alergi?" Aliya mengangguk.
"Parah juga ternyata! Cha habiskan"
*
Setelah menginap dua hari dihotel Jimin dan Aliya pulang kerumah mereka sendiri. Mereka sepakat tidak akan ikut tinggal orang tuanya. Mereka ingin terbiasa satu sama lain. Dan kedua orang tua mereka menyetujuinya.
"Mana kamarku?" Tanya Aliya polos. Jimin yang kesal langsung menyentil dahi Aliya.
"Yakh sakit!" Pekik Aliya.
"Ralat ucapanmu! Kamar kita bukan kamarmu" Aliya merengut dan memajukan bibirnya beberapa centi tapi justru terlihat imut dimata Jimin. Dan Jimin tidak bisa menahan diri untuk mengecupnya.
Chup. Aliya terkejut saat Jimin mengecup bibirnya. "Yakh apa yang kau lakukan?" Teriak Aliya kesal.
"Menciummu. Kajja kita kekamar" Jimin berjalan menuju kamarnya meninggalkan Aliya yang mendengus kesal.
"Byuntae" kata Aliya sambil menyusul Jimin kekamar mereka.
*
"Aku tidak mau!" Tolak Aliya saat Jimin minta dipijit.
"Ayolah. Tubuhku pegal sekali. Aku membersihkan rumah sendirian dan kau juga enak-enakan tidur tadi" keluh Jimin.
"Tidak ada yang minta. Kan aku juga sudah bilang untuk menunggu pelayan" kata Aliya yang tidak mau disalahkan.
"Lama! Mataku pegal melihat semua berantakan" kata Jimin.
"Kita ke Spa saja ya?" Jimin menggeleng.
"Aku tidak suka tubuhku disentuh orang asing" kata Jimin.
"Tapi aku juga orang asing!" Jimin menepuk jidatnya kesal. ia lupa jika istrinya adalah wanita yang luar biasa polos dan pasti Aliya masih menganggap dirinya bukan siapa-siapa Jimin.
"Kau istriku, kau lupa jika kita sudah menikah dua hari yang lalu?" Tanya Jimin kesal.
"Ah ya aku lupa!" Kata Aliya sambil menepuk jidatnya.
"Dan karena kau sudah ingat saatnya kau memijit suamimu ini" kata Jimin jengah.
"Yakh tidak begitu juga!" Protes Aliya.
"Apalagi? Kau istriku dan seharusnya kau menuruti perintahku. Sudahlah jangan banyak membantah! Kau pijit saja aku" Aliya mendengus kesal.
"Baiklah! Mana yang harus kupijit" Jimin tersenyum dan mau membuka bajunya tapi diurungkan karena mendengar pekikan Aliya.
"Yakh kenapa kau buka baju?" Teriak Aliya protes.
"Biar lebih kerasa pijatanya. Sudahlah pijiti saja aku" Jimin kembali membuka bajunya dan berbaring diranjang dengan posisi tengkurap.
"Punggungku saja" Aliya mendengus dan mulai memijit punggung Jimin.
"Hah tanganmu nikmat juga" puji Jimin saat merasakan pijatan lembut Aliya di pinggangnya.
"Bawah Aliya" Aliya menuruti ucapan Jimin.
"Sini?" Tanya Aliya sambil memegang pinggang bagian kiri Jimin.
"Hem disitu" kata Jimin. Aliya kembali memijit Jimin dan Jimin benar-benar menikmati pijatan Aliya.
"Kau berbakat juga!" Aliya hanya diam dan terus memijit Jimin.
"Depan ya?" Pinta Jimin.
"Depan juga?" Jimin mengangguk.
"Lenganku pegal juga" kata Jimin sambil membalik tubuhnya.
"Nah pijit lagi Yeobo!" Aliya mendengus kesal dan memijat lengan kekar Jimin.
"Hah lebih keras Aliya" kata Jimin.
"Ini sudah keras Jim..."
"Oppa!" Kata Jimin menyela Aliya.
"Ara Oppa" jengah Aliya mengalah.
"Nah itukan enak didengar" kata Jimin. Aliya kembali memijit Jimin sedangkan Jimin memejamkan matanya menikmati pijatan Aliya.
"Hah aku pegal Oppa" keluh Aliya saat Jimin tidak menyuruhnya berhenti.
"Lagi Aliya! Lengaku masih pegal" kata Jimin.
"Tapi aku capek!" Jimin bangkit dari posisi berbaringnyan dan menatap Aliya kesal.
"Baru sebentar pijitanmu" kata Jimin.
"Tapi lenganku sudah pegal Oppa" keluh Aliya.
"Baru sebentar tadi" Aliya mendengus dan mendorong Jimin hingga jatuh keranjang.
"Tidur. Aku juga mau tidur" ketus Aliya.
"Ck aku tidak mau" kata Jimin sambil menarik tangan Aliya hingga jatuh kepelukanya.
"Lepas Oppa" Jimin menggeleng tegas.
"Aku akan lepaskan jika kau mau memijitku lagi" Aliya tetap menggeleng.
"Aku mau tidur" Jimin mendengus kesal dan membalik tubuh Aliya hingga berada dibawahnya.
"Yakh lepas!" Kata Aliya.
"Kau sendiri yang putuskan. Pijit aku lagi, atau kau tidak tidur semalaman" ancam Jimin.
"Oppa"
"Yes Or No Aliya Park?" Kata Jimin.
"Aish ya sudahlah! Lepaskan aku sekarang" kata Aliya pasrah.
"Anak pintar" Jimin melepaskan cengkramanya dan Aliya langsung bangkit.
"Nah pijit lagi" Aliya mendengus kesal dan kembali memijit Jimin.
"Nah itu enak Sayang!" Aliya mematung saat Jimin memanggilnya Sayang.
"Hei kenapa kau diam?" Tanya Jimin.
"Ah Ye? Mian" Aliya kembali memijat Jimin.
"Ada-ada saja" kata Jimin.
"Oppa!"
"Hem!"
"Bagaimana hidupmu dulu?" Jimin membuka matanya saat mendengar pertanyaan Aliya.
"Apa maksudmu?" Tanya Jimin bingung.
"Ania! Aku hanya ingin bertanya bagaimana hidupmu selama 5 tahun di Amerika?" Tanya Aliya lagi.
"Menyenangkan" jawab Jimin.
"Tentu saja menyenangkan. Kau hidup di Amerika dan pasti sangat berbeda dengan kehidupanku disini, membosankan" Jimin membuka matanya menatap Aliya dalam.
"Apa yang kau ingin tanyakan sebenarnya?" Tanya Jimin sambil menyingkirkan tangan Aliya dari lenganya.
"Ania! Aku hanya ingin bertanya itu saja" baru saja Aliya hendak bangkit tanganya lebih dulu ditarik oleh Jimin hingga ia jatuh diranjang.
"Katakan jujur" tekan Jimin sambil menindih tubuh Aliya.
"Aku hanya ingin bertanya itu saja Oppa" jawab Aliya.
"Aku bukan orang bodoh Aliya. Katakan jujur" tekan Jimin.
"Oppa~~~"
"Jawab jujur Aliya" desis Jimin.
"Aku hanya takut" Jimin menatap Aliya aneh.
"Takut apa?" Aliya menatap Jimin ragu.
"Kehidupan kita jauh dari kata sama. Oppa hidup bebas dan aku hidup dengan berbagai halangan dan batasan. Aku takut jika kita akan berakhir menyedihkan. Aku ingin menikah dengan satu orang dan aku ingin mempertahankanya sampai aku mati, tapi melihat perbedaan kita aku tidak yakin" kata Aliya lirih.
"Apa maksudmu?" Tanya Jimin bingung.
"Kebebasan Oppa membuatku takut" jujur Aliya.
"Kebebasanku?" Aliya mengangguk.
"Ya! Kehidupan Oppa sangat bebas selama 5 tahun ini dan aku takut jika kebebasan itu membawa perpecahan. Kita memang tidak saling mencintai tapi aku hanya ingin jadi istri yang pertama dan terakhir. Aku tidak mau jadi bekas istri" kata Aliya.
"Apa kau berfikir jika aku akan selingkuh?" Tanya Jimin tajam.
"Sayangnya iya, Aku takut jika Oppa merasa tidak puas dengan satu wanita dan...emph!" Aliya terbelalak saat Jimin mencium bibirnya. Ia tidak salahkan?
"Kau fikir aku laki-laki murahan yang suka menebar benih sana-sini dan menancapkan sembarangan kelaminku pada lubang wanita?" Aliya hanya bisa diam mendengar pertanyaan tajam Jimin.
"Aku..."
"Ku simpulkan kau menganggapku sering bersetubuh dengan wanita yang ada disana" sela Jimin dan Aliya hanya bisa mengangguk pelan.
"Ya aku memang menyipulkan itu" jawab Aliya jujur.
"Kau salah faham. Aku memang hidup dengan kebebasan disana tapi aku tidak pernah melakukan hubungan s*x pranikah dengan wanita yang ada disana. Aku lebih memilih melakukan self s*x dari pada melakukan s*x bebas disana. Dan perlu kau tahu jika kau jugalah yang mengambil kepejakaanku. Aku memang bejat, tapi aku tidak akan menyetubuhi wanita yang bukan milikku. Ingat itu!" Aliya menatap kaget Jimin. Ia kira Jimin sudah pernah berhubungan s*x sebelumnya.
"Oppa!"
"Kau yang pertama Sayang!" Tubuh Aliya merinding saat Jimin memanggilnya sayang.
"Oppa!" Jimin menatap dalam manik mata Aliya.
"Kita memang belum saling mencintai tapi bukan berati tidak bisa. Cukup saling percaya saja dan semua pasti baik-baik saja!" Pandangan Jimin mulai menggelap.
"Lalu jika aku mai itu apa yang harus kukatakan?" Jika bukan karena suasana yang romantis ini Jimin sudah pasti tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaan Aliya.
"Bilang jujur saja. Oppa aku ingin itu" kata Jimin.
"Bolehkan?" Jimin mengangguk.
"Baiklah! Oppa aku ingin itu!" Senyum diwajah Jimin mengembang. Aliya benar-benar polos dan bagaimana bisa dirinya yang mesum mendapatkan istri polos seperti ini.
"Baiklah akan Oppa berikan!" Baru saja Jimin hendak meraup bibir Aliya, dadanya sudah lebih dulu ditahan oleh Aliya.
"Wae?" Tanya Jimin bingung.
"Tidak akan sakit lagi kan?" Jimin tersenyum dan menggeleng.
"Akan sangat nikmat. Lihat saja nanti" Jimin langsung meraup bibir mungil Aliya dalam sebuah ciuman yang dalam dan bergairah dan Aliya yang tidak mengerti apapun hanya bisa membalasnya.
"Oppah!"
"Ah!"
"Oigh!"
"Shut! s**t!"
"Ah! Ah!"
"Baby!"
"Arggggg"
T.b.c