Hari terus berlalu, dan Bimo tetap melakukan kegiatan yang sama setiap malam—duduk meringkuk. Matanya menatap nanar ke sudut ruangan yang gelap yang dikelilingi dengan besi-besi. Penyesalan perlahan menghampirinya. Dia berpikir akan masa depan, yang tentu saja hancur kalau dia harus mendekam selama beberapa tahun di penjara. Saat dia keluar, umurnya tak lagi muda dan saat itu juga dia tidak memiliki pendidikan yang layak untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan. Masa lalu perlahan merasuki pikirannya. Sebulan yang lalu, Laki-laki yang kini mengenakan seragam sekolah itu melempar tasnya asal lalu melonggarkan dasinya. Dia menghela napas berat sembari menatap dinding kamar yang dipenuhi sarang laba-laba di setiap sudutnya. Setelah itu, pandangannya beralih ke layar handphone yang kini me

