Kemampuan yang Petaka

914 Kata
Sosok ber-hoodie putih itu melangkahkan kakinya ke dalam ruangan sunyi yang tak ada siapa pun di dalam kecuali sebuah cermin yang sisinya di cat hitam. Pria itu menatap ke dalamnya. “Siapa yang akan kau bunuh? Ayo pilih, pilihlah.” “Tidak. Mereka semua temanmu, sadarlah.” “Karena itu, kau harus membunuhnya, biar mereka tak sengsara lagi, biar mereka bahagia.” “Omong kosong. Jangan lakukan itu, tak ada kebahagiaan dibalik penyiksaan.” “Benar kah? Lihatlah dirimu kau selalu berbuat baik, apa kau bahagia?” “Tentu saja,” “Tidak, bohong kalau iya.” “Tidak memang, te-tetapi—" “Sudah cukup. Aku lebih memahaminya daripada kau. Jadi diamlah. Tugasmu sudah selesai. Serahkan semuanya kepadaku.” “Tidak, tidak akan.” “Sudah terlambat.” “Tak ada kata terlambat. Kau harus menguasai dirimu.” Suara itu memenuhi pikirannya. Rasa-rasanya kepalanya hampir saja meledak, ia menarik rambut sekencang mungkin. “AAAARRRGHHHHHHH!” Teriakan itu bergema di sudut ruangan, cicak-cicak pun jadi enggan memakan serangga dibuatnya. Suasana itu cukup menggambarkan derita batin yang harus ditanggung anak berusia 18 tahun pengidap Multiple Personality Disorder[1], melawan dirinya sendiri. Hening… Ia mendengar suara sepatu, ada orang yang mendekat. Pintu berderit. Sesosok pria berdiri di ambang pintu. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya. “Pa-papa, hehehe… aku cuma sedang, ngg la-latihan bernyanyi.” “Turunlah, waktunya makan malam.” “Ah siap.” Anak itu mengikuti langkah papanya dengan riang. Kalian bisa melihat bagaimana wajahnya yang beberapa menit lalu nampak mengerikan kini tersenyum tanpa beban. * Kelas XII.1 adalah kelas khusus yang terdiri dari 16 siswa terbaik di Cortex High School atau biasa disebut 'Cortex' saja. Sekolah bertaraf internasional ternama dengan seleksi super ketat. Edward adalah yang terbaik diantara siswa terbaik lainnya. Sudah masuk Cortex, kelas unggulan, peringkat satu, mantan ketua OSIS pula. Dan satu hal yang tak kalah penting, ia rupawan. Istilah good looking membuat manusia satu langkah lebih maju bahkan saat baru dilahirkan. Tenang, karena good looking dan kehidupan yang dikatakan sempurna tidak menjamin kebahagiaan. Sama dengan Edward. Sesempurna apa pun ia, bahkan seantero sekolah mengenalnya—ia tetap manusia biasa yang juga punya kekurangan. Edward yang hidupnya dikatakan sempurna membuat semua orang canggung terhadapnya. Berdiri dihadapannya rasanya sama seperti masuk ke igloo[2] beruang kutub. Dingin, sepi dan tidak bersahabat. Jadi kekurangannya adalah dia tidak punya banyak teman karena sangat tertutup. Dia punya teman, tetapi hanya sekedar teman saja, yang bertegur sapa dan berbicara jika ada kebutuhan, juga yang memuji-mujinya dengan maksud tertentu. Edward diibaratkan seperti berlian diantara para emas. Lebih berharga tapi bukan bagian dari mereka. Bagaimana mungkin berteman, sepulang sekolah, Edward sudah berkutat di depan meja belajar bersama earphone yang menggelantung di telinganya. Ditemani buku-buku setebal buku Andrea Hirata "Laskar Pelangi" atau "Harry Potter -The Goblet Of Fire" karya J.K. Rowling. Bedanya, buku ini bukan buku fiksi untuk menghibur. Tetapi buku yang berisi soal-soal HOTS yang akan membuatmu tahu betapa sulitnya Thomas Alva Edison menemukan sebuah lampu. Berbeda dengan Edward yang terus dipuji oleh Alex teman sebangkunya. Di seberang meja sana, ada Aeera, Debi, Juita, Angela dan Arabelle. 5 sahabat yang saat ini menggerutu tentang nilai mereka. Mereka juga sama terkenalnya dengan Edward. Mereka dijuluki 5 Bintang. Tetapi bedanya, jika Edward terkenal sendiri, mereka harus jalan berlima sama-sama kemanapun untuk dikenali. Di kantin misalnya, atau perpustakaan sekolah.  Aeera bisa dikatakan adalah pemimpin mereka. Maksudku bukan seorang ratu dan yang lain adalah dayang-dayangnya. Tak ada yang seperti itu di Cortex. Ralat! Mungkin ada. Tetapi intinya Aeera tidak seperti itu. Dia memimpin yang lain karena ia tipe yang banyak bicara. Setiap ada pertengkaran dia selalu menengahi. Juga selalu berpikiran bijak dalam mengambil keputusan meski terkadang bersifat kekanakan. Seringkali mengikat rambutnya dengan pita emas selaras dengan seragam mereka. Tipe wajahnya blasteran. Tetapi tidak terlalu nampak kecuali hidungnya yang mancung dan bola matanya agak kebiruan. Kemudian ada Debi. Tipe pelindung yang ditakuti laki-laki. Bagaimana tidak, ia sedikit tomboy dan ia mengakuinya. Tubuhnya atletis karena ia memang pemain basket, setahun yang lalu. Hingga akhirnya memutuskan berhenti demi fokus ujian nasional. Ketiga ada Juita. Berbeda dengan Aeera yang banyak bicara. Juita adalah tipe pendiam yang berbicara sebutuhnya. Tetapi meski begitu, ia adalah sosok penyayang lagi lembut. Wajahnya Indonesia tulen khas pribumi. Keempat ada Angela. Sosok perfeksionis. Kalian pernah melihat perempuan yang terus memakai parfum? Memperbaiki sudut pakaian agar simetris? Tidak suka melihat hal yang berantakan. Apapun itu. Sprei yang kusut atau meja yang tidak tertata rapi? Begitulah Angela. Terakhir ada Arabelle. Punya paras menawan. Menjadi model saat usianya masih delapan tahun. Trendsette[3]r sekolah. Dia sosok yang sempurna ditambah kecerdasannya. Peringkat tiga kelas XII.1. Jadi kalian tahu laki-laki yang pantas untuknya? Ya, Edward. Mereka berdua telah dijodohkan. Perjodohan yang bukan hanya tentang cinta tetapi lebih daripada itu. Bercerita tentang peringkat. Kalian pasti bertanya siapa yang berada di peringkat dua setelah Edward dan sebelum Arabelle. Jawabannya adalah Septian. Cortex dipenuhi dengan anak-anak bersendok emas. Maksudnya anak-anak yang terlahir dari keluarga terpandang lagi kaya-raya. Tetapi Septian adalah salah satu pengecualian. Ia bersekolah disini itu murni karena kecerdasannya sehingga ia bisa mendapatkan beasiswa penuh untuk sekolah ditambah beasiswa untuk biaya hidupnya. Dan kalau saja Edward tidak ada, mungkin Septian akan menjadi peringkat 1. Tetapi fakta mungkin berkata lain. Cortex bukan sekolah biasa. Banyak rahasia di dalamnya yang mungkin akan mengubah pandanganmu tentang hidup.        [1] Gangguan yang ditandai adanya dua atau lebih status kepribadian berbeda [2] Tempat tinggal berbentuk kubah dan dibangun dari balok-balok salju [3] Orang yang memulai tren fashion sebelum orang kebanyakan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN