1. Awal sebuah permulaan
"Tujuh ribu, mas" ucap seorang gadis cantik berumur 24 tahunan yang mengendarai sebuah kuda besi atau disebut bronpit dalam bahasa suroboyoan (baca : mobil) warna putih berlogo lingkaran dengan huruf L di tengahnya. Sebuah Lexus seri RX270. Di sisi lambung nampak garis cutting sticker gradasi abu-hitam yang menambah padu padan serasi dengan warna mobil. Plat nomer L 1 PS bisa jadi melambangkan bahwa sang pemilik memiliki sesuatu yg indah dan seksi dibagian bibirnya.
Gadis cantik itu bernama Annada Kamaniai. Posturnya semampai ramping dengan BB/TB kisaran 45/160 namun dengan porsi bemper depan yg cukup emejing dan keong emas belakang yang membulat padat. Kulitnya putih, hidung mancung, parasnya sungguh memukau dihiasi geraian rambut panjang ala gadis sampoo hingga setengah punggung.
"Siap, mbak" ucap si lawan bicara dengan tangkas sembari tangannya tetap sibuk bekerja menyelesaikan order dari si gadis cantik.
Tersebutlah seorang pemuda penjual gorengan yang biasa mangkal di pojok tenggara kampus 'U' Surabaya mulai pukul 9 pagi hingga lepas adzan ashar. Peralatan dan gerobak gorengan ia desain sedemikian rupa sehingga mampu bertengger apik di Honda Prima-nya yang meski tua namun cukup handal untuk dipakai beraktifitas keseharian. Pria itu bernama Nandana Kaili. Usianya berkisar 25 tahun. BB/TB 57/170. Dengan postur cukup tinggi, rambut lurus belah duren ala Oppa korea, lesung pipit dan hidung mancungnya, cukuplah jika ia dikelompokkan sebagai salah satu pria tampan negeri ini.
Namun nasib baik belum berpihak kepadanya. Ia seorang anak sulung dari rumah tangga sederhana yang tak memiliki keuangan cukup. Sang Bapak dan Ibu berada di Jakarta sana untuk mengais rizki. Ia hanya tinggal di Surabaya dengan seorang gadis imut yakni adik semata wayang yang masih sekolah SMA. Nandana rela berjualan gorengan untuk mencukupi kebutuhan karena uang kiriman orangtua mereka setiap bulan sangatlah minim. Bapak dan Ibu hanya pulang setahun sekali saat lebaran. Untuk ikut tinggal dengan orangtua di Jakarta sepertinya tidak mungkin. Disana hidup mereka juga sangat sulit. Namun demi menghidupi anak-anaknya, mereka terus berjuang.
Mengapa harus berjualan gorengan?. Karena memasak adalah hobi Nandana. Ijasah lulusan SMA belum cukup mampu membawanya bekerja lebih layak. Nandana menyukai ketekunan. Ia cukup yakin bahwa meski hanya berjualan gorengan yang terkesan remeh, kelak ia akan mampu meniti jalan sukses.
"ehemm.. No, cewek cakep tuh hehe" seorang pemuda harapan bangsa seumuran Nandana berbisik pelan di samping Nandana sembari bertengger diatas motor Honda Megapro yang ia parkir persis di samping belakang dagangan Nandana.
Ia adalah Indra, Indra Gumilang Putra nama lengkapnya. Indra adalah sahabat dekat Nandana sejak duduk di bangku sekolah, meski mereka tak pernah bersekolah di sekolah yang sama. Mereka kenal, akrab dan kemudian menjadi sahabat kental tatkala bertemu dalam hobi yang sama yaitu bermain pingpong di lapangan Pak RW dekat rumah Nandana.
Postur Indra terbilang cukup ideal. Dengan BB/TB 60/167 disokong wajah tampan kalem, karakter ramah dan mudah bergaul, serta rambut sedikit bergelombang namun tidak terlalu panjang, membuat sekarung dara terkiwir-kiwir padanya.
"Lambe mu Ndro (mulutmu Ndro)! Hehe", Balas Nandana sembari terkekeh.
Mereka berdua memang terbiasa memanggil dengan nama panggilan tersendiri. Nandana biasa dipanggil Dana oleh kawan-kawannya. Namun tidak demikian bagi Indra, ia lebih tertarik dengan memanggil dengan nama panggilan Dono.
Setali tiga uang seperti sahabatnya, Dana pun juga memanggil Indra dengan nama yg membuat mereka menjadi mirip grup Warkop DKI. Dana terbiasa memanggil Indra dengan nama panggilan Indro.
Belum selesai Dana melayani pesanan sang dara cantik, sebuah mobil Honda Brio berwarna putih berhenti tepat di depan Lexus milik si gadis cantik dengan posisi moncong saling berhadapan. Seorang pemuda modis muncul dari pintu kemudi. Setelan kemeja putih lengan panjang yang ia pilin lengannya dan ia buka begitu saja keseluruhan kancing bajunya mempertontonkan kaos oblong bertuliskan Fender, dipadu dengan celana jeans warna cream dilengkapi sepatu dengan warna senada, menunjang penampilan apik dan ganteng sang pemuda yang seukuran tubuh dengan Indra serta berwajah rada berbau timur tengah tersebut.
"Wah lo pada ngumpul disini kaga ngajak-ngajak!" ucap si pemuda modis yg baru turun dari mobil tersebut. Dia adalah Khusna Dwipa Mahendra. Seorang pemuda asal Tasikmalaya yang bekerja sembari kuliah di Surabaya. Kebiasaan nongkrong Khusna di lapak dagangan Dana selepas jam kuliah sambil menunggu jam masuk kerja membuat ia dan duo sembret Dana Indro menjadi akrab. Lengkaplah sekarang anggota ketiga dari grup warkop DKI gadungan atau lebih tepatnya grup warkop SBY ini. The trio of Sembret.
"Ga kuliah lu Kas??" Indra bertanya balik kepada pemuda yang bernama Khusna tanpa menjawab pertanyaan Khusna sebelumnya. Yahh.. dengan sangat terpaksa Khusna harus merelakan namanya di utak-atik menjadi Kasino meski sebenarnya tak ada kemiripan sama sekali antara kedua nama tersebut.
"Eh elu ya.. ditanyain kok malah tanya balik. Gue lagi males kuliah nih bro..ntar ada event di tempat kerja, jadi ya disuruh masuk kerja agak lebih cepet gitu. Ya udah gue pikir mending sekalian bolos aja deh hehe," Khusna menjelaskan ihwal kenapa ia sampai bolos kuliah hari itu.
"Ah lu Kas, ada aja alasan mencari pembenaran diri!" timpal Indra kemudian.
Dilain pihak, nampak Dana sedikit dua dikit mencuri pandang ke arah pembeli cantik yang berdiri tak jauh dari hadapannya. Meski sesekali juga terlihat Indra maupun Khusna melakukan hal yang sama dengan Dana. Mungkin hanya pria bodoh yang tak bergeming mendapati seorang wanita cantik dihadapannya.
"Sampun mbak, dan ini kembaliannya. Terimakasih sudah bersedia mencicipi dagangan saya.." terdengar Dana berbicara sembari mengulurkan sekantung plastik gorengan beserta uang receh kembaliannya.
"Sudahlah mas, kembaliannya buat mas aja !" ucap Annada cantik sembari tersenyum maniiis sekali.
"Lho.. Ndak bisa mbak, kembalian ya tetap kembalian. Kalau mbaknya maksa ya saya juga akan maksa nambahin gorengannya!" diluar dugaan, ternyata Dana cukup idealis dalam hal pekerjaannya ini. Ia mempunyai prinsip untuk tidak merepotkan orang lain. Ia juga ingin dihargai jerih payah pekerjaannya, bukan hanya sekedar belas kasihan.
Mengetahui niat baiknya ditolak oleh Dana, nampak Annada sedikit terkejut dan mengerutkan kening. Namun dengan cepat ia tutupi dengan senyumannya kembali.
"Yo wis lah mas, terimakasih. Saya terima ya kembaliannya..monggo.. " sambut Annada menanggapi sikap sedikit kaku Dana terhadapnya. Sejurus kemudian terlihat Annada berbalik dan berjalan ke arah mobilnya.
"Ssstt.. Ndro, geulis pisan tuh cewek.. Eleh-elehh" Khusna mengiringi langkah Annada menuju mobil dengan tatapan takjub. Siku tangan kirinya ia senggol-senggolkan ke rusuk Indra seakan meminta tanggapan Indra atas apa yang mereka bersama lihat.
"Woy.. Kurang ajar lu. Masa ni d**a lu elus-elus gitu pakai siku. Ihh jijik coy.. Emang gue cowok apakah?" Indra memelototkan mata sembari tersenyum jenaka ke arah sahabatnya. Akhirnya merekapun tertawa bersama. Annada cantik yang hampir membuka pintu mobil terlihat agak risih terhadap tertawaan Indra dan Khusna yang ia dengar dan seolah terarah padanya.
*****
Selamat datang di Novel saya "CEO CANTIK DAN PENJUAL GORENGAN". Sebuah liku kisah perjalanan pedagang gorengan yang mencari cinta, jati diri, dan masa depan yang lebih baik.
Setting latar adalah kota Surabaya. Dialek khas Suroboyoan lengkap dengan candaan yang kata orang "kasar" akan dihadirkan untuk menghasilkan rasa yang khas dan orisinil. Namun pembaca tak perlu khawatir, karena terjemah dari bahasa Jawa dan Suroboyoan akan disertakan di setiap dialog dan kalimat.
Selamat membaca dan semoga terhibur.
Salam hangat,
Penulis
*****