Mencoba Dekat

1103 Kata
Naila lebih banyak menghabiskan waktu di cafe jika tidak ada pekerjaan, seperti hari ini dari buka sampai siang ini masih setia di ruangannya menyusun menu untuk atlet tersebut. Naila membaca riwayat kesehatan Rafa dengan teliti, namun ada satu hal yang membuat Naila bertanya adalah riwayatnya yang mengalami depresi dan pernah mengonsumsi obat dari seorang psikiater. Naila membaca dengan perlahan memastikan apa yang dibaca tidak ada, sebenarnya tidak ada masalah memberikan makanan jenis apa tapi ada satu hal yang membuat Naila berpikir bagaimana bisa Rafa sampai di titik ini. “Nay,” sapa seseorang membuka pintu “kamu melamun dipanggil beberapa kali gak ada jawaban.” “Ada apa?,” tanya Naila menatap Zahra yang merupakan kakak ipar alias istri dari Yudo kakaknya. “Ada yang mau ketemu di bawah,” jawab Zahra membuat Naila menatap bingung “atlet kebanggaan pantas mama heboh.” Naila mencibir perkataan Zahra “jangan sampai mbak ketularan mama tak bilang ke mas,” ancamanku membuat Zahra tertawa. “Mas kamu itu satu spesies sama kaya papa jadi akan lebay tapi kalau diancam langsung takut,” kami berdua tertawa mendengar perkataan Zahra “udah kasihan itu tadi aku letakkan di ruangan VVIP agar gak ada yang ganggu.” “Kita mana ada ruang VVIP,” Naila menatap Zahra bingung. Zahra tidak menjawab perkataan Naila karena lebih memilih menariknya menuju salah satu ruangan yang ada di sini yaitu ruang rapat, Naila menggelengkan kepala bagaimana kakak iparnya dengan mudah membawa orang ke dalam ruangan ini. Naila berpikir ini akibat kakak iparnya lebih banyak bersama kedua orang tuanya yang terkadang apa dilakukan di luar batas dan pikiran orang lain. Naila menatap Rafa yang duduk dengan tenang seketika membuat Naila gugup, tapi perasaan itu segera dihilangkan karena ini semua demi profesionalitas. Naila memandang sang kakak ipar yang masih memandang Rafa dengan pandangan memuja, Naila dapat melihat jika Rafa tidak nyaman dengan orang lain dan sepertinya membutuhkan tempat tertutup untuk berbicara. “Mbak bisa keluar,” pinta Naila menatap Zahra sang kakak ipar dengan malas karena semakin lama semakin mirip dengan Indira sang mama. “Maaf aku keluar dulu,” ucap Zahra sambil tersenyum dan memberikan tatapan menggoda pada Naila membuat Naila memutar bola matanya malas. Naila duduk di dekat Rafa setelah memastikan jika sang kakak ipar keluar dan menjauh dari ruangan karena bagaimana pun sepertinya pembicaraan ini akan sangat rahasia. Naila menatap Rafa yang dari tadi tidak melepaskan pandangan pada Naila membuatnya sedikit tidak enak seolah Rafa melakukan penilaian pada dirinya. “Jadi apa yang bisa saya bantu?,” tanya Naila langsung tanpa basa – basi. Rafa tersenyum simpul “kamu pasti tahu riwayat medis milik saya jadi bisakah itu hanya rahasia antara kita?,” menatap Naila tajam “saya sangat berterima kasih jika kamu melakukan hal tersebut,” Naila dapat memandang jika tatapan Rafa kali ini berubah seperti tatapan memohon layaknya anak kecil yang meminta sesuatu. “Tenang saja saya sudah di sumpah untuk merahasiakan kondisi klien,” jawab Naila sambil tersenyum “tapi bisa saya bertanya?,” Naila bertanya hati – hati. “Silakan,” jawab Rafa singkat “jika itu bisa membantu untuk mengerjakan pekerjaanmu.” “Apa masih mengonsumsi obat tersebut?,” Naila bertanya dengan hati – hati tidak ingin menyakiti perasaan Rafa. “Sudah berhenti karena seseorang,” entah kenapa mendengar jawaban Rafa sedikit hati Naila seperti dicubit. Naila mengangguk paham selanjutnya mereka membicarakan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh Rafa lakukan sebelum dan selama pelatihan. Rafa juga meminta beberapa menu yang dirinya dan sang partner sukai, menurut Rafa ada hari di mana mereka bebas untuk makan di luar dan biasanya Rafa serta partner akan membeli makanan di luar menu biasanya. Naila tidak ingin terjebak dengan mudah karena bagaimana pun semua harus dibicarakan dengan manajemen bukan keputusan dirinya dan pemain. Naila tidak sadar berapa lama mereka berdua berbicara mengenai banyak hal dan pandangan mengenai Rafa sedikit berubah meskipun tidak terlalu besar, setidaknya ketika nanti bersama Rafa suasana bisa sedikit mencair meskipun tidak terlalu banyak setidaknya lumayan untuk berkomunikasi. “Aku lapar apa ada menu yang enak dan cocok untuk kesehatan?,” Rafa menatap Naila dengan tanda tanya. “Maaf terlalu asyik berbicara sampai melupakan memberikan minuman, tunggu sebentar.” Naila kembali bersama dengan pelayan mengantarkan makanan dan minuman untuk mereka berdua, selepas kepergian pelayan tersebut Naila menjelaskan kandungan yang ada dalam makanan di depan Rafa serta akan mempengaruhi pada sistem tubuh seperti apa nantinya. Naila menatap Rafa yang sedang menyuapkan makanan ke dalam mulut dengan harap – harap cemas Naila menunggu jawaban dari Rafa mengenai makanan tersebut. “Enak dan dagingnya ke rasa sekali,” ucap Rafa sambil memasukkan suapan ke dalam mulutnya. “Percaya atau tidak jika tadi bukan daging melainkan jamur yang kami bumbui dan bentuk selayaknya daging,” jelas Naila membuat Rafa menatap tidak percaya “beberapa orang yang ingin diet namun tetap sehat dengan makanan jadi ini sangat sesuai.” “Tapi saya tidak butuh diet,” bantah Rafa. Naila tersenyum “benar tidak butuh diet tapi kandungan yang kamu konsumsi tadi bukan hanya untuk diet melainkan kesehatan juga,” menatap Rafa yang hanya bisa diam mendengar penjelasan Naila “nanti akan saya pikirkan apa akan memberi menu ini atau tidak.” “Nay, apa kamu lupa denganku?,” Naila menatap Rafa bingung atas pertanyaan yang keluar “lupakan dan sekarang kita membahas mengenai menu saja.” Rafa bertanya menu apa saja yang ada di cafe ini bisa dirinya dan sang partner konsumsi, tanpa sepengetahuan Naila di mana Rafa menatap Naila dengan tatapan memuja seolah Naila adalah orang yang dicarinya selama ini. Rafa tidak membohongi hatinya jika dari awal bertemu dirinya sudah yakin atas wanita yang ada di depannya, sayangnya Rafa tidak ingin lebih tepatnya tidak bisa untuk melakukan hubungan dengan wanita kecuali wanita itu mengerti tentang kondisi dirinya yang akan sibuk dengan pertandingan dan latihan setiap hari. “Kalau latihan berapa kali sehari?,” pertanyaan Naila membuyarkan lamunan Rafa tentang kondisi mereka yang hanya diketahui Rafa. “Pagi kita keliling asrama, siang kita mulai latihan di lapangan untuk mengetahui kemampuan secara umum mengenai kondisi masing – masing.” jelas Rafa menatap Naila yang hanya mengangguk “lalu kegiatan kamu?,” Naila menatap bingung dan tersenyum “lebih banyak menghabiskan waktu di sini meskipun juga ada kegiatan lain seperti rumah sakit dan juga beberapa yayasan sebagai tenaga tanpa bayaran.” Naila mengajak Rafa membicarakan banyak hal sedangkan yang dilakukan Rafa mengamati Naila tanpa berkedip sama sekali dan sayangnya Naila tidak menyadari arti tatapan Rafa tersebut. Sikap Naila ini sangat sesuai dengan sang mama yang dapat peka dengan kejadian sekitar, tapi setidaknya Rafa tidak ingin membuka sekarang dan menikmati apa yang ada dengan perlahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN