CHAPTER 4
Hari ini aku kembali masuk ke sekolah setelah 2 hari absen karna keadaan tubuhku yang tak bisa diajak kompromi.
Untuk kalian yang belum mengenalku, baik. Aku akan memperkenalkan diriku.
Namaku Adlina Syahla. Biasa dipanggil Alin. Aku sekolah di SMA Citra Bangsa kelas 10-3 IPS. Dulu aku SMP di Jogja. Tapi karna ayah dipindah tugaskan ke Bogor, jadilah aku menuntut ilmu di kota hujan ini. Aku bukan nerd. Aku cuma ga dianggap aja di sekolah. Bukan dalam artian aku ga punya teman ya. Maksudnya ga dianggap itu ada atau tidak adanya aku di lingkungan sekolah tak memberikan pengaruh apapun. Sangat berbeda dengan mereka yang menjadi hitz di sekolah. Sebut saja Kak Ardan dan kawan-kawan. Atau pun Kak Randi beserta rekan OSISnya.
Mungkin kalian bingung mengapa aku menyukai Kak Ardan. Semuanya bermula saat 3 bulan lalu waktu senja di dalam angkot.
Saat itu aku pulang sekolah saat sore hari karna ada kerja kelompok. Teman-teman ku pada membawa motor. Namun tak satu pun yang rumahnya searah dengan ku. Jadilah aku naik angkutan umum. Sudah ada beberapa orang di dalamnya. Aku duduk tepat di depan pintu masuk. Namun, angkot yang ku naiki tak langsung jalan alias ngetem dulu.
Tiba-tiba terdengar suara ramai dari kejauhan. Hingga suara itu semakin mendekat dan tiba di depan pintu masuk angkot. Itu adalah pertama kalinya aku melihat Kak Ardan, Kak Dani, Kak Adam, dan Kak Levi walaupun saat itu aku tak tau nama mereka. Terlihat mereka sedang memperdebatkan sesuatu. Suara mereka kencang. Hingga aku dapat mendengarnya.
"Eh, udah naek aja!" Itu suara Kak Adam.
"Apaan, udah penuh. Tunggu yang laen aja ngapah!" Balas Kak Levi.
"Dih, katanya mau cepet-cepet. Udah naek ini aja." Kata Kak Ardan menambahi.
"Au, masih muat kok." Ujar Kak Dani sambil masuk. Disusul oleh Kak Adam. Lalu Kak Lavi. Hingga Kak Ardan naik terakhir. Dan parahnya, Kak Ardan mengambil alih posisi di sebelah ku. Benar-benar di sebelahku.
Tentu saja aku gugup. Bukan karna aku suka. Namun aku cukup mengerti gaya-gaya kakak kelas di sampingku ini. Tipe anak nakal yang digilai banyak orang. Dari wajahnya pun sudah kelihatan.
Angkot biru itu pun melaju dan berhenti di lampu merah. Tiba-tiba, ada seorang ibu-ibu yang naik. Dan lagi-lagi tak ku duga, bukannya geser menjauh, Kak Ardan malah bergeser ke arah ku sehingga ibu yang naik tadi duduk di sebelah kiri kak Ardan dengan aku di sebelah kanannya. Jarak kami semakin menipis. Bahkan aku merasakan lengan kami bersentuhan. Itu kedua kalinya aku merasakan sengatan aneh saat kulitku bersentuhan dengan lawan jenis. Yang pertama tentu saja saat aku masih SMP.
Aku mencoba tenang dan untung saja sebentar lagi aku turun.
"Kiri pak.." ujar ku saat itu.
Aku turun dan membayar dengan uang dua ribuan.
"Makasih ya pak." Ucap ku lantang sambil tersenyum. Dan mobil berwarna biru itu kembali melaju.
Tak ku sangka saat aku menoleh ke kanan, aku melihat 4 kakak kelas ku. Mereka juga turun ternyata. Dan yang paling mengejutkan, aku bertatapan dengan salah satu darinya. Aku bertatapan dengan Kak Ardan. Kak Ardan tersenyum kepada ku. Mau tak mau, aku pun membalas senyumannya.
Satu hal yang belum hilang dari ingatan ku. Tatapannya seperti membuat ku tersedot kedalam black hole. Dan rasanya, aku bisa melihat sejuta bintang terang dalam bola matanya yang dalam. Betapa hiperbolisnya perempuan yang sedang
j a t u h c i n t a.