CHAPTER 5
Aku berjalan di sepanjang koridor dengan santai. Senyum terus terkembang di bibir ku. Hati ku senang dan berbunga. Hari ini aku kembali ke sekolah. Dan artinya, aku akan bertemu dengan Kak Ardan. Entah mengapa kalimat itu menjadi penyemangat ku. Aku masuk ke kelas dan langsung mendudukan diri di kursiku. Senyam-senyum sendiri ga jelas. Hanya dengan satu alasan; hari ini aku bisa liat dia. Walaupun dari jauh.
"Kamu kenapa Lin? Senyum sendiri kayak orang gila." Tanya Riri menatapku aneh.
"Gapapa kok Ri. Aku cuma lagi seneng aja." Jawabku sambil tertawa.
Mata Riri memicing tak percaya.
"Ga mungkin. Kalo cuma seneng doang ga mungkin kamu sampe senyam-senyum gitu. Kenapa?" Jelas Riri sambil menegaskan pertanyaannya.
Aku diam sebentar. Bingung antara mau jujur atau engga. Kalo jujur pasti bakal jadi bulan-bulanan. Kalo bohong, kan dosa.
"Emmm, kemaren pas aku ga sekolah, Kak Ardan sms aku." Cicit ku pelan. Antara senang dan takut.
Mata Riri terbuka lebar. "Demi apa kamu Lin?" Tanya Riri histeris hingga kami menjadi tontonan anak-anak kelas. Bagaimana tidak, aku dan Riri adalah anak pendiam di kelas.
Aku langsung membekap mulut Riri dan menatapnya tajam walau ku yakin tak berhasil. Tapi untungnya, dia mengerti bahasa isyaratku.
"Riri ih, jangan keras-keras." Kata ku pelan sambil melepaskan tanganku dari mulutnya.
Riri tersenyum minta maaf. Tapi kembali menanyakan kebenarannya. "Jadi gimana? Kamu serius Kak Ardan sms kamu? Kok bisa sih?" Tanya Riri kembali antusias.
"Iya Ri. Jadi tuh ceritanya gini. Kan aku lagi latihan basket. Tiba-tiba dia kayak mau jailin aku gitu. Jadinya aku jatuh. Parah deh lukanya. Terus dia anter aku pulang. Besoknya kan aku ga masuk. Nah, dia sms nanyain keadaan aku." Cerita ku panjang lebar.
Aku memperhatikan raut wajah Riri yang tanpa ekspresi.
Tak lama, akhirnya Riri membuka suara. "Itu mah namanya sakit membawa berkah Lin. Aku juga mau kalo begitu mah. Tapi jangan Kak Ardan. Maunya sama Kak Radit." Kata Riri dengan wajah mupeng.
***
Jam istirahat berbunyi. Hampir seluruh siswa langsung berbondong-bondong ke luar kelas; kantin.
Tapi enggak dengan aku dan Riri. Kami berdua berjalan bersisian menuju perpustakaan. Ada buku yang sudah lama menarik perhatian kami, namun stoknya terbatas. Dan setiap ingin meminjam, selalu ke duluan orang lain. Kali ini, kami ingin mencoba keberuntungan kami.
Langkah kami terhenti tepat di depan pintu perpustakaan. Mata kami membelalak kaget. Perpustakaan terbebas dari penjagaan penjaga perpus.
Tidak ada pengunjung. Namun, buku-buku berterbangan. Lembar-lembar kertas melayang-layang bagai pesawat kertas. Keadaan perpus benar-benar memprihatinkan.
Suara gaduh, bahkan sangat gaduh terdengar dari dalam. Namun apa daya, kami hanya bisa diam tanpa berani melakukan apapun. Entah karna kaget atau takut.
Lalu, suara orang terbahak terdengar dari dalam. Sangat kencang sampai membuat aku dan Riri kaget. Hingga ke empat sosok itu muncul. Si trouble maker. Ardan. Dani. Levi. Adam. Lengkap.
Aku dan Riri hanya diam melongo menatap ke empat pangeran kece yang muncul tiba-tiba. Tapi seketika aku sadar jika sudah ada yang berteriak di samping ku.
"KALIAN NGAPAIN?!" Ucap perempuan yang ada di sampingku. Tepat di sampingku.
"Eh Atha. Kita abis main berantem-beranteman nih." Kata Ka Levi sambil mengacak-ngacak rambutnya. Terlihat seperti salah tingkah.
Aku menoleh ke arah Riri. Wajahnya sudah datar tanpa ekspresi. Dan terlihat…entahlah. Aku tak bisa membaca mimic wajahnya yang sangat terkejut itu.
"LO BEREMPAT TUH BENER-BENER TROUBLE MAKER YA! DASAR GILA! DISURUH RAPIHIN PERPUS KARNA TELAT MALAH JADI KAYAK GINI!"
Kak Atha menarik napas sebentar.
"Lo berempat, ke ruang BK. SEKARANG!"
Mereka berempat tertawa. Tapi tetap melaju ke ruang BK. Saat berpapasan, langkah Kak Ardan berhenti.
"Eh Alin. Gimana keadaan lo? Udah baikan?" Tanya nya tiba-tiba membuat aku terkejut setengah mati.
"Eh kak-- Iya, saya udah baikan." Jawab ku gugup.
"Oke deh kalo gitu. Sekali lagi maafin gua ya. Gua ke BK dulu. Daaahhh." Katanya lagi dan akhirnya benar-benar pergi.
Aku masih mematung di tempat ku. Tak percaya dengan perlakuan Kak Ardan tadi.
"Dek, maafin kakak kelas kalian ya. Gila emang mereka."
Lamunanku terhenti dan menoleh ke Kak Atha. "Iya kak, gapapa." Ucap ku sopan. Sedangkan Riri masih diam.
"Yaudah, gue duluan. Kalian balik aja. Perpus juga ancur kayak gini. Duluan ya.." ujar Kak Atha ramah dan pergi. Meninggalkan aku dengan Riri berdua saja di depan perpustakaan yang sudah tak berbentuk.
"Udah yuk Lin. Balik aja ke kelas." Ujar Riri berjalan mendahului ku.
Aku mengikutinya dari belakang. Hari ini, aku lebih dari kata beruntung. Benar-benar lebih dari beruntung.