Kalina tak sampai hati meninggalkan Reyno yang sedang pulas-pulasnya. Nafas pria itu terasa sangat dekat dengannya meski Reyno memeluknya dari belakang. Mungkin hal ini biasa bagi Reyno, tapi tidak bagi Kalina. Ini adalah hal baru, dan Kalina malah dibuat terjaga semalaman. Kalina melirik jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul dua pagi. Tapi Kalina masih belum mengantuk. Penyebabnya hanya satu, jantungnya.
Tidak memompa dengan benar, tidak berdetak seperti biasanya, mungkin ini pengaruh berdekatan dengan pria dingin yang tampannya level dewa. Apa terlalu berlebihan? Tapi itulah Reyno.
"Hey tidurlah, kenapa kau berisik sekali!" Dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Berisik apanya? Padahal Kalina diam saja sejak tadi.
"Apa begini tidak nyaman?" Reyno malah makin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kalina.
"A-aku.. aku tidak bisa tidur tuan" jujur Kalina ingin pergi saja jika boleh. Namun sayangnya Reyno malah semakin dibuat gemas dengan kegugupan Kalina.
"Matikan lampunya" Kalina mematikan semua lampu kecuali lampu tidur di atas nakas. "Mengobrol sampai mengantuk?" Reyno mengusap lembut jemari Kalina. Kalina tak tahu maksud dari perlakuan tuannya ini. Yang Kalina tahu, semua terasa hangat dan menyenangkan.
"Tanyakan apa saja"
"Kapan tuan menikah?" Tanya Kalina tiba-tiba.
"Belum tahu"
"Kenapa? Bukankah nyonya Aluna.." Reyno mengangkat wajahnya menjauh dari Kalina dengan wajah bingung.
"Kenapa Aluna? Siapa yang akan menikahi Aluna?" Kalina terdiam, Reyno mulai mengerti sepertinya gadis ini salah paham perihal kejadian tempo hari.
"Aluna selalu meminta pendapatku, tentang apapun itu, contohnya kemarin.. anggaplah aku sebagai juri lomba memasak.. Resto dekat kantorku itu ingin menjalin kerjasama dengan Aluna.
Kebetulan saja hari itu ada mama dan Zoey" tukasnya, lalu kembali menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Kalina.
"Malah mama kira itu untuk pernikahan kita"
"Apa? Kita?" Kalina melepas pelukan Reyno secara paksa "Kenapa kita? Kapan aku setuju soal itu?" Kalina menggerak-gerakan bola matanya.
"Aku sudah tidak pernah lagi membawa jal*ang kerumah. Aku sudah berhenti, aku pikir kau akan setuju jika.."
"Hmm tuan aku tidak bisa"
"Apa sesulit itu menerimaku?" Tatapan Reyno mulai teduh "Kalau begitu, lakukan saja demi Zoey" ujar Reyno.
"Aku akan menuruti semua keinginanmu" tambahnya lagi. Reyno sudah tidak bisa berpikir jernih. Yang ia takutkan hanya bila kehilangan Kalina suatu hari dan Zoey semakin sulit menemukan sosok ibu lagi.
"Tuan, ini terlalu cepat" tolaknya Halus.
"Maka aku akan membuktikannya perlahan setelah pernikahan kita"
"Aku takut terlalu banyak berharap" Kalina menundukan pandangannya.
"Kenapa? Kalau sudah menikah itu artinya aku hanya milikmu"
"Aku takut tidak bisa menjadi istri yang baik, ditambah lagi tuan belum benar-benar mengenalku" Kalina menghela nafasnya "Aku juga takut tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk Zoey"
"Kau cerewet, secepatnya kita temui keluargamu di Surabaya" Reyno kembali memejamkan matanya dengan menarik Kalina dalam pelukannya. Kali ini posisinya berubah, mereka berhadapan. Wajah Kalina berada tepat di depan d**a bidang Reyno.
.
.
.
.
.
Hari-hari berlalu, para maid turut bahagia ketika nonanya kembali ceria seperti sedia kala. Setiap hari ada saja hal-hal manis yang tersuguh disana. Seperti sekarang ini.
"Mommy.. Zoey tidak suka ayamnya, pedas" Kalina tersenyum.
"Oke, sekarang Zoey maunya makan apa?" Kalina menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Zoey.
"Zoey belum lapar"
"Tapi ini sudah waktunya makan siang, nanti daddy marah" Kalina menggunakan jurus cemberut mautnya. Zoey merasa iba, akhirnya dia mengalah. Dia khawatir daddynya akan memarahi mommy kesayangannya.
"Oke, Zoey mau makan" Kalina memilih ikan nila goreng untuk lauk Zoey, Belakangan Zoey sering di tinggal di rumah besar. Entah sengaja atau memang sibuk yang jelas ibu Ami hampir setiap harinya mengantar Zoey sepulang sekolah dengan alasan ada urusan penting. Hasilnya? Kalina dan Zoey semakin akrab.
Malam hari, Kalina telah selesai mengganti pakaian Zoey dengan piyama tidur karena besok adalah hari minggu, tentu saja Zoey pasti menginap. Kalina membacakan dongeng untuk Zoey sampai saatnya bocah kecil itu terlelap dan Kalina pun ikut masuk ke alam mimpi.
Reyno yang baru menyelesaikan pekerjaannya dari kantor mengendap-endap melangkah ke kamar Zoey. Mendengarnya dari sang ibu kalau putra tampannya dibiarkan menginap di rumahnya membuat Reyno antusias untuk pulang. Tapi sayang semangatnya jadi luntur setelah tahu mereka sedang tidur. Kalina dan Zoeynya.
Kalina mengusap wajahnya ketika terbangun ternyata ia masih berada di kamar Zoey, pelan-pelan ia keluar dan pindah ke kamarnya sendiri. Di sana malah sudah ada pria yang menantinya.
"Se-sedang apa?" Gugup.
"Ac di kamarku mati" katanya lalu merentangkan sebelah tangannya berharap Kalina naik kemudian tidur di lengannya sebagai bantal. Namun yang terjadi bukan itu, Kalina mengeluarkan setumpuk kertas yang tentu saja itu adalah tugas-tugasnya. Jadilah malam itu di akhiri dengan Kalina yang tertidur di meja belajarnya dan Reyno yang akhirnya memilih kembali ke kamarnya sendiri.
Pagi hari tiba, Reyno mulai geram sudah kedua kalinya pria bernama Dave itu menjemput Kalina dirumahnya parahnya lagi Kalina mengajak Zoey.
"Dia lucu lin" kata Dave mencubit gemas pipi Zoey.
"Uncle Dave wangi, Zoey suka" kata-katanya jujur dan polos, Dave mengacak rambut Zoey sampai siempunya cemberut.
"Kak? Kalau aku menjadi ibu sambungnya.. bagaimana?" Uhuk. Dave tersedak air minumnya, tak pernah terpikirkan sedikitpun bahwa Kalina akan bertanya hal semacam itu. Meski sesungguhnya hal itu memungkinkan melihat dari caranya sang tuan memperlakukannya.
"Kamu serius?"tanya Dave, Kalina menganggguk dengan wajah penuh keraguan.
"Kamu bisa pikirkan lagi Kalina, menikah itu bukan hanya soal dua orang yang saling membutuhkan lalu bersatu begitu saja. Kalian harus punya tujuan, minimal rasa. Kalau masih bimbang, saya sih yakin kamu bahkan nggak bisa bayangkan gimana kehidupan kalian setelah menikah" benar, Dave benar sekali. Belakangan Kalina memikirkan hal itu. Secara fisik dan materi Reyno sudah sangat matang. Tapi Kalina belum sepenuhnya mengetahui tentang Reyno.
"Aku dan Maura, ini sudah tahun ke lima kita bersama. Keluarga kita sudah sama-sama mendesak untuk aku segera mengikat Maura. Tapi, semua itu masih kita rencanakan.. banyak hal yang perlu disiapkan, terutama mental" Kalina terdiam beberapa saat, ia membenturkan kepalanya ke meja pelan-pelan berulang kali berharap otaknya segera mencerna ucapan Dave barusan.
"Kamu akan terikat pernikahan yang mengharuskan kamu untuk melihat wajahnya setiap hari, satu atap, satu kamar.. dan itu berlangsung seumur hidup. Lagipula, apa yang kamu harapkan darinya?" Kalina menggeleng.
"Kebahagiaan? Kamu bisa dapat darimana saja. Materi? Kamu bisa dapat itu kalau kamu berusaha.. hal apa yang kamu cari ketika kamu memutuskan untuk menikah sama dia?" Kalina masih diam di posisinya, sedangkan Zoey yang sejak tadi asik bermain ayunan tiba-tiba saja terjatuh. Kalina merutuki kebodohannua yang telah lalai menjaga Zoey.
Bocah itu menangis sejadi-jadinya, Kalina panik bukan main ia segera berlari kemudian meraup Zoey dalam pelukannya. Berkali-kali mengecupi memar di lutut kanan Zoey. "Maaf ya sayang, maaf.." Lirih Kalina masih memeluk Zoey.
"Hey boy! Superman itu gak cengeng.. masih mau menangis?" Zoey menyeka air matanya, mendengar Dave bicara. Apa-apaan? Begitu saja langsung membuat bocah kecil itu berhenti menangis. Lalu Dave menggendong Zoey sambil berbisik "Gitu aja gak bisa. Masih mimpi mau menikah muda???" Cetakkkk. Dave menyentil dahi Kalina.
"Uncle obati lukanya ya, kita perlu ke dokter gak sih kalau kayak gini?" Dave memasang wajah sok serius sembari mengamati lutut Zoey.
"No uncle, sebentar lagi baikan. Zoey ini superhero tidak boleh lemah" Dave mengulum senyum. Kini tinggal Kalina yang kebingungan membawa pulang Zoey dengan luka di lututnya.
.
.
.
.
.
Reyno meminta Kalina untuk membawa Zoey ke rumah orang tuanya. Kalina langsung di antar Dave ke rumah besar. Memarkir mobilnya di parkiran luas rumah tersebut kemudian Dave menggendong Zoey.
"Biar kakak yang bilang sama mereka, kamu gak usah takut" meskipun begitu, Kalina tetap saja takut.
Zoey berada di gendongan Dave, anak itu tertidur. Kalina mengkor seakan-akan ia sudah mengetahui bahwa Reyno akan langsung memarahinya.
"Kal.." Reyno menggantung ucapannya, mendengar derap langkah yang ramai. Ia pikir Kalina berjalan bersama dengan Zoey. Rupanya dugaannya salah, senyumnya menyurut bersamaan dengan Dave yang sudah berdiri tegap di hadapannya.
"Selamat sore tuan" sapa Dave, dia meminta maid untuk menggendong sang putra ke kamarnya. Reyno mengajak Dave duduk di ruang tamu sedangkan Kalina diminta masuk kedalam.
"Maaf tuan, tadi Zoey sempat terjatuh saat sedang bermain" ucapan Dave sukses membuat Reyno tercengang, dengan wajah dipenuhi dengan amarah "Tapi lukanya tidak serius, hanya goresan kecil di lututnya" hah, Reyno menghela nafas. Dave seketika tersenyum, melihat betapa paniknya pria dingin itu mendengar sang putra terluka.
"Apa hubunganmu dengan Kalina?" Reyno langsung ke point utamanya mengajak Dave bicara.
"Hubungan kami? Ya begini-begini saja" jawab Dave kelewat santai. Dia sengaja membuat ceo dingin itu menaikan satu level emosinya.
Reyno jadi menyimpulkan sendiri dalam benaknya. Mungkin memang benar bahwa Kalina menjalin hubungan dengan Dave.
"Jangan bermain-main dengannya"
"Kenapa? tuan Rey menyukainya?" Dave menyeringai, tatapannya seakan mengejek. Benar-benar sengaja menguji kesabaran Reyno.
"Ap-apa?"
"Melihat reaksi tuan sepertinya jawabannya adalah YA. Saya hanya bisa berpesan satu hal.. jangan pernah menyakitinya, atau saya akan merebut Kalina tanpa ampun" Dave bangun dari posisi nyamannya di sofa besar itu "Kalau begitu, saya permisi" Dave berlalu begitu saja, dengan senyum mengembang di bibirnya. Sedangkan Reyno yang sejak tadi sangat geram, hanya mampu mengepalkan tangannya. Dia tak mau dinilai bar-bar hanya untuk menyikapi hal semacam ini. Dan lagi-lagi semuanya karena gadis bernama Kalina itu.