Eps 5 Kakak

2004 Kata
Kalina menyibak poninya ke belakang, sejurus setelah ia berkedip. Dilihatnya porsche putih sudah bertengger di dekat grebang kampusnya. Kalina menghela nafasnya perlahan. Kalina berpura-pura tidak melihat mobil yang Sammy kendarai. Tiiiiiinnnnnnnnnnn Ya, tentu saja Sammy akan melakukan itu. Kalina langsung membalik tubuhnya, dia tak ingin mempermalukan dirinya karena Sammy mungkin saja turun dan menyeret paksa jika ia menolak. Kalina masuk ke dalam mobil, ia duduk tepat di samping kursi kemudi. "Nanti saya dimarahi tuan nona" Sammy melirik Kalina yang masih berwajah masam "Ya sudah, aku turun saja" ketus Kalina "Oke oke, aku akan diam" ucap Sammy menutup mulutnya Tiba di basement One Star Company, Sammy berjalan mendahului Kalina. Kalina pun mengekorinya, seperti biasa. Semua mata tetap tertuju pada gadis cantik yang belakangan sering terlihat bersama bosnya. Kalina enggan membalas tatapan mereka, dia terlalu malu. Juga karena Reyno melarangnya menundukan pandangannya di hadapan para karyawan. Suatu hari saat Kalina bilang bahwa ia malu ketika berhadapan dengan karyawannya, Reyno hanya memintanya untuk mengacuhkannya. Tidak usah menyapanya dan lain sebagainya. Bukan karena sombong Kalina melakukan itu semua, dia hanya ingin mengesampingkan rasa canggungnya berada di lingkungan elite tersebut. Tok tok... Sammy mengetuk pintu ruangan Reyno "Masuk" ucap seseorang di dalam sana "Aluna?" Batin Sammy sedikit cemas, dia tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin ada dua wanita di dalam ruangan Reyno "Duduk nona" Sammy mempersilahkan Kalina duduk di sofa, berhadapan dengan Aluna. Kalina memalingkan wajahnya ketika Aluna menatapnya. Lagi-lagi bukan karena sombong, Kalina hanya canggung berada di tengah-tengah situasi ini. Reyno menatap hangat ke arah Kalina "Sudah makan?" Tanyanya Kalina gelagapan melirik ke sana kemari, kemudia dia menatap Reyno "Aku?" Tanya Kalina. Reyno mengangguk "Su.. sudah" Kalina tergagap sampai ia salah bicara, padahal jelas-jelas ia tak sempat makan berat sampai siang ini. Menyesal ! Ya, Kalina menyesal mengatakan bahwa dirinya sudah makan. "Kalau begitu, saya makan siang dulu sama Aluna. Kamu tunggu disini sebentar" Reyno bangun dari duduknya kemudian Aluna menyusulnya, mensejajarkan langkahnya dengan langkah Reyno. "Ahhhhhh" Kalina mengehmpas nafas kasar. Membuat Sammy mengernyit "Nona kenapa?" "Eh, enggak" Kalina mengibaskan tangannya ke arah Sammy. Detik kemudian terdengar suara genderang perang yang di bunyikan oleh para cacing dalam perut Kalina. Sammy langsung terbahak "Ah? Hahahahahahaha" tawa riuh terdengar nyaring di dalam ruangan kedap suara milik Reyno itu. "Kenapa nona berbohong?" Sammy menatap dua bola mata yang bergerak-gerak itu. Kalina pasti malu karena ulah cacing di perutnya itu. "Sebenarnya tadi aku gugup, jadi jawab sekenanya saja" Jujur Kalina "Ayo makan, saya juga belum makan kebetulan" Sammy mengajak Kalina menuju kantin kantor. Dari kejauhan Kalina melihat Reyno yang duduk berhadapan dengan Aluna. Mereka sedang menyantap hidangan di hadapannya. Terlihat sekali Aluna menatap Reyno dengan tatapan penuh cinta. Entah kenapa itu membuat hati Kalina memanas, apa mungkin Kalina sudah jatuh cinta pada Reyno? Ah masabodoh. Kalina menggelengkan kepalanya , menyadarkannya dari pikiran ngawurnya itu. Kalina dan Sammy sudah memesan makan siangnya, ia segera duduk. Kalina memilih tempat duduk di samping kaca jendela, dari sana ia bisa melihat gedung-gedung yang lebih pendek daripada gedung milik Reyno ini. Sesekali Kalina melirik ke arah Aluna dan Reyno. Sammy yang melihatnya pun mencoba menjelaskannya. "Namanya Aluna, dia itu sahabat mendiang istri tuan" Kalina membulatkan matanya penuh , Sammy mengulas senyumnya kemudian bercerita lagi "Jadi dulunya, tuan Reyno, Arina dan Aluna itu berteman sejak kuliah. Ya, sampai sekarang sih" ucap Sammy lagi Kalina pura-pura acuh, memilih melempar pandangannya menatap kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana, melalui jendela. "Sebelum dekat dengan Arina, Aluna sudah lebih dulu mencintai tuan Reyno. Ku kira cinta itu sudah hilang setelah tuan Rey menikahi Arina. Ternyataa dugaan saya salah. Aluna selalu ada, mengisi hari-hari tuan Reyno. Menemani tuan saat ia sedang terpuruk karena kepergian Arina. Tapi sayangnya tuan tidak pernah menganggap Aluna lebih dari sekedar teman" terang Sammy lagi "Kenapa?" Kalina membuka suaranya membuat Sammy tersenyum menang "Kalau soal itu, nona tanya saja sama tuan. Saya tidak tahu. Yang saya tahu ya, Aluna itu masih mencintai tuan. Seperti yang nona lihat, itu mungkin bagian-bagian dari usahanya mendekati tuan. Meskipun dia selalu mengatas namakan pekerjaan" Kalina manggut-manggut mendengar penuturan Sammy, ada sedikit ketenangan di hatinya. "Lin?" Sapa seseorang berparas tampan, wajahnya mirip aktor korea. Kalina sudah menebak siapa dia hanya dari kejauhan saja. Ya, dia itu Dave kakak tingkat Kalina di kampus. "Kak Dave?" Sahut Kalina antusias, dia melambai ke arah Dave sampai ia berdiri dari duduknya. Sammy langsung menepuk jidatnya. "Bisa panjang urusannya kalo si bos lihat" batin Sammy "Kamu ngapain disini Lin?" Tanya Dave menarik kursi di samping Sammy tanpa menunggu Kalina mempersilahkannya. "Mmm ngapain ya?" Kalina menatap Sammy, namun Sammy malah memalingkan wajahnya. Reyno yang melihat Kalina berbincang dengan pria selain Sammy pun mulai geram. Dia belum menyelesaikan makan siangnya, ia meninggalkan Aluna di sana. Reyno berjalan mendekat ke arah Kalina. "Ayo sayang, mas sudah selesai" ucap Reyno membuat mata Kalina dan Sammy saling berpandangan. Dave hanya mengernyitkan dahinya melihat Kalina berlalu sambil di gandeng pria yang menyebut dirinya mas itu. "Lepas.. aww" Kalina menghempas tangan Reyno, ia melihat pergelangannya sendiri yang sedikit memerah akibat ulah Reyno. Saat ini keduanya sudah berada di dalam lift. "Siapa dia?" Tanya Reyno dengan tatapan dinginnya. "Apa pedulimu mas?" "Ya jelas saya peduli, kamu itu pacar saya" terang Reyno "Pacar yang gimana maksud mas? Sudahlah mas, sungguh aku lelah hati kalau terus-terusan bersandiwara seperti ini" Wajah Kalina mulai sendu "Kalina, jaga bicaramu. Aku tidak main-main dengan hubungan ini" "Iya tidak main-main, karena tuan membutuhkan ibu untuk Zoey. Tapi tidak membutuhkan istri" ucap Kalina menahan sesak di dadanya Ting.. Pintu lift terbuka. Reyno segera menarik lengan Kalina, kali ini lebih lembut. Dia membawanya masuk kedalam ruang kerjanya, setelah itu mengunci pintu. Reyno membawa Kalina duduk di sofa sejajar dengan dirinya. "Kalina?" Panggil Reyno lembut. Kalina menatap nanar mata elang pria tampan di hadapannya. "Beri aku waktu untuk berpikir" ucap Reyno lagi "Tidak tuan, itu tidak akan mengubah apapun. Aku berjanji, aku akan tetap bekerja pada tuan sampai semua hutangku lunas. Aku akan tetap menyayangi Zoey sampai tuan menemukan calon istri yang tepat" Kalina mencoba menampilkan senyum terbaiknya. Sejujurnya Reyno sangat geram mendengar penuturan Kalina, juga ia geram karena Kalina mengubah kembali panggilanny. "Terserah lah!" Sergah Reyno kemudian berpindah duduk di kursi kebesarannya, ia membuka laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena Kalina merasa Reyno sudah mendiamkannya. Ia bangun dan memilih pergi dari ruangan Reyno. Reyno tidak mencegahnya, ia membiarkan gadis itu memiliki waktu untuk berpikir. Sedangkan Kalina semakin merasa terabaikan. "Sadar Lin sadar! Kamu itu cuma gadis kampung yang kebetulan dapat bantuan darinya. Jangan berharap lebih" batin Kalina menepis rasa kecewanya terhadap Reyno Kalina turun menuju lantai dasar menggunakan lift karyawan. Di dalam lift ada beberapa karyawan wanita yang berbisik. Sudah pasti mereka membicarakan Kalina. Tapi Kalina tetap diam tidak menggubrisnya, atau dia akan sakit hati jika malah mengurusi ocehan para karyawan itu. "Simpenan bos kali, tadi gue liat bos makan sama bu Aluna soalnya" Kalina memilih diam mendengar sindiran dari karyawan wanita itu. Tidak mungkin Kalina sudah mencintai Reyno kan? Tapi kenapa setetes bulir kristal meleleh dan jatuh ke pipinya. Ia menyembunyikan wajahnya di balik lengannya sambil berjongkok. Saat ini Kalina sudah berada di sebuah halte dekat OS Company. "Lin? Ayo naik!" Sergah Dave dari motor gedenya. Karena Kalina sedang gundah, dia tak ingin langsung kembali ke rumah Reyno. Kalina menuruti ucapan Dave. Dia segera meraih helm yang Dave berikan. "Dave aku ingin lihat pantai" ucap Kalina memejamkan matanya. Dia menyandarkan wajahnya di bahu Dave. "Dave aku ingin memelukmu" ucap Kalina lagi, Dave tidak menjawab juga tidak menolak. Ia membiarkan Kalina bebas mengekspresikan rasa sedihnya saat ini. Kalina benar-benar memeluk Dave, dia memasang earphonenya ke telinga dan memutar lagu kesukaanya. Ari lasso - Lirih Dave merasa bahunya sedikit basah, ia menduga bahwa gadis cantik yang memeluknya saat ini sedang menangis. Dave memegang tangan Kalina yang melingkar di perutnya. Dave hanya merasa ingin menjaga Kalina, itu saja. Dave belum merasa ada rasa yang lain antara dirinya dan Kalina. Ia hanya merasa nyaman saat berada dekat dengan Kalina. "Enggak apa-apa Lin, menangis kalau kamu merasa lega" ucapnya sambil mengusap lembut jemari Kalina dengan jempolnya. Dave merasa sakit dalam hatinya, entah apa kesedihan yang menimpa gadis itu sampai ia menangis tanpa suara. Baginya tangisan paling sakit adalah menangis tanpa suara. Setengah jam kemudian Dave berhasil membawa Kalina ke sebuah pantai di pinggiran kota. "Ayo turun" ucap Dave sambil melepas helmnya, kemudian dia membantu Kalina melepas helmnya. Detik setelahnya Dave terfokus pada earphone yang masih menggantung di telinga Kalina. Dia coba memasangnya ke telinganya sendiri, ternyata Kalina sedang memutar lagu sedih. "Kenapa?" Tanya Dave memegang kedua bahu Kalina. Kalina hanya menggeleng kemudian mengusap air matanya sendiri. "Ayo Lin" ujar Dave merangkul bahu Kalina mengajaknya berjalan ke tepi pantai. Kalina memilih duduk di pasir, ia terlihat menulis dua nama. Satu nama pria dan satu lagi nama wanita. "Arifin Sahid, Anggraeni Sari. Itu siapa Lin?" Tanya Dave menunjuk tulisan nama pada pasir yang baru di ejanya. "Orang tuaku Dave" singkat Kalina menarik sudut bibirnya "Kamu kangen Lin?" Tanya Dave "Iya" "Ayo kita temuin, aku antar kamu Lin" ucap Dave sumringah "Kamu mau mengantarku menemui ajal Dave? Jangan bercanda" Kalina tertawa kecil "Maksud kamu? Mereka udah..?" Kalina mengangguk "I'm so sorry Kalina, aku nggak tahu" sesal Dave "It's ok" balas Kalina, detik kemudian Kalina menyandarkan kepalanya di bahu Dave "Nggak apa-apa ya Dave, aku nyaman denganmu" ucap Kalina Dave sedikit kaget, ternyata bukan hanya dirinya yang merasa demikian. Kalina pun merasakannya. "Sejak kapan Lin?" Tanya Dave "Sma kelas 1, aku sudah kehilangan mereka Dave" terang Kalina "Apa kamu nggak punya keluarga lagi selain mereka?" Dave menatap Kalina sendu "Ada om dan tanteku, tapi jangan bahas mereka. Aku nggak mau cerita soal itu" ucap Kalina, Dave hanya mengangguk "Eh, Dave aku punya kakak. Tapi aku nggak tahu kakaku seperti apa, dulu kakaku hilang di stasiun saat papa dan mamaku masih merantau di kota ini" tambah Kalina lagi "Hmmm, sudah lama ya Lin? Pasti sangat sulit bagimu" kata Dave. Kalina tersenyum kecil "Aku sudah biasa Dave, kadang aku ingin bertemu dengan kakakku itu. Tapi sayang, aku bahkan nggak tahu dia masih hidup atau sudah tiada. Yang aku tahu namanya Damian Sahid usianya mungkin sekitar.. Mmm 27 tahun Dave" tutur Kalina "Apa kamu masih punya foto terakhirnya Lin?" Dave ikut menempelkan kepalanya di atas kepala Kalina yang masih bersandar padanya. "Ada, tapi aku meninggalkannya di kampung Dave. Kapan-kapan aku akan menunjukannya padamu" ucap Kalina memejamkan matanya "Mungkin sedikit berbeda denganmu, tapi aku juga tidak memiliki orang tua Lin. Keluargaku yang kamu lihat tempo hari, itu hanya hadiah kecil dari Tuhan, mungkin karena Tuhan masih menyayangiku. Hehehe" jujur Dave membuat Kalina mengernyit "Maksudnya?" Tanya Kalina bingung "Aku tinggal di panti asuhan sejak kecil, saat usiaku 4 tahun. Keluarga baik itu mengadopsiku mereka tidak memiliki anak kandung, bahkan mereka hanya membesarkanku. Mereka sangat baik padaku, aku sampai tidak bisa membedakan bahwa mereka bukan orang tuaku yang asli" terang Dave "Bersyukurlah Dave, kamu masih diberikan kebahagiaan oleh Tuhan" ucapan Kalina membuat hati Dave menghangat "Dave? Apa aku boleh menganggapmu seperti kakakku sendiri?" Dave terdiam mendengar pertanyaan mengejutkan itu "Tidak boleh ya? Maaf Dave..." Kalina kembali bersedih "Boleh, aku sangat setuju. Kebetulan aku tidak pernah memiliki seorang adik Lin. Tadi aku hanya terkejut mendengar pertanyaanmu" Dave merangkul bahu Kalina supaya makin merapatkan duduknya "Tapi kamu jangan malu memiliki adik yang hanya seorang pelayan" Kalina terkekeh kecil "Jadi kamu? Kamu bekerja sebagai pelayan di mansion tuan Reyno?" Dave sedikit tak percaya, gadis secantik Kalina rupanya bekerja sebagai pelayan di tempat Reyno. Kalina mengangguk "Kenapa?" Kalina cemberut "Kamu keluar saja dari pekerjaanmu itu, lalu bekerja di restaurant milik mama ku" ajak Dave antusias "Tidak Dave, biar bagaimanapun tuan Reyno sudah membantuku sampai hari ini. Aku tidak akan keluar dari rumahnya sampai dia yang memintaku pergi Dave" jawab Kalina "Baiklah, kalau kamu menginginkan pergi dari tempat itu. Segera datang padaku, pintu rumahku selalu terbuka untukmu Lin" kata Dave "Mulai sekarang ubah panggilanmu, katanya kamu mau menjadikanku kakakmu?" Dave mengingatkan "Kak Dave?" Kalina menatap lekat kedua bola mata cokelat itu, Dave hanya tersenyum kemudian memeluk Kalina erat. Ponsel Kalina berdering beberapa kali. Hingga si penelfon kesal karena Kalina tak kunjung menjawab telfonnya. Sedang apa gadis itu? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN