Pernikahan Reyno

1978 Kata
"Lin, ini sudah malam. Apa tidak sebaiknya kamu ku antar pulang?" "Baiklah, antar aku pulang kak" pinta Kalina pada Dave. Malam ini terasa sedikit panas, tidak ada angin, tidak ada bintang. Sepertinya hujan akan segera turun. Dave dan Kalina tiba tepat di depan mansion Reyno. "Hati-hati ya kak, terimakasih" "Kapan-kapan, aku akan mengajakmu bertemu orang tuaku Lin. Mereka pasti akan sangat senang" ucap Dave kemudian melambai pada Kalina. Kalina tak menyadari ada sepasang mata elang yang memperhatikannya dari lantai dua. Kalina berjalan masuk lewat pintu samping. "Nona, Tuan menunggu" ucap kepala pelayan, Kalina hanya mengangguk. Sebelum menemui Reyno, Kalina memilih mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Setelah itu, Kalina memakai setelan piyama berlengan panjang. Dia segera menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Sebelum masuk ke kamar Reyno, Kalina terlebih dahulu mengecek ruang kerjanya. Siapa tahu Reyno ada di dalam. Rupanya tidak ada, akhirnya Kalina memberanikan diri mengetuk pintu. Dia tidak mau langsung menyelonong masuk. Tok tok tok Reyno membukakan pintu kamarnya. "MASUK" nada tegas terdengar dari mulut pria gagah itu. Kalina menurut dan duduk di sofa kecil di dalam kamar Reyno. "Darimana saja kamu?" Kalina merasakan hawa dingin karena tatapan Reyno yang tak bersahabat. "Kamu pikir ini hotel? Datang dan pergi seenaknya!" Kali ini Kalina melihat kilatan kemarahan pada mata Reyno. Dia sudah menduga bahwa pria bermata elang ini akan memarahinya. "Kamu ingin hubungan kita berakhir kan? Baiklah. Ini sudah berakhir! Dan ingatlah siapa dirimu itu! Kau hanya pelayan di rumah ini" kata-kata Reyno begitu menusuk, seketika mata Kalina langsung berkaca-kaca. "Keluar dari kamarku sekarang!" Ucap Reyno pelan namun tegas, Kalina masih diam di tempatnya. "KELUARRRR!!!!!!!" Bentak Reyno sambil menunjuk pintu kamarnya. Belum sempat Kalina melakukan pembelaan untuk dirinya, Reyno sudah mengusirnya dari sana. Kalina segera lari menghambur menuju kamarnya, beberapa kali ia menyeka air matanya. Di tangga ia berpapasan dengan Sammy, Kalina melewatinya saja tanpa menyapa. "Ada apa dengannya?" Tanya Sammy pada diri sendiri Kalina menutup pintu kamarnya rapat-rapat kemudian menguncinya. Dia masuk ke dalam kamar mandi menghidupkan kran untuk menyamarkan suara tangisnya. "Kenapa rasanya sakit sekali? Padahal aku yang menginginkannya. Aku menginginkan semua ini berakhir. Apa aku mencintainya? Tidak! Ini tidak mungkin!" Lirih Kalina di sela-sela tangisannya. Sudah jam 10 malam, perut Kalina keroncongan meminta di isi. Tapi Kalina enggan untuk membuka pintunya. Ah dia ingat masih menyimpan beberapa stock camilan di laci bawah mejanya. Kalina benar-benar mengurung dirinya di kamar sampai pagi tiba. Dia memutuskan untuk tidak sarapan bersama di meja makan. Dia memilih menunggu Reyno dan Sammy berangkat terlebih dahulu. ~~~ "Nona dimana bos?" Tanya Sammy "Jangan panggil dia nona lagi! Dia bukan nonamu. Dia sama seperti pelayan yang lain. Panggil namanya saja!" Baru kali ini Sammy melihat kemarahan pada diri Reyno dan itu untuk wanita yang ia minta jadi ibu sambung untuk putranya. "Apa aku nggak salah dengar bos?" Tanya Sammy lagi "Turuti saja perkataanku Sam!" Reyno menggebrak meja dengan mata tajamnya menatap Sammy "Baiklah" Sammy kembali mengunyah makanannya Setelah menyelesaikan sarapan paginya. Sammy dan Reyno berangkat ke OS Company seperti biasa. Kemudian barulah Kalina keluar dari kamarnya. Dia membersihkan kamar Reyno seperti biasa, mencuci dan menyetrika pakaian milik Reyno. Kalina memilih untuk sarapan di kampus. Karena dia sudah sangat terlambat. Kalina pergi ke kampus menggunakan ojek online. Sesampainya di kampus dia masuk ke kelas dengan wajah dilipat sempurna. Karena lapar dan suasana hati yang sedang buruk. "Hey sexy! Ada apa dengan wajahmu hari ini?" Tanya seseorang yang duduk di sampingnya "A.. aku baik-baik aja kok" Kalina seperti tertangkap basa saat itu. Pasalnya pria yang mengajaknya bicara adalah Alvin. Kategori pria tampan di kampusnya, dia juga terkenal cerdas dan jago basket, sudah pasti dia menjadi salah satu pria favorit para gadis di sana. "Kamu sedikit lesu, apa kamu belum makan?" Tanya Alvin tersenyum kecil "Eh uhmm sudah" Kalina pergi meninggalkan kelas karena mata kuliah yang baru diikutinya sudah selesai. Kalina menuju kantin hendak menemui Dave. "Kak!" Pekik Kalina sambil melambai ke arah Dave Dave tersenyum menunjukan lesung pipitnya sambil mengisyaratkan Kalina untuk mendekat. Saat itu Dave duduk dengan seorang wanita cantik bernama Maura. Semua orang tahu bahwa Maura adalah kekasih Dave. "Lin, kenalin. Kakak ipar" ucap Dave ramah. Kalina menyodorkan tangannya tersenyum riang hingga matanya menyipit. Sedangkan wanita bernama Maura itu menatap datar ke arah Kalina. Sepertinya Maura tak suka dengan keberadaan Kalina. "Kalina" "Maura" "Kak Dave, aku sudah mengenalnya. Bagaimana mungkin perempuan secantik kak Maura ini aku tidak tahu" gerutu Kalina pura-pura cemberut "Tapi aku belum mengenalkannya secara resmi Lin. Hehe" kekeh Dave "Sana pesan makan, biar kakak ipar yang traktir" ucap Dave merangkul bahu Maura Seketika senyum mengembang di bibir kecil Maura. "Cantik!" Batin Kalina tersenyum kecil memandang Maura "Dengar ya sayang, mulai hari ini. Kamu harus bersikap baik pada adikku ini" ucap Dave, Maura mengernyit bingung "Aku sudah menganggap Kalina sebagai adikku, kamu juga harus melakukan hal yang sama" meski dalam hati Maura belum sepenuhnya menerima ucapan Dave, tapi mau tidak mau ia harus menurutinya. Bagi Maura, kebahagiaan Dave nomor satu. ~~~~~ "Apa tidak merepotkan kalian? Aku bisa pulang sendiri kok" Kalina menolak ajakan Dave secara halus, dia tidak ingin menyinggung perasaan pria baik hati itu. "Ayo, ku antar. Sekalian biar Maura tahu tempat tinggalmu" saat itu Maura sudah duduk di samping kursi kemudi. Dave menarik lengan Kalina supaya mempercepat langkahnya. Dave membuka pintu belakang dan memaksa Kalina masuk, akhirnya gadis itu menurut. "Jadwal kuliahku full sampai hari Sabtu kak, memangnya kakak nggak kuliah?" sahut Kalina ketika Maura tiba-tiba mengajaknya pergi ke klinik kecantikan besok. "Aku hanya masuk 3 kali dalam semingu sama seperti Dave" terang Maura sambil memainkan ponselnya. Kalina hanya ber oh ria. "Kita antar Kalina dulu ya sayang" ucap Dave membuat Maura mengangguk. Sekitar 10 menit Dave berhasil membawa Kalina pulang lebih awal tanpa diminta. "Jadi kamu tinggal di sini? Di mansion ini? Ini kan punya..." Maura terbelalak tak percaya "Iya kak, aku hanya pelayan di sini" Kalina tersenyum ramah kemudian turun dari mobil, Kalina berniat menghentikan pertanyaan pertanyaan yang mungkin saja akan Maura lontarkan pada Kalina. Secepar kilat Dave memutar stirnya, seakan dia tahu maksud tatapan Kalina. "Hati-hati kak" Kalina melambai setelah mobil mewah itu berlalu meninggalkan kediaman Reyno. Kalina membuka pintu kecil di sisi pagar, ia masuk ke dalam mansion, melewati halaman. Ia berniat masuk melalui pintu samping. Namun sayang, langkahnya terhenti sesaat setelah ia melihat Reyno, Aluna, Zoey dan Ami duduk di kursi taman. Kalian memang serasi, terlihat seperti keluarga bahagia pada umumnya. Batin Kalina kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. "Lin? Are u ok?" Sammy menatap Kalina dengan tatapan teduhnya, Kalina tersenyum simpul. "Aku senang kalau kamu memanggilku hanya dengan namaku Sam. Tapi ngomong-ngomong, apa terjadi sesuatu?" "Tuanmu akan menikah" kata Sammy sedikit bergetar DEG Seketika Kalina diam terpaku dengan tatapan kosong. Dunianya terasa gelap, suara-suara di sekitarnya tiba-tiba menjadi lirih nyaris tak terdengar. "Kalina?" "Hey?" Sammy mencoba menyadarkan Kalina dari lamunannya. Detik kemudian setelah Kalina tersadar, dia melangkahkan kakinya menuju kamar tanpa merespon kalimat Sammy yang tadi. Kenapa mendengarnya akan menikah membuat hatiku terasa semakin sakit? Benarkah aku menyukainya? Ah tidak! Mungkin ini hanya rasa kehilangan sesaat, karena saat tuan beristri nanti. Dia semakin jauh denganku. Ya, sebatas itu saja. Tidak ada hal lain! Gumam Kalina dari balik pintu masih menyandarkan bahunya. Kalina berpikir mungkin saja Aluna yang akan menjadi istri Reyno, Kalina harus berbahagia mendengarnya. Karena Aluna adalah wanita yang lebih pantas bersanding dengan tuannya. Ada rasa sesak dalam hatinya saat melihat keluarga itu berkumpul di kursi taman. Kalina memperhatikan mereka dari jendela saja. "Mommy" tok..tok.. Kalina mendengar suara anak laki-laki mengetuk pintu. Siapa lagi kalau bukan Zoey? Perlahan Kalina memegang knop pintu kemudian membukanya. Zoey? Anak kecil itu tersenyum ramah kepadanya. Dia menarik tangan Kalina tanpa aba aba, dan membawanya ke ruang makan. Rupanya semua orang sudah berkumpul disana. Ami tersenyum ramah, menepuk kursi kosong di sisinya dekat dengan Reyno. "Kemari" Dengan ragu Kalina menurutinya dan langsung duduk di kursi tersebut. Beberapa maid membawa hidangan ringan di depan orang-orang yang ada di meja makan. "Cobalah, ini tester hidangan untuk pernikahan Reyno nanti. Ibu juga ingin tahu pendapatmu sayang" Untuk apa bu Ami memintaku berpendapat? Apakah pendapat orang lain juga di perlukan? Gumam Kalina "Enak, semuanya enak" ucap Kalina tanpa malu-malu "Baiklah, ibu juga setuju kalau Kalina menyukainya" "Hah? Why me?" Batin Kalina terheran. Sedangkan Aluna, wanita itu menatap kesal pada Kalina. Kalina hanya menunduk mengingat dia bukan siapa-siapa, melainkan hanya seorang pelayan. ****** Malam harinya semua pekerja di mansion sudah beristirahat di mess belakang. Kalina ada di kamarnya, dia masih terjaga. Padahal waktu menunjukan pukul 11 malam. Kalina yang merasa haus memilih ke dapur untuk mengambil segelas air terlebih dahulu. Ketika Kalina hendak kembali ke kamarnya dengan segelas air ditanggan kanannya. Prankkkkk.. Kalina menjatuhkan gelasnya. Betapa terkejutnya Kalina melihat Reyno sedang mencumbu seorang wanita berpakaian minim sambil menaiki tangga. Yang dilihat langsung menoleh mendengar pecahan gelas, pria itu menatap tajam pada Kalina. "Kau mau mati? Hah?" Reyno turun mendekat ke arah Kalina, membiarkan wanita itu terpaku di tangga. Kalina bergerak mundur melihat Reyno yang menatapnya dengan tatapan buas. "Tu.. tuan.. aku ehmmm aku tidak sengaja" Kalina masih berjalan mundur. Reyno menoleh pada wanita yang sudah dibelinya itu. Dia menunjuk wajah wanita itu. "Kau pulang lah. Kita sudah selesai" ucap Reyno, wanita itu menuruni tangga dan menurut pergi karena memang Reyno sudah tidak membutuhkannya. "Kau harus menggantikannya" ucap Reyno dengan seringai liciknya. Kalina memalingkan wajahnya ke samping. "Aku tidak suka kau macam-macam dengan pria lain di luar sana! Aku akan membuatmu hanya bertekuk lutut padaku! Aku akan membuatmu memohon atas cintaku!" Reyno mendekat dan semakin mendekat, merengkuh pinggul gadis itu dan menggendongnya seperti penculik. Kalina meronta tidak terima dengan perlakuan Reyno. "Lepas! Tuan.. lepas" Sayangnya tenaga Reyno lebih kuat darinya. Hingga sampai di kamar utama, Reyno menjatuhkan tubuh Kalina di ranjang. Dengan sigap, pria bertubuh atletis itu mengunci kedua tangan Kalina. Dia mengendus wangi tubuh Kalina tanpa henti, kemudian mengecup singkat seluruh inci wajahnya tanpa terkecuali. Kalina merasa ketakutan, dia takut Reyno hilang kendali karena ia mencium bau alkohol dari mulut Reyno. Tiba-tiba setetes bulir kristal mencelos begitu saja dari manik cokelat Kalina. "Hey.. hey.. kenapa menangis?" Reyno menghentikan aktivitasnya ketika ia melihat air mata yang mengalir dari mata gadis itu. "Apa sebegitu menjijikannya aku ini di matamu?" Tanya Reyno, Kalina menggeleng. "Lalu ada apa dengan tangisanmu itu?" Reyno melonggarkan cengkramannya pada pergelangan Kalina. "Sudah tidurlah, aku hanya ingin memelukmu" kata Reyno lagi "Tapi.. aku punya kamar sendiri tuan" Kalina hendak bangun, namun tangan Reyno lebih cepat mencegahnya, membuat Kalina berbaring lagi. "Kamar sendiri? Semua kamar di mansion ini milikku. Jadi apa bedanya? Kau kan tidur di kamarku yang di bawah, sekarang aku memintamu tidur di sini. Lagi pula ini juga kamarku!" Mata elang itu menatap tajam gadis yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri "Sudahlah, aku hanya ingin memelukmu. Tidak lebih" Reyno meyakinkan Baiklah, aku akan di sini sampai tuan tertidur. Gumam Kalina Reyno memeluk tubuh Kalina, meletakan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Seketika bulu kuduk Kalina meremang. Namun ia menepis rasa itu, ia ingin segera kabur dari kamar Reyno. Satu jam, dua jam Kalina hanya pura-pura tertidur. Kalina mendengarkan nafas pria dingin itu sudah mulai teratur. Dia ingin segera kabur dari situ. Sebelum Kalina pergi, dia ingin membuat Reyno tidur dengan nyaman. Perlahan Kalina melepas sepatu dan kaos kakinya. Kemudian melonggarkan ikat pinggangnya. Dia melepas jam tangan Reyno dan meletakannya di atas nakas. Melepas dasi yang sudah dilonggarkan, menaruhnya di tempat pakaian kotor. Kalina meraih remot ac, membuat kamar Reyno terasa lebih sejuk. Terakhir dia menyelimuti tubuh Reyno sampai batas d**a. "Arini..." lirih Reyno dengan mata terpejam menarik lengan Kalina. Kalina sempat terkejut, dia mengira tuan tampannya itu terbangun. Ternyata hanya mengigau. Kalina membiarkan Reyno sampai ia melepas tangan Kalina sendiri. "Good night" cupsss. Kalina tiba-tiba mengecup kening Reyno. Sejurus kemudian dia tersadar dan segera menutup mulutnya. Dia keluar dari kamar Reyno sambil merutuki kebodohannya sendiri. Untung saja tuan sudah tidur, bisa bahaya kalau tuan menyadarinya. Kalina menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa membayangkan jika tuannya mengetahui perbuatannya tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN