bc

TUHAN, KEMBALIKAN SUAMIKU!

book_age18+
1.2K
IKUTI
10.5K
BACA
contract marriage
love after marriage
drama
sweet
ambitious
realistic earth
weak to strong
love at the first sight
affair
wife
like
intro-logo
Uraian

WARNING!! CERITA DEWASA, 18+

"Katakan padaku Mas, apakah kau mulai menyukai Nana?" Reva menatap Ghani penuh selidik.

"Apa sih Rev? Kamu yang realistis dong. Saya tidak akan menjawab pertanyaan tak berkelas seperti itu." Ghani memungkas, tak peduli.

......

Kehadiran pihak ketiga menghancurkan harapan Reva untuk hidup bahagia bersama Ghani—pria yang didonori jantung oleh almarhumah ibunya.

Reva berjuang, berharap Ghani kembali ke dalam pelukannya. Bukan karena harta dan jabatan, ia berjuang karena semata ia menyayangi jantung milik ibunya, satu-satunya harta yang ia miliki sekarang.

Akankah Reva bisa menyingkirkan Nana dari kehidupan Ghani? Akankah Reva bisa mempertahankan suaminya dan kembali hidup bahagia terlebih lawannya saat ini adalah TANTENYA sendiri?

****

Cerita digarap mulai Nov. 2021

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.

Cover by Lana Media.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1.Wasiat dari Ibu
**** Revalisha terus berlari, tak peduli dengan napasnya yang terengah-engah karena mengejar sebuah brankar yang didorong oleh beberapa perawat ke sebuah ruang gawat darurat. Gadis yang memiliki postur tubuh tinggi ramping itu bahkan lupa bagaimana ia harus menangis saat ponsel jadulnya berdering dan mengabarkan jika ibunya mengalami kecelakaan parah saat hendak pulang dari pasar. Hati Reva sudah jelas sangat hancur, di dunia ini ia hanya memiliki sang ibunda. Setelah ditinggal sang ayah karena memilih menikah dengan wanita lain, Reva mendedikasikan hidupnya untuk menjaga sang ibunda. Revalisha terdiam, ia terpaku saat para perawat itu menghentikan langkah kakinya dan meminta Reva untuk menunggu di luar ruang gawat darurat. Kini Reva sendiri, berjalan pelan dan duduk di kursi tunggu, barulah Reva bisa menangis setelah terkejut mendengar berita tersebut. Gadis itu sesenggukan di penghujung senja, tak ada keluarga yang bisa ia mintai tolong. Saudara ibunya adalah orang kaya, tentu saja mereka benci pada Reva dan ibunya yang memilih hidup sederhana di sebuah kontrakan kecil sambil berjualan kue. Siang itu sang ibu pamit pada Reva untuk pergi ke pasar guna membeli beberapa tepung, minyak goreng, emulsifier, dan juga bahan-bahan penting lainnya untuk membuat kue pesanan. Reva yang bekerja di toko bunga mengiyakan saja tanpa berfirasat apapun, toh setiap hari beliau memang pergi ke pasar untuk menuntaskan hobinya dalam membuat kue. Tapi, penghujung senja itu Tuhan memberikan cobaan diluar kendali Reva. Saat Reva bersiap untuk pulang, ponsel jadul keluaran 2017 itu berdering. Kabar tak enak menghampirinya, mengabarkan jika motor sang ibunda ditabrak oleh pengemudi mobil dan terseret beberapa puluh meter di jalanan aspal. Reva memukul kepalanya pelan, tak bisa membayangkan bagaimana kejadian naas itu menimpa wanita usia 50-an. Motor ibunya pun remuk dan tak dikenali kecuali plat nomer yang masih utuh dan jatuh tercecer ke pinggir jalan. Gadis itu menyeka air mata. Bagi Reva tidak ada gunanya terus menangis, ia harus mencari bantuan berupa pinjaman uang untuk biaya rumah sakit ibunya. Dalam keadaan tak menentu, pikirannya hanya tertuju pada Bu Ratih. Siapa dia? Ya, dia pemilik toko bunga Ratih Florist yang menjadi tempat kerja Reva selama ini. Dengan jari-jari gemetar, Reva berusaha menghubungi bos baik hati tempat dimana ia bekerja saat ini. Nomor ponsel itu ia tekan dengan hati-hati, menempelkan ponsel itu di telinga, Reva berusaha menyusun kata-kata yang pas untuk ia sampaikan pada bosnya. "Hallo, Reva. Ada apa Sayang?" sapa Bu Ratih dengan suara penuh kelembutan. Ya, Bosnya itu sangat menyayangi Reva seperti anak sendiri karena Bu Ratih sama sekali tidak memiliki anak perempuan. "Bu, Ibu saya kecelakaan." Reva menekan suaranya, menahan getar rasa sakit yang muncul dalam ulu hati. "Ya Tuhan, sekarang kamu ada dimana? Ibu ke sana, ya?!" Bu Ratih terdengar turut panik, nada suaranya terdengar sangat cemas. "Rumah Sakit Permata Hati, Bu." Revalisha kembali menangis, pikirannya mendadak kacau saat menyebut nama rumah sakit tersebut. "Baik Sayang, kamu yang tenang ya. Ibu akan segera ke sana," ucap Bu Ratih menenangkan lalu menutup panggilan telepon Revalisha. Gadis itu kembali menangis, sesekali ia menatap pintu ruang gawat darurat dengan perasaan kacau. Melihat gamis ibunya yang berwarna biru bercampur dengan percikan banyak darah, membuat Revalisha tak mampu berspekulasi akan keselamatan ibunya. "Nanti, kalau Ibu sudah tiada, Ibu pengen sekali donorin organ Ibu sama orang yang membutuhkan. Bagaimana Reva?" Tiba-tiba terngiang kata-kata ibunya tersebut. Entah sengaja atau tidak, seolah otaknya tengah mengingatkan jika ibunya pernah berpesan demikian. Tangis Reva kembali pecah, ia sadar bahwa mungkin ibunya sudah menyadari bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya kelak. Langkah kaki seseorang menghentikan tangis Reva, gadis itu menoleh dan melihat Bu Ratih benar-benar datang untungnya. Wanita berusia 45 tahun itu menghampiri Reva, duduk di sampingnya lalu merangkulnya dengan nyaman. "Reva, kamu yang kuat Sayang." Reva mengangguk perlahan, ia menyeka air mata yang terus mengucur dari bola matanya yang merah sembab. Bu Ratih terus mendekapnya, ia mengusap bahu gadis itu dengan lembut. Pintu ruang gawat darurat terbuka, Reva dan Bu Ratih segera bangkit dan menghampiri sang dokter yang menangani ibunda Revalisha. "Bagaimana dengan ibu saya, Dok?" tanya Reva dengan buru-buru, wajahnya terlihat tegang luar biasa. Dokter itu masih diam, ia mengembuskan napas dalam-dalam seraya melepas sarung tangan karet penuh noda darah milik ibu Revalisha. "Nona, Anda yang tabah ya. Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk menolong pasien tapi karena kecelakaan yang hebat ditambah dengan pendarahan yang banyak, kami tidak bisa menyelamatkan Ibu Anda." Reva terbungkam, jantungnya seolah dicabut begitu saja saat sang dokter berkata demikian. Tangis Reva lantas pecah saat sadar jika yang dimaksud dokter adalah ibunya telah meninggal dunia. Bu Ratih lantas mendekap anak gadis itu dengan erat, raungan tangis Reva terdengar begitu pilu. Dokter lantas mohon pamit, ia menyuruh beberapa perawat untuk mensterilkan ruang gawat darurat dan juga merawat jenazah Ibu Reva dengan baik. "Sabar Nak, kamu yang sabar ya." Bu Ratih mengelus punggung gadis tinggi itu dengan elusan lembut. Ia turut berduka cita atas meninggalnya ibunda Reva. Perlahan ia menuntun Reva agar duduk di kursi tunggu, menenangkannya sambil menunggu para perawat usia memandikan dan merawat jenasah ibunda Reva. "Sayang, apakah ibumu pernah menitipkan wasiat padamu sebelum ia pergi?" Bu Ratih bertanya dengan hati-hati, ditepuknya tangan Reva dengan lembut. "Ada Bu, beliau sangat ingin mendonorkan organ dalamnya pada seseorang yang membutuhkan. Ibu menginginkan hal itu cukup lama hanya saja saya tak pernah menjawab ucapan ibu saya." Reva masih menangis, sesekali ia menghapus air mata yang bercucuran di pipinya yang merah. Bu Ratih terdiam, ia memikirkan wasiat ibunda Reva sejenak. Kebetulan anak laki-lakinya juga membutuhkan organ jantung, Bu Ratih mendadak ingin sekali mendapatkan jantung itu namun Bu Ratih sedikit bingung untuk mengutarakannya. "Nak Reva, Ibu mau bicara tapi kamu harus pikirkan baik-baik ya." Bu Ratih berbicara dengan wajah terlihat sungkan. Reva menatap Bu Ratih lalu mengangguk pelan. "Sebenarnya anak Ibu yang tinggal di Singapura juga membutuhkan organ jantung. Sejak kecil jantung Ghani bermasalah, hampir setiap bulan ia melakukan perawatan rutin. Itulah kenapa Ibu merumahkan Ghani di Singapura, agar ia bisa menjalani perawatan dengan baik. Nak Reva bagaimana jika kami meminta jantung ibumu dan memberinya imbalan yang pantas? Maaf Nak Reva, ini gagasan ibu saja. Selebihnya, setuju atau tidak itu, Nak Reva yang memutuskan." Jantung Revalisha berdenyut sakit, sesak sekali saat ia mendengar ada orang yang menginginkan jantung ibunya dan akan memberinya imbalan. "Bu, jika Ibu menginginkan jantung ibuku maka ambil saja, saya ikhlas. Tapi saya akan kesal sekali jika Ibu berniat akan menggantinya dengan uang." Bu Ratih lantas merangkul Revalisha dengan cepat, ia mengusap bahu gadis itu dengan lembut. "Maaf Nak, Ibu tidak bermaksud menyinggungmu. Maafkan Ibu, Nak." **** Semenjak peristiwa di penghujung senja itu, Revalisha merelakan jantung ibunya untuk didonorkan pada Ghani Mahendra—putra semata wayang Bu Ratih yang menjalani perawatan di Singapura sejak beberapa tahun yang lalu. Bu Ratih sangat senang karena tubuh Ghani menerima donor jantung itu dengan baik dan mengalami banyak perubahan yang bagus. Sebaliknya, Revalisha menolak imbalan apapun dari Bu Ratih. Gadis itu berdalih bahwa ia ikhlas dan menjalankan wasiat ibunya saja. Sementara ia bekerja di toko bunga Bu Ratih, Revalisha mendapatkan perlakuan khusus dan istimewa dari Bu Ratih. Perlakuan khusus itu berupa gaji dan bonus yang lumayan besar, selalu dikirimi makanan enak setiap waktu, dan yang paling penting Bu Ratih bahkan mendukung Ratih untuk berkuliah lagi. Revalisha sangat bersyukur bisa mengenal Bu Ratih, bos paling baik yang ia kenal. Hingga suatu sore, saat Reva bersiap untuk menutup toko dan bersiap pulang ke rumah kontrakannya, Bu Ratih memanggilnya untuk datang ke ruangannya. Revalisha bertanya-tanya dalam hati, ia memikirkan banyak hal hari ini. Mungkinkah ia melakukan sesuatu yang mengecewakan dan berbuat salah? Tak biasanya Bu Ratih memanggilnya untuk datang ke ruangannya. Gadis semampai dengan rambut panjang yang sering dicepol itu memasuki ruangan Bu Ratih dengan jantung berdebar-debar. Wanita paruh baya itu melempar senyum lalu melepas kaca mata tebalnya dan menaruhnya di atas meja. "Reva, bagaimana pekerjaanmu hari ini? Capek tidak?" Reva tersenyum seraya duduk di hadapan Bu Ratih. Gadis itu menggeleng pelan, hatinya masih menyisakan banyak tanya yang harus ia kubur sementara waktu. "Tidak Bu, tidak capek sama sekali." Bu Ratih kembali tersenyum, ia menyandarkan punggungnya di kursi lalu menatap Revalisha dengan tenang. "Ghani mulai membaik, aku senang dengan perubahan ini. Nak Reva, sebentar lagi Ghani bakal pulang ke Indonesia, kamu ada waktu tidak? Kamu main ya ke rumah Ibu. Ibu ingin sekali memperkenalkan kamu dengan Ghani." Revalisha mengukir senyum, ia merasa sungkan dengan kebaikan wanita tersebut. Wajah Revalisha terlihat bingung, ia belum berani untuk menjawabnya. Siapa Ghani? Bahkan ia sama sekali tak punya niatan untuk berkenalan dengan Ghani. Bu Ratih kembali tersenyum, ia merasa lucu dengan perubahan wajah Reva yang terlihat imut itu. Perlahan ia menegakkan punggung, mendekatkan jarak diantara mereka. "Ibu ingin menjodohkan kamu dengan Ghani." "A-apa, Bu?" Reva tergagap menyusul rona merah menghias di wajahnya. Bu Ratih kembali terkekeh, ia mengulurkan tangan dan menarik dagu gadis di depannya dengan perasaan lembut. "Ya, Ibu ingin kamu menjadi menantu Ibu. Dengan begitu, selain kamu bisa dekat dengan jantung milik ibumu, kamu bisa menjadi anak perempuanku selamanya. Bagaimana Reva, apakah kamu bersedia menjadi istri Ghani?" **** Yuk tap love dan pastikan cerita ini menjadi penghuni daftar pustaka kamu ya. Mbak Reva pasti seneng loh kalo kamu antusias sama kisahnya dan mau tap love. Yuk!!!

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook