Chapter 1

2586 Kata
Aku berlari sekuat tenaga menyusuri gelapnya malam, menghindari kejaran makhluk yang aku sendiri tidak tahu itu makhluk apa. Makhluk itu hitam gelap, tubuhnya menjulang tinggi seukuran dua kali lipat tinggi dirinya dengan kepala kecil dan wajah mirip Alien seperti di film yang pernah aku tonton bersama Aeneas sahabatku. Kedua tangan panjang makhluk itu terus bergerak-gerak berusaha untuk menggapai diriku, namun aku berhasil bergerak cepat dan menghindar. Nafasku memburu. Dadaku mulai sesak. Peluh di tubuhku seperti mengalir deras. Sudah cukup lama aku berlari, jalan setapak di depanku nampak tak berujung. Semakin lama aku berlari, seolah-olah semakin panjang jalan setapak itu untuk aku bisa akhiri. "Rienetta.. Rienetta Banes.. lekaslah bangun.. ini sudah siang.." sayup sayup aku dapat mendengar Bibi Sophie membangunkanku. Perlahan aku membuka mataku, mengerjapkan mata untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Aku bangkit duduk, baju tidurku sudah basah dengan keringat. Beberapa detik kemudian aku sadar bahwa kejaran makhluk hitam itu hanya mimpi, aku menangkupkan kedua tangan ke wajah. Mimpi itu lagi! Sudah seminggu ini aku memimpikan hal yang sama, tepatnya sejak kepindahan kami ke Vierra town. "Cepatlah Rienetta.. kau pasti tidak ingin terlambat di hari pertama kuliahmu kan.." ucap Bibi Sophie dari luar kamar. "Baik Bi.." balasku sambil turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi di kamarku. Namaku Rienetta Banes, di tahun ini aku genap menginjak usia 19 tahun. Ayah dan ibuku sudah meninggal ketika umurku baru 8 tahun, dan sekarang aku hanya memiliki satu keluarga yaitu Bibi Sophie yang merupakan adik dari ayahku. Kami terpaksa pindah ke Vierra town karena kami tidak dapat lagi mempertahankan Castle keluarga Banes di Middlerea karena kondisi perekonomian kami yang sudah tidak memungkinkan. Bersyukurnya aku memiliki sahabat sejak kecil yang pindah ke Vierra town sejak 5 tahun yang lalu dan bersedia menyediakan tempat tinggal untuk kami di salah satu rumah milik keluarganya. Aeneas Cassey, umur kami hanya terpaut 3 bulan. Sejak umur kami 5 tahun sampai dengan 14 tahun kami selalu bersekolah di sekolah yang sama. Sampai akhirnya kami terpaksa berpisah sekitar 5 tahun lalu karena orang tua Aeneas harus kembali ke kampung halamannya untuk mengurus bisnis keluarga di Vierra town. Keluarga Cassey dan Banes sangatlah dekat, orang tua kami pun bersahabat. Aeneas selalu ada di setiap tahapan hidupku, ketika aku harus menghadapi kesedihan karena ayah dan ibu meninggal pada saat kecelakaan, ketika memasuki masa-masa bad mood pertama kali datang bulan, dan di setiap tahun-tahun pendewasaan kami sampai dengan saat ini. Aku sangat bersyukur memiliki Aeneas dalam hidupku. "Selamat pagi Bi…" sapaku sambil berjalan menuju meja makan dan duduk tepat di depan sepiring roti bakar yang sudah disiapkan Bibi Sophie untuk sarapan. "Kau yakin akan menggunakan itu, di hari pertama masuk kuliah.." ucap Bibi sambil mengernyitkan dahi memandang pakaianku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk, aku mengerti maksudnya. Bibi Sophie adalah orang yang sangat memperhatikan penampilan seorang bangsawan.. well mungkin kami tidak bisa disebut bangsawan lagi mengingat keadaan ekonomi kami sangat terpuruk. Aku saat ini hanya mengenakan kemeja putih dan celana jeans berwarna biru langit. Biasanya aku akan selalu mengenakan gaun anggun dengan rok menjuntai sampai sedengkul. Mungkin di Middlerea, kota kelahiranku yang lingkungannya adalah perkotaan aku akan bersedia menggunakannya, tapi menurutku tidak di Vierra town yang mungkin lebih dari 50% dari kota ini adalah hutan dengan pepohonan yang rimbun. Kota ini membuat aku merasa harus selalu siap adanya kemungkinan membutuhkan pakaian yang nyaman untuk beraktivitas, apalagi dengan adanya mimpi-mimpiku selama seminggu di Vierra. "Pagi wanita-wanita cantik…" sapa Aeneas sambil mencium punggung tangan Bibi Sophie sebelum akhirnya datang memelukku. Dialah Aeneas, lelaki yang selalu bermulut manis dan bersikap ramah. Dia benar-benar kebalikan dari aku yang tertutup dan tidak suka bergaul. Sementara baginya mudah untuk membuat semua orang menyukainya. Aeneas berambut coklat gelap, tubuhnya tinggi dan berbadan atletis, bisa dibilang itu adalah hasil dari hobinya bermain sepakbola sejak kecil sampai sekarang. "Pagi…ayo kita berangkat Aeneas.." ucapku sambil berdiri memeluk Bibi dan membawa roti bakarku berjalan keluar rumah. "Rienetta Banes! Jangan makan sambil berjalan seperti itu…" ujar Bibi Sophie. "Kami sudah terlambat Bi..aku tunggu kau di mobil Aeneas" Aku masih bisa mendengar sayup-sayup Aeneas menenangkan Bibi Sophie yang sepertinya kesal dengan kelakuan cerobohku. Aku berjalan santai ke Bugatti La Voiture Noire kuning milik Aeneas yang terparkir di depan rumah, lalu duduk di kursi penumpang. Tak lama kemudian Aeneas sudah menyusul dan segera duduk di kursi pengemudi. "So…ready untuk memulai hari barumu?" ucap Aeneas sambil mengemudikan mobil keluar dari gerbang rumah menuju kampus. "Hmm.." jawabku malas, jujur aku tidak terlalu bersemangat memulai hari-hariku di Vierra. Aku mulai merindukan Middlerea, banyak kenangan di sana. Aku pun bukan tipikal orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. "Ayolah Rie..kau pasti akan terbiasa.." "Masuk diawal tahun kedua seperti ini tidaklah mudah Aeneas.." "Tenanglah..aku sudah mendaftarkan kau di setiap kelas yang aku ikuti di semester 3 ini, jadi kau tidak perlu khawatir..aku akan selalu menemanimu.." "Kuharap kau tak mendaftarkan aku juga ke klub sepakbolamu kan.." Aeneas tertawa "Yup..kecuali itu, selain waktu aku latihan sepakbola. Aku akan selalu menemanimu.." Aeneas sangat menyukai sepakbola, sejak kecil aku selalu menemaninya ke klub latihannya sampai dia pindah ke Vierra. Sekitar 30 menit kemudian sampailah kami di Marche University, disinilah aku dan Aeneas akan berkuliah. Area kampusnya sangat luas dengan pohon-pohon besar dan rindang yang berjajar di sepanjang jalan menuju gedung kampus. Bangunan gedungnya sangat besar, namun terlihat tua dengan bergaya Renaisans. Aeneas memarkirkan Bugatti kuningnya di tempat tak jauh dari gedung utama, setelah Aeneas mematikan mesin mobilnya, aku segera membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki keluar. Namun ketika berdiri, tiba-tiba aku merasakan sakit di d**a sebelah kiriku seolah-olah ada yang menghujannya dengan tombak tajam. Aku bergerak mundur secara tiba-tiba dan menabrak mobil Aeneas dengan benturan yang cukup kencang sambil memejamkan mata dan memegang dadaku untuk menahan sakit. === "Rick…kau baik-baik saja?" ucap Ferdinand terlihat khawatir, karena aku tiba-tiba merasakan d**a sebelah kiriku sakit. Aku mengangguk setelah akhirnya bisa menguasai diri untuk menghindari tatapan ingin tahu orang-orang yang berada di perpustakaan. Namaku Richard Willem, orang terdekatku memanggilku Ricko. Tahun ini aku berusia 21 tahun dan merupakan mahasiswa di Marche University memasuki tahun ketiga. Aku adalah Pemburu Kegelapan yang bertugas menjaga Vierra town dari serangan iblis bersama kedua temanku, Ferdinand Latov dan Benjamin Hunt. Namun tak banyak yang tahu identitas kami sebagai Pemburu Kegelapan, khususnya di kampus ini. Keluarga kami membuat kami menjalani kehidupan normal seperti manusia pada umumnya, dan itulah profile yang berhasil mereka ciptakan. "Perlukah kita pergi dari sini? " bisik Ferdinand "Yup…ayo Dinand.." ucapku sambil membereskan laptop dan beberapa buku serta peralatan tulis dan memasukkannya ke dalam tas. "Kau yakin baik-baik saja? " tanya Ferdinand setengah berbisik setelah kami berada di luar perpustakaan dan berjalan di lorong menuju kelas kami. "Entahlah, sesaat tadi aku merasakan dadaku seperti tertusuk tombak tajam dan tiba-tiba perasaanku seolah-olah seperti…entahlah..hangat? tenang? damai? Agrrh…sulit aku menjelaskannya..karena aku belum pernah merasakan perasaan ini.." "Hmm…kau ingin memeriksakannya ?" "Kemana? Ke dokter? Kurasa tidak..karena aku tidak terluka dan rasa sakitnya mulai hilang… kelas Professor Smith akan dimulai dalam 30 menit lagi, sebaiknya kita ke kelas.." Ferdinand pun berjalan mengikutiku dan tak lama kemudian Benjamin pun bergabung dengan kami menuju kelas. === POV. Rienetta Banes "Kau yakin tidak apa-apa Rie?" tanya Aeneas ketika kami sudah memasuki kelas, wajah terlihat khawatir karena kejadian di parkiran tadi. Aku mengangguk "Ya.. aku sekarang sudah tidak apa-apa Aeneas.." lirihku. "Kapanpun kau butuh aku untuk segera mengantarmu ke dokter atau pulang, aku siap" Aku tersenyum, iya inilah Aeneas. Dia selalu memperdulikanku. "Hi…apakah tempat di sampingmu kosong?" Aku mendongak, di sana sudah berdiri wanita cantik berambut hitam yang panjang sebahu. "Ya tentu..silahkan.."jawabku. Wanita itu langsung duduk di sampingku. "Kau baru di sini? Sepertinya aku belum pernah melihatmu" tanyanya. "Hmm..ini hari pertamaku.." "Ooo…welcome!..perkenalkan aku Lalita Vern., kau bisa memanggilku Lita.." "Aku Rienetta Banes, kau bisa memanggilku Ririe.. dan ini temanku Aeneas..apakah kalian sudah saling kenal?" Lita melirik ke arah Aeneas, begitupun sebaliknya. "Tentu..kau adalah Aeneas Cassey dari klub sepakbola kan?" "Yup…kau kekasih David Lacutta kan?" jawab Aeneas. "Hmm..jadi kalian sudah saling kenal ya.." "David satu klub dengannya…terkadang kami bertemu ketika mereka latihan dan terkadang keluar bersama dengan teman-teman satu klubnya.. oke cukup tentang kami.. jadi kau baru pindah?" Lita terlihat ramah dan mudah bergaul. Baru 15 menit kami berkenalan aku sudah bisa tahu apa hobby dan makanan kesukaannya. Well..start yang baik untuk hari pertamaku di kampus ini, setidaknya aku bisa sejenak melupakan kejadian aneh di parkiran tadi pagi. === "Aku akan menjemputmu di perpustakaan setelah aku selesai latihan ya Rie.."ucap Aeneas, tak terasa 3 kelas di hari pertamaku sudah selesai. Aku mengangguk, mencoba mengingat arah perpustakaan yang tadi sempat diinformasikan Aeneas kepadaku. "Aku akan menyusul menemanimu Rie, setelah aku bertemu David ya.." lanjut Lita. "Ok.. see you.." ucapku, kami pun berpisah berjalan berlawanan arah. Kampus ini sangatlah luas, antara satu gedung dengan gedung lainnya terpisahkan dengan bentangan pohon-pohon rimbun yang tinggi bagaikan berada di tengah hutan, bedanya di sini ada jalan setapak yang sudah di aspal dan lampu-lampu jalan yang berguna untuk menerangi ketika malam tiba. Syukurlah hari ini masih sore, sehingga aku masih berani melewati jalan setapak ini walau menjadi sedikit gelap karena cahaya matahari tertutup rimbunnya daun pepohonan. Semakin aku berjalan semakin aku teringat akan mimpi yang menghantuiku selama satu minggu ini. Tempat yang sepi tidak ada manusia satupun yang terlihat di sekitar jangkauan mataku memandang, bayangan pohon menaungi jalanan setapak yang terlihat panjang untuk dilalui. Kemudian di situasi seperti ini bayangan hitam besar akan muncul di jalan setapak dan tangan-tangan panjang hitamnya akan bergerak-gerak bersiap menggapaiku. Tunggu! Aku menghentikan langkahku dan mendongak, makhluk hitam besar tinggi berjalan mendekatiku dan berusaha menggapai diriku…ini bukan mimpi! Aku berbalik arah dan berlari sekuat tenagaku melewati pepohonan. Makhluk hitam itu terus mengejar mengikuti kemanapun aku pergi, tangan-tangan besarnya berusaha menggapaiku namun aku berhasil menghindarinya. Tubuhku berkeringat, kakiku mulai terasa sakit karena berlari sekuat tenaga, tanganku mulai terasa perih karena sayatan ranting pohon, entah berapa lama aku berlari dan bergerak-gerak menghindari gapaian tangan makhluk hitam itu. Kakiku tersandung akar pohon besar, aku tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhku dan akhirnya jatuh terjerembab, kakiku terasa lemas, tubuhku kaku seperti tidak dapat mengikuti perintah otaknya untuk bangun, berdiri dan berlari lagi..makhluk hitam itu semakin mendekat… Aku memejamkan mata, Ya Tuhan.. apakah ini akhir hidupku! Aku mulai pasrah, dan memekik ketakutan ketika makhluk itu berusaha menggapaiku dan… SAAAAAAATS… Bunyi sayatan itu membuatku membuka mata, tak jauh dari tempatku terduduk tepat di hadapanku makhluk hitam itu terbelah menjadi dua, memuncratkan darah hitam sebelum akhirnya terbakar dan menjadi abu. Aku mengerjapkan mataku dan mulai mengatur hembusan nafasku, berusaha memahami yang baru saja terjadi. Seorang lelaki berambut hitam berdiri tak jauh darinya, pedang yang berpendar biru berada di tangan kanannya, dan menatap tajam ke arahku. Matanya sangat indah, mata tajam yang berwarna coklat gelap dan kelam namun sekaligus meneduhkan. Entah berapa lama kami hanya terdiam dan saling menatap. Aku masih kaget dengan kejadian tadi, sementara lelaki itu terlihat kesal menatap ke arahku. "Bagaimana kau bisa memanggilku?" tanyanya memecah keheningan kami. "A..a..apa itu tadi? Apakah itu ilusi? Apakah aku sedang bermimpi?" tanyaku masih tergagap karena masih kaget dan tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi. Apakah ini nyata?! "Aku yang lebih dulu bertanya.. bagaimana caramu memanggilku?" Memanggilnya? Aku saja tidak tahu namanya. "Apa maksudmu?" tanyaku bingung. "Kau memanggilku ke sini dan tepat ketika iblis itu datang.. apa yang telah kau lakukan padaku?" ucapnya dengan nada kesal. Apa sih?! Kenapa dia bersikap arogan dan menyebalkan sekali! Rasa takutku tiba-tiba berubah menjadi kesal… tenang Rie, bagaimanapun juga dia telah menolongmu…inhale..exhale… "Well…sebelumnya terima kasih karena telah menolongku dari apapun itu tadi…mengenai pertanyaanmu.. aku tak mengenalmu, jadi bagaimana aku bisa memanggilmu? Kalaupun kau terpanggil…well…aku tak tahu caranya.." Lelaki itu sepertinya terlihat mulai menguasai diri, lalu dengan gerakan ringan muncul asap biru tipis di tangannya dan pedang yang digunakan tadi menghilangkan. "Itu Iblis Beelzebub..dari keagresifannya, sepertinya kau merupakan santapan yang lezat baginya" jelasnya. "Hmm..terima kasih karena kau perjelas kenapa dia berusaha menangkap dan mengejarku tadi.. bukan itu maksudku! Bagaimana iblis itu bisa muncul? Ayolah ini dunia nyata kan.. apakah tadi hanya ilusi.. seperti sulap yang kau lakukan tadi ketika menghilangkan pedang?" "Ilusi? Well kalau kau sebut tadi ilusi..selamat datang di dunia ilusi, dimana kau akan bisa menemukan berbagai macam iblis di kota ini.." jawabnya cuek.. lalu melangkah meninggalkanku "Tunggu..!"pekikku sambil berusaha berdiri menahan sakit di kakiku. Tapi memikirkan aku akan sendirian di hutan ini terasa lebih mengerikan lagi. Lelaki itu menghentikan langkahnya dan menengok ke arahku, menatapku dengan mata tajamnya. Aku berjalan mendekatinya "hmm…apakah kau bisa mengantarku ke perpustakaan?" "Apa?!" "Eummm.. ini hari pertamaku… aku belum terlalu paham area kampus ini.. dan setelah kejadian tadi, aku sedang tidak dalam kondisi.. euumm.." Kondisi sehat? Kondisi sadar? Kondisi normal? Apakah aku sudah gila? Aku benar-benar tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk bisa menggambarkan kondisiku saat ini. "Dan setelah yang terjadi tadi kau masih ingin belajar?" "Hmm..aku tidak punya pilihan lain..temanku baru akan datang nanti..kau cukup mengantarku sampai depan perpustakaan lalu kau bisa meninggalkanku..aku janji tidak akan mengganggumu lagi" Tanpa menjawab aku bisa tahu dia menyetujui permintaanku. Dia membiarkan aku berjalan di sisinya, dan memelankan langkahnya untuk mengimbangi jalanku yang terpincang dan pelan karena sakit dikakiku. "Jadi kau apa? Kenapa kau bisa menghadapi makhluk yang kau sebut iblis tadi?" Tanyaku memecah kesunyian diantara kami Lelaki itu menatapnya "Anggap saja kau sedang beruntung karena aku datang tepat sebelum iblis itu melahapmu, jadi kau sekarang bisa melupakan kejadian tadi" "Melupakannya..bagaimana mungkin? Makhluk itu..mirip dengan yang kulihat di mimpi-mimpiku sejak aku sampai di kota ini.." Raut wajahnya terlihat bingung "Jadi kau tidak berasal dari Vierra?" Aku mengangguk "Yup..aku baru tiba di kota ini seminggu yang lalu.." Lelaki itu mengerutkan dahinya "Hmm..sungguh penyambutan yang luar biasa di hari pertamamu.." "Ya..walau aku tak mengharapkan surprise itu..jadi.. kau bilang tadi di sini banyak iblis yang mirip seperti itu? Apakah akan ada kemungkinan aku akan berhadapan dengan mereka lagi?" Dia mengangguk, "Iya..mungkin saja...aku rasa dengan energi yang kau pancarkan itu, mereka akan tertarik untuk mendekatimu" "Hah? Mmm.. tapi aku tak berniat menarik perhatian makhluk-makhluk seperti itu.." aku mulai merasa khawatir dengan keadaan ini. Lelaki itu menahan tawanya, wajahnya sangat tampan dengan mata elang yang tajam. "Apakah ini lucu?" tanyaku bingung "Well..kau mengatakan seolah-olah iblis-iblis itu adalah para lelaki yang ingin mengejar dan menarik perhatianmu.." Aku merenggut kesal "Hei..kondisiku ini sedang tidak dalam posisi untuk bisa bercanda.." Lelaki itu tertawa "Maafkan aku, tapi kau sungguh polos..mm… baiklah, yang perlu kau lakukan adalah menghindari tempat sepi seperti tadi..jangan pergi sendirian, aku belum punya saran bagaimana caranya agar energimu itu tak terlalu menarik perhatian iblis.." "Jadi apakah kau mau membantuku?" Dia menatap bingung "Aku tak bilang akan membantumu" "Tapi tadi kau bilang kau belum punya saran bagaimana caranya agar energi yang dipancarkan olehku tidak akan terlalu menarik perhatian iblis..dan kau tadi bilang aku memanggilmu..tidakkah kau ingin tahu kenapa kita bisa terhubung seperti itu? Bukankah kau penasaran? Mungkin saja dengan kita mencari tahu bersama kita bisa mengetahui misteri apa dibalik ini semua.." "Hei…aku tak berniat terlibat denganmu setelah kejadian ini..jadi jangan berusaha melibatkanku dengan cara simbiosis mutualisme yang kau coba bangun tadi.." Apa dia baru saja menolakku?! Egoku mulai meningkat, siapa dia berani menolak pertemanan yang kutawarkan! "Fine?! Maaf kalau aku berkesan ingin melibatkanmu denganku…"ucapku kesal pergi meninggalkannya, aku berusaha tetap berdiri tegak walau kakiku masih terasa sakit. Tak akan aku biarkan dia melihatku lemah! Baru beberapa langkah aku berbalik menatapnya kesal "Dan kau…sebaiknya tak perlu menghampiriku jika kau rasa aku memanggilmu lagi!" Lanjutku ketus dan berbalik. Gedung perpustakaan sudah bisa terlihat dari tempat aku berpisah dengan lelaki itu. Masa bodoh dengan sikap angkuhnya tadi, aku benar-benar kesal dengan caranya menolakku. Tenang Rienetta Banes, banyak kejadian di dalam hidupmu, dan kau selalu bisa mengatasinya. Kau tak butuh dia ataupun orang lain untuk menolongmu!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN