****...****
"Di mana aku? Apakah aku sudah mati?."
Sofia tampak linglung memindai ruangan di mana dirinya berada. Namun rasa pusing yang melanda kepalanya membuatnya kembali merebahkan diri.
"Ternyata kamu sudah sadar!! Syukurlah!!."
Richard berjalan mendekat. Ditangannya ada secangkir kopi yang baru saja dibelinya.
"Kau siapa? Apa kau yang telah menolongku?."
Sofia menatap intens wajah Richard. Pria itu segera duduk di kursi yang tersedia di sana.
"Iya benar, aku telah menemukanmu pingsan. Lalu aku membawamu kemari."
Jawab Richard menatap wajah cantik Sofia.
"Kalau begitu, terima kasih."
Jawab Sofia menarik nafas panjangnya. Sementara Richard masih terus memperhatikannya.
"Dia benar-benar lupa padaku. Dia bahkan lupa kejadian malam itu, Padahal kami sudah mereguk kenikmatan bersama."
Richard segera membatin saat melihat Sofia tidak mengenalinya.
"Ngomong-ngomong Apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu bisa pingsan di jalan? Dan apakah kamu memiliki keluarga?."
Richard segera ber basa-basi untuk mengusir kecanggungan.
"Saya tidak memiliki siapa-siapa! Saya hanya sebatang kara."
Jawab Sofia menelan ludah getirnya. Richard memperhatikan mimik wajah wanita itu dengan melipat kedua tangannya di depan d**a.
"Kamu sebatang kara? Benarkah itu? Kalau begitu keadaan kita sama."
Sofia segera menoleh menatap wajah Richard.
"Kau juga tidak memiliki keluarga?."
Sofia segera bertanya kepada pria itu.
"Bisa dibilang begitu! Saya memiliki keluarga! Tapi seperti tidak memilikinya! Ya seperti itulah!."
Sofia sempat terlihat berpikir mendengar penjelasan Richard.
"Ternyata nasibku dengan dia sama. Sungguh miris sekali."
Gumam Sofia dalam hati.
"Tapi setidaknya kamu memiliki tempat tinggal! Sedangkan aku? Tempat tinggal pun aku tak punya!."
Sofia kembali menelan ludah getirnya.
"Kalau begitu tinggallah bersamaku!."
Sofia menatap tidak percaya wajah Richard. Namun wanita itu segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Saya tidak ingin merepotkan Anda lebih dalam lagi! Saya akan pergi dan mencari tempat tinggal sendiri."
Jawab Sofia dengan menatap kosong ke arah depan.
"Dengan kondisimu yang seperti ini? Dokter mengatakan kalau kondisimu sangat serius! Begitu banyak luka di tubuhmu. Dan Apa kau yakin memiliki uang? Sedangkan untuk mencari tempat tinggal membutuhkan dana."
Sofia memasang wajah sendu. Dia membenarkan perkataan Richard.
"Saya tidak memiliki apa-apa! Sepeser uang pun tidak punya."
Richard segera mengukir senyum tipis di bibirnya.
"Makanya! Tinggallah bersamaku! Setidaknya kita memiliki nasib yang sama! Kamu tidak perlu memikirkan tempat tinggal ataupun makanan. Kamu bebas di rumahku. Dengan begitu, Aku memiliki waktu untuk mengejarmu."
Sofia kembali menatap wajah tampan Richard yang menatapnya dengan intens. Dan entah kenapa dia merasa dekat dengan pria itu.
"Tapi kamu belum mengetahui nama...!!."
"Kamu Sofia Anggara bukan?."
Richard dengan cepat memotong ucapan Sofia.
"Kamu tahu namaku?."
Richard langsung mengangguk.
"Aku tahu siapa kamu! Dan perkenalkan aku Richard Marx!."
Richard segera mengulurkan tangannya. Sofia pun segera menyambutnya. Untuk beberapa saat lamanya mereka berjabat tangan dalam diam. Hanya mata yang berbicara dan saling menatap satu sama lain.
"Aahhh!! Terima kasih Pak Richard! Karena anda sudah begitu baik menolong saya!."
Richard segera mendengus mendengar panggilan formal Sofia.
"Apa saya terlihat begitu tua di matamu? Padahal kalau dilihat-lihat, perbedaan usia kita tidak begitu jauh."
Sofia pun gelagapan.
"Panggil nama saja! Panggil Richard atau panggilan apapun yang kau suka! Asal jangan Pak atau tuan! Mengerti?."
Sofia langsung mengangguk malu-malu tanda mengerti.
*.
"Bagaimana bisa Sofia tidak ada di kamar itu? Siapa yang sudah membantunya kabur?."
Tedi sangat marah karena tidak menemukan Sofia di dalam ruang hukumannya. Dia menatap tajam para pelayan, serta Siska dan juga Bella.
"Pasti kamu! Pasti kamu kan bibi Laras? Selama ini kamu selalu membela Sofia! Kamu pasti yang membantunya untuk kabur! Dasar pembantu sialan!! Pllaakkkk!!."
Siska segera menampar wajah bibi Laras. Wanita itu pun langsung jatuh terjerembab.
"Kau benar-benar kurang ajar! Berani-beraninya membantu Sofia kabur dari rumah ini!!."
Tedi tampak begitu marah dengan meledak-ledak. Dia menunjuk wajah bibi Laras.
"Ampun Tuan! Saya sama sekali tidak membantu Nona Sofia! Semalaman Saya tidak mengunjunginya di kamar ini! Bukankah Anda meminta penjaga untuk menjaga kamar ini? Lalu Bagaimana saya bisa mengunjunginya?."
Bibi Laras berusaha membela diri. Walaupun dalam hati dia bersyukur karena Sofia berhasil kabur dari penjara itu.
"Tapi bagus juga kalau dia sudah pergi!! Dia tidak akan lagi merepotkan kita!!."
Pllaakkkk!!!
Bella langsung mendapatkan tamparan dari Tedi karena ucapannya tadi.
"Dasar anak bodoh! Sofia itu dikenal sebagai salah satu dari Putri Anggara. Jika sampai kaburnya dia dari rumah ini terendus oleh orang luar. Nama keluarga Anggara bisa tercemar dan tercoreng. Akan berimbas pada perusahaan. Apa itu yang kau mau anak bodoh?."
Bella langsung terlihat panik mendengar ucapan Tedi
"Ampun papa! Bella memang bodoh tidak sampai berpikir ke situ!!."
Bella berusaha meraih tangan Tedi. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan kasih sayang dan uang pria itu.
"Aku akan segera mengerahkan orang-orang untuk mencarinya! Sofia harus segera ditemukan dan kembali ke rumah ini!!."
Tedi bergerak keluar dari ruangan itu membawa kemarahannya. Siska segera menatap tajam wajah bibi Laras.
"Mulai hari ini kamu dipecat tanpa pesangon! Kamu harus segera meninggalkan rumah ini sekarang juga! Dan jangan pernah kembali lagi!!."
Bibi Laras segera membangunkan tubuhnya. Wanita itu bahkan tak terlihat bersedih karena dipecat tiba-tiba.
"Baiklah saya akan pergi dari sini nyonya! Kalau bukan karena bertahan demi Nona Sofia! Saya sudah lama pergi dari rumah yang bagai neraka ini!!."
Bibi Laras segera keluar setelah mengeluarkan kata-kata monohok.
"Dia sungguh kurang ajar mama! Dasar wanita pembantu sialan!!."
Seru Bella tak terima dengan segala perkataan bibi Laras.
"Biarkan saja dia!."
Jawab Siska.
**.
"Apa? Sofia kabur dari rumah?."
Noah segera Memekik dengan kencang saat mendengar kabar tentang Sofia yang kabur dari rumah kediaman Anggara. Hal itu disampaikan oleh Bella sendiri.
"Iya!! Dia telah tidur dengan pria asing, makanya Papa sangat marah dan menghukumnya. Semalam dia kabur dari rumah entah ke mana. Mungkin saja ke rumah pria yang tidur dengannya itu."
Noah tampak mengepalkan tangannya. Sementara Bella menyeringai sinis.
"Apa benar dia tidur dengan pria asing?."
Noah segera bertanya seakan ingin meyakinkan diri.
"Iya benar! Sofia pulang dalam keadaan berantakan, dileher dan dadanya terdapat jejak cinta dari pria itu. Sepertinya mereka benar-benar menikmati malam."
Bella memperhatikan wajah Noah yang tiba-tiba berubah seperti orang marah. Rasa cemburu pun hadir segera di hatinya. Tak salah lagi, Noah memiliki perasaan tanpa sadar kepada Sofia.
"Benar-benar murahan!!."
Geram Noah. Membayangkan Sofia tidur dengan pria lain. Dan pria itu menjamah tubuh Sofia. Membuat perasaan tak suka menjalar di dalam hatinya. Dadanya tiba-tiba terasa panas.
"Kak Noah benar!! Sofia memang benar-benar murahan! Dia mampu tidur dengan pria asing yang tidak memiliki hubungan dengannya!."
Jawab Bella, dia coba menyandarkan kepalanya di d**a Noah. Namun dengan cepat pria itu menjauh.
"Sebaiknya kau pulang! Saya masih ada meeting penting."
"Tapi kak Noah!!."
Seruan Bella itu sama sekali tak didengarkan oleh Noah. Pria itu lekas berjalan keluar membawa hatinya yang terbakar.
"Iihh!! Bagaimana sih? Kapan aku bisa bermesraan dengannya selayaknya pasangan? Aku harus segera memilikinya dengan utuh, agar dia tidak sampai jatuh ke tangan wanita lain. Termasuk Sofia!!."
Kesal Bella mengepalkan kedua tangannya.
Dia sangat tahu bagaimana ekspresi Noah mendengar Sofia bersama dengan pria lain. Pria itu cemburu.
***...***