Rangkaian memori

1013 Kata
Valdo, cowok dengan tubuh tegap dan tinggi dengan rambut acak-acakan yang menambah kesan kegantengannya sedari tadi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sedari tadi ia menunggu Vanya kembaranya yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya membuat Valdo berdecak kesal, semua temannya juga sudah pulang meninggalkan dirinya sendiri. Cowok itu sedikit risi karena banyak siswi yang memperhatikannya sedari tadi membuatnya mengumpati Vanya di dalam hati. Tak lama kemudian orang yang ditunggunya datang membuat Valdo menghela napas lega. "Kenapa lo?" Heran Vanya. "Karatan gue nunggu lo, lain kali gausa pulang bareng gue," kesal Valdo membuat Vanya menarik kedua sudut bibirnya dan mencubit gemas pipi kembaranya. "Iih, gemes deh," ucap Vanya membuat Valdo mendengus kesal. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka bahkan tak banyak pula yang menganggap mereka pacaran, ya, hanya sedikit yang tahu kalau Valdo dan Vanya saudara kembar karena Vanya yang lebih menutup identitasnya begitupun dengan Valdo yang cuek bebek tidak menyangkal rumor yabg beredar. Vanya menaiki motor Valdo dan menepuk bahu saudaranya itu. "Ayo kang jalan." Valdo mendelik kesal. "Lo pikir gue tukang ojek." Tawa Vanya pun pecah semakin menarik banyak perhatian, tidak mau banyak pasang mata lagi melihat mereka Valdo dengan segera melajukan motornya membuat Vanya dibelakangnya terpekik karena Valdo yang menjalankan motornya tanpa aba-aba. "Val, lo serius gaada pacar?" Tanya vanya ditengah jalan sedikit berteriak agar Valdo dapat mendengarnya. Valdo hanya membalasnya dengan deheman pertanda 'ya'. "Masa iya di gaada yang mau sama lo, lo udah ganteng tenar lagi, klo gue bukan saudara lo udah gue kejar-kejar lo," ujar Vanya membuat Valdo menggelengkan kepalanya mendengar ucapan ngaur kembaranya, begitulah Vanya memiliki banyak kepribadian yang berbeda-beda membuat banyak orang heran dengan gadis itu. "Hidup gaselalu soal cinta van," ingat Valdo membuat Vanya bungkam, dan terjadilah hening beberapa saat. "Hubungan lo sama dia gimana?" Tanya Valdo kembali membuka suara membuat Vanya memeluk Valdo dan menyandarkan kepalanya dipunggung cowok itu. "Gausa dibahas." Valdo memilih diam dan fokus melajukan motornya. Sedangkan dilain tempat Arana, Gita dan Nesya yang tadi melihat Valdo bersama Vanya pulang bareng membuat ke kepoan gadis itu meningkat kecuali Arana yang seakan tidak peduli apa pun. "Ih sumpah! Itu Valdo sama Vanya pacaran ya?" Kepo Gita yang dibalas Arana dengan gedikan bahu tak peduli, tak penting, dan tak ada urusanya dengan dirinya membuat Gita gemas sendiri. Nesya mendengus kesal. "Kalo gue lihat mereka emang cocok, potek hati dede bang," ucap nesya mendramatisir membuat Arana memutar bola matanya malas. "Arana masa iya si lo gak tertarik sama Valdo yang gantengnya luar binasa itu? Klo lo sama Valdo pasti lebih cocok deh," ujar Gita membuat Arana memasang wajah datarnya. "Gue pulang dulu ada urusan," pamit Arana dan berlalu begitu saja meninggalkan Gita dan Nesya yang apa-apa selalu membahas Valdo dan geng Respect membuat Arana jengah. Nesya yang ada dibelakangnya pun berteriak agar Arana dapat mendengarnya. "Atau jangan-jangan lo belok?" Arana yang mendengar itu menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap tajam Nesya membuat Nesya seketika merinding dan menggaruk tengkuknya. Arana kembali melanjutkan jalanya yang terhenti dengan langkah angkuhnya membuat beberapa siswi berbisik-bisik tentangnya. Arana menaiki taksi dan tak lama kemudian ia sampai dirumah besar milik keluarganya, gadis itu tersenyum tipis namun seperkian detik senyum itu berubah menjadi senyuman sinis. "Kenapa neng?" Tanya sopir taksi heran membuat Arana tersadar dan segera membayar taksinya. "Gapapa kok pak," balas Arana dan segera turun, gadis itu berjalan memasuki gerbang rumahnya yang bernuansa gold itu, banyak penjaga yang berdiri dimana-mana. Arana terus melangkahkan kaki membuat beberapa penjaga yang dilewatinya menekukkan badanya memberi hormat kepada Arana. Sesampainya di dalam Arana disambut pelayan yang bekerja disana, Arana dengan segera melepaskan tas yang ia bawa dan menyerahkannya kepada pelayan tersebut. "Apa nona butuh yang lain?" Tanya pelayan tersebut yang langsung dibalas gelengan oleh Arana. "Papa dimana?" Tanya Arana. "Tuan sedang berada di ruang pribadi nya nona," jawab pelayan itu, Arana tersenyum tipis dan melangkahkan kakinya menuju ruang pribadi papa nya. Bara, papa dari Arana tersentak kaget mendapati putrinya tiba-tiba datang ke ruangan pribadinya, "Ada apa Arana?" Tanya Bara dengan suara yang berwibawa. "Apa bener malam ini papa mau ngerusuh lagi?" Tanya Arana dianggukki Bara. Arana menghela napasnya lelah. "Kenapa papa selalu ganggu mereka?" Bara mengukir senyumnya. "Kamu masi kecil Arana dan kamu tidak akan tahu." "Arana udah mulai besar pa, Arana juga harus tahu semuanya, karena Arana yang ngejalanin misinya," ucap Arana mulai berani, biasanya ia tak pernah seberani ini. "Kita bahas lain kali." Bara menepuk tangannya dua kali, dan dua pengawal memasuki ruangan dan menarik Arana untuk keluar dari ruang pribadi Bara. Sesampainya diluar, pintu besar bewarna gold menutup ruangan itu membuat Arana tersenyum tipis 'selalu saja begitu' batinya. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju lantai dua dimana kamarnya berada, sungguh ia tidak suka dimana rumah nya dipenuhi pengawal seperti ini, apa salah jika ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama ayahnya? Ia melangkahkan kakinya memasuki kamarnya dan menutup rapat pintu kamarnya, ia menaiki ranjangnya dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, ia memejamkan matanya sesaat dan mengeluarkan ponselnya. Gadis itu menjelajahi galerinya dan menemukan sebuah foto membuat senyum manis terukir di wajah cantik Arana. "Andai aja gue bukan Arana yang sekarang," gumamnya mengelus wajah yang ada di layar ponselnya, tiba-tiba rasa sesak memenuhi d**a Arana bahkan matanya memanas, gadis itu dengan segera menengadahkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh. Ia kembali mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas nakas dan membaringkan tubuhnya, otaknya kembali memutar ingatan beberapa tahun yang lalu. "Maafin gue," lirihnya. Lagi dan lagi rangkaian memori terputar diotak Arana membuat semua rasa bercampur menjadi satu, kebahagiaan, kerinduan, kesedihan. Air mata menetes membasahi pipi gadis itu tanpa bisa ia tahan. Diantara semua rasa, kerinduanlah yang mendominasi, ia rindu, sangat rindu. Gadis itu memukul kepalanya dengan kepalan tangannya sendiri. "Lo bodoh Arana! Lo bodoh!" maki gadis itu kepada dirinya sendiri. Tiba-tiba Arana merasakan sakit di kepalanya, ia menarik rambutnya kuat  dan meraba nakasnya, Arana mengambil ponselnya dan melemparkannya kearah kaca yang ada didekat ranjangnya untuk melampiaskan rasa sakitnya. Tak beberapa lama rasa sakit di kepalanya mereda, Arana bangkit dan berjalan menuju kaca yang sudah retak dan ponselnya yang tergeletak mengenaskan dilantai. Gadis itu melihat pantulan dirinya di dalam kaca yang retak dan tertawa hambar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN