Pojok Hukuman

1143 Kata
"Lo mau apa lagi?" Tanya Valdo kepada Vanya saudaranya yang tiba-tiba menarik tangannya menuju ruang rahasia yang ada dirumahnya. Vanya menempelkan jarinya dibibir dan menyuruh Valdo untuk memelankan suaranya. "gue mau minjam s*****a mama." Valdo menaikan satu alisnya. "Emang lo udah izin?" Vanya nyengir menampakkan deretan giginya yang rapi. "Udah dalam hati." "Ketawan mama bisa dipenggal kepala lo," ucap Valdo menakuti. Vanya mendelik kesal. "Makanya suara lo pelanin biar gak ketawan mama!" "Ekhhhm!" Sebuah suara mengagetkan Vanya dan Valdo. "Papa ngagetin aja!" Kesal Vanya yang hampir terjungkir saking terkejutnya. Alex melipat kedua tangannya di d**a dan melihat putra dan putrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki, "Mau ngapain?" Tanya Alex dengan wajah datarnya. Valdo menatap Vanya dengan wajah datarnya membuat Vanya menggaruk tengkuknya. "Papa sama Valdo wajahnya napa datar gitu si, kayak papan triplek aja." "Mau nyuri s*****a mama kalian?" Tanya Alex to the poin membuat Vanya gugup seketika. "Papa diam aja ya, tadi Vanya udah minta izin kok ke mama dalam hati," pinta vanya menarik ujung kemeja Alex, sepertinya Alex baru pulang dari kantor. "Benarkah?" Tanya Lea tiba-tiba datang membuat Vanya meringis, tamatlah riwayatnya. "Gue mau ke atas, lo urus sendiri," ucap Valdo dan berlalu begitu saja meninggalkan Vanya yang menatapnya tak percaya. "Valdo s****n! Lo juga ikut napa ninggalin gue sendiri!" Kesal Vanya. "Lo yang maksa gue," ucap Valdo santai dan terus berjalan. "Bilang apa tadi?" Tanya Lea menatap nyalang putrinya. "Valdo juga ikutan," jawab Vanya. "Bukan, pas kamu neriakin Valdo tadi, coba ualangi tadi bilang apa?" Vanya menggaruk tengkuknya, "Valdo." "Setelahnya?" Vanya memainkan tangannya tak berani menatap Lea. "Sialan." Tamat sudah riwayat gadis itu, ia melakukan dua kesalahan sekaligus sedangkan Valdo mendudukkan dirinya diruang tamu dan sibuk memainkan game yang ada diponselnya. Ia menarik sudut bibirnya melihat saudara kembarnya berjalan menuju pojok hukuman dimana ada sebuah meja dan biasanya jika ada yang melakukan kesalahan akan Lea beri hukuman berdiri diatas meja dengan mengangkat satu kaki dan memegang kedua telinga dengan tangan menyilang. "Ma kok gaadil, Valdo juga ikutan," protes Vanya tak terima. Valdo menaikkan alisnya dan kembali fokus kepada game nya. "Yaudah Valdo juga mama hukum," putus Lea membuat Valdo hendak protes. "Valdo mama hukum jagain kamu disekolah selama seminggu, dan laporin apa pun yang kamu lakuin," ucap Lea membuat senyum yang sempat terbit di wajah Vanya seketika menghilang dan giliran Valdo mengangkat kedua sudut bibirnya. "Siap ma," sahut Valdo membuat Vanya merenggut kesal. "Sama aja boong, kalau gitu mending Valdo gausa dihukum," kesal Vanya. "Udah keputusan mama, gaada yang bisa ngebantah," ucap Lea tak terbantah. Kegiatan Valdo memainkan game terhenti ketika seseorang menelepon nya, Valdo berdecak kesal melihat nama si penelepon. "Ada apa?" Tanya Valdo to the poin. "Ngumpul di cafe biasa," ucap Anje diseberang sana, Valdo melirik jam nya yang baru menunjukan pukul 19.00. "Ok," balas Valdo dan mematikan sambungan teleponnya. Valdo berjalan kepojok hukuman menghampiri Vanya, "mau ngapain lo!" Ketus Vanya. "Gue ada urusan sama teman, nanti lo jangan pergi sendiri, tungguin gue," ucap Valdo dan berlalu meninggalkan Vanya untuk mengambil jaket dan kunci motornya di kamar. "VALDO GAADA HATI! BUKANYA GANTIIN HUKUMAN GUE MALAH KELUYURAN!" kesal Vanya diabaikan Valdo. Sesampainya di kamarnya Valdo mengganti baju nya dengan kaus hitam dan di lampisi jaket bewarna hitam senada dengan celana jeans panjang. Setelah itu Valdo meraih kunci motornya yang ada di nakas dan berjalan turun kebawah untuk izin kepada papa dan mamanya. "Mau kemana val?" Tanya Alex. "Mau ngumpul sama temen," jawab Valdo diangguki Alex. "Hati-hati, pulang jangan kemaleman," ucap Alex. "Inget jangan pulang larut!" Peringat Lea. "Iya ma, pa, Valdo berangkat dulu," pamit Valdo dan berjalan keluar rumah setelah mendapatkan izin. Cowok itu melajukan motonya menuju Cafe  tempat ia  ngumpul bersama teman-temanya yang berada tak jauh dari rumahnya. Sesampainya di Cafe yang dimaksud, Valdo memarkirkan motornya dan berjalan memasuki Cafe yang bernama Verdira Cafe, ya cafe tersebut milik keluarga Andara. Setelah melewati pintu masuk Valdo langsung berjalan menuju tempat ia dan teman-temanya biasa nongkrong. "Ada apa?" Tanya Valdo setelah mendudukkan dirinya disebelah Andara. "Gue gabut dirumah," sahut Anje. "Terus lo mau ngapain disini?" Tanya Wanda. "Ya nongkrong kayak biasa lah lihatin ciwi-ciwi," jawab Anje membuat Valdo dan Zean mendengus kesal. Andara sedari tadi fokus dengan sesuatu membuat keempat temanya ikut tertarik untuk melihat apa yang dilihat andara. "Lo lihatin apa si?" Kepo Anje. "Itu yang duduk di pojok Arana bukan?" Ucap Andara masi fokus memerhatikan, sontak Valdo, Anje, Wanda dan Zean mengikuti arah pandang Andara, benar saja disana ada Arana yang duduk sendirian dengan mata bengkak? Membuat banyak pertanyaan terlintas dikepala kelima cowok itu. "Itu Arana kenapa ya?" Kepo Wanda. "Pertama kali gue lihat Arana nangis," ucap Andara. Valdo tetap diam dan mengalihkan pandanganya tak mau melihat lebih lama lagi, cowok itu memilih kembali memainkan Game online yang ada si ponselnya. Tak lama kemudian Arana bangkit dan berjalan keluar Cafe membuat empat cowok yang sedari tdi meliriknya menghela napas. "Lo kenapa si Van kayak gapeduli gitu sama Arana," tanya Wanda. "Ngapain gue peduli dia bukan siapa-siapa gue," jawab Valdo dengan nada datarnya. Wanda membuang napasnya kasar. "Tapi kayak ada sesuatu yang lo sembunyiin Val." Valdo diam tak menggubris, ia sibuk dengan game nya dan yang lainya memutuskan untuk memesan makanan dan Wanda yang kembali menggoda cewe-cewe yang melewati mereka. "Enengg cantiik," panggil Wanda kepada seorang gadis yang baru melewatinya. Cewek itu menoleh kearahnya dan menatap sinis. "Apasi lo, gakenal juga." Wanda mengangkat satu alisnya. "Emang lo ngerasa cantik?" Tanya Wanda skak membuat pipi cewe itu merah menahan malu dan kembali membalikan badanya dan berjalan meninggalkan kelima cowo itu. "Anjir wan, gila parah lo, anak gadis orang lo bikin malu. "Heboh Anje tertawa begitupun dengan yang lainnya. "Habisnya jadi cewe galak amat," balas Wanda. Wanda kembali mendapati targetnya. "No nya berapa?" Tanya wanda mencekal tangan seorang cewe yang baru saja melewatinya. Cewe itu menghempaskan tangan wanda. "Sksd lo!" Kesal gadis itu. "Maksudnya no sepatu lo berapa? Itu sepatu lo kekecilan biar gue beliin yang baru," ucap Wanda membuat gadis itu menatapnya kesal dan berjalan meninggalkanya. "Wanda g****k emang, kapan lo bisa dapat cewe kalau ngedekatin cewe aja gabisa," ucap Anje menepuk bahu Wanda. "Habisnya yang datang ke Cafe Andara cewek galak semua," kesal Wanda. Tak lama kemudian beberapa gadis menghampiri mereka membuat Wanda mengembangkan senyumnya dan menyisir rambutnya kebelakang. Namun naasnya gadis-gadis tersebut mengahampiri Valdo dan menyodorkan kertas beserta pulpen membuat fokus Valdo yang sedang bermain game teralihkan dan mengangkat satu alisnya heran. "Buat?" "Minta nomor lo," ucap salah satu gadis. "Gue gapunya hp," balas Valdo seadanya. "Tapi tadi lo main game—" "Punya temen gue." "Masa iya si ganteng-ganteng gapunya hp." heran salah satu gadis. Wanda mengembangkan senyumnya. "Dia emang gapunya hp, sini minta nomor gue aja," tawar Wanda. Gadis itu melirik Wanda sekilas. "Gajadi makasi," jawab mereka kompak dan berlalu meninggalkan Wanda. Tawa Andara pun pecah. "Miris banget nasib lo Wan." Wanda mengelus dadanya sabar. "Gue yakin suatu saat pasti ada yang mau sama gue."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN