Valdo berjalan menyusuri koridor yang sepi karena jam pelajaran sedang berlangsung, namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat Vanya, saudaranya menangis dipinggir lapangan bertepatan dengan itu seseorang menabrak punggung Valdo yang berhenti mendadak.
"Jalan itu yang bener!" Kesal seorang gadis yang barusan menabrak Valdo.
Valdo membalikkan tubuhnya dan mengangkat satu alisnya, "bukanya lo yang nabrak gue?"
Arana, ya gadis itu mengangkat kepalanya melihat wajah lawan bicaranya, ia sempat tersentak kaget ketika melihat Valdo orang yang ia tabrak, namun ia sangat pintar mengendalikan raut wajahnya.
"Lo duluan yang berhenti mendadak!" Ujar Arana dengan nada sedikit tinggi.
Valdo mengangkat sudut bibirnya, "Makanya jalan pakai mata."
Valdo pun kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Arana yang terlihat kesal, "DIMANA-MANA JALAN ITU PAKAI KAKI BUKAN MATA!" teriak gadis itu kesal.
Valdo terus melangkahkan kakinya untuk mengahampiri Vanya kembaranya mengabaikan teriakan kesal gadis dibelakangnya.
"Lo kenapa lagi?" Tanya Valdo.
Vanya mengangkat kepalanya, "Valdo! Plis jangan bilang ke mama!" Pinta gadis itu.
Valdo menghela napasnya, "mama gitu juga demi kebaikan lo Vanya, semua orang itu kawatir sama lo."
Vanya bangkit dan dengan segera memeluk Valdo, ia terisak dalam pelukan saudaranya, Valdo pun mengelus sayang rambut Vanya, ia tidak suka ketika Vanya bersedih dan ia tidak akan memaafkan orang yang menyakiti kembaranya.
Sedangkan dilain tempat Arana masi berdiri ditempat tadi melihat adegan yang terjadi dipinggir lapangan, ada suatu rasa yang tak bisa ia jelaskan, Arana mengenyahkan pikiranya dan kembali berjalan menuju kelasnya.
***
"Arana! Ayo buruan!" Teriak Nesya heboh.
"Mau kemana si?" Kesal Arana karena Nesya terlalu terburu-buru membuat Arana susah mengejarnya dengan rok super pendek yang ia pakai
"Nanya nya ntar aja, nanti mereka keburu pergi!"
Arana menghela napas kasar dan terus berjalan menyusul Nesya bersama gita yang jauh di depannya.
Ketika hampir mendekati kedua sahabatnya Arana mengernyitkan dahi nya ketika nesya dan Gita berjalan ke parkiran, lebih tepatnya berjalan menuju geng Respect yang sudah duduk manis di motornya masing-masing dan siap untuk menjalanlan motornya.
"Zean!" Teriak Nesya cepat menghentikan Zean.
Zean membuka helm yang ia kenakan ketika Nesya menghadang motornya "kenapa?"
"Nebeng boleh ga?" Pinta Nesya memasang puppy eyes nya.
"Emang lo gabisa pulang sendiri?"
"Hayolaah, sekali doang," bujuk Nesya.
Zean menghembuskan napas kasar dan melirik jok belakangnya, "buruan naik."
Gita hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nesya namun seperkian detik ia dikagetkan dengan bunyi klakson yang berasal dari Wanda, "woi ondel-ondel, mau pulanh bareng gue ga?" Teriak Wanda membuat gita menatapnya heran.
"Siapa yang lo panggil ondel-ondel?" Tanya Gita.
"Ya lo lah, kan cuma lo yang penampilanya menor," jawab Wanda membuat Gita mendengus kesal.
"Gausa, makasi," ketus Gita.
"Buset wan, sama cewe yang lembut dikit napa," sahut Anje.
"Lo kerjaanya ngegoda cewe tapi caranya salah bro," sahut Andara membuat Wanda menggaruk tengkuknya.
"Yaudah kalo gitu, neng Gita cantik yang bibirnya merah kayak habis dikasi cabe mau pulang bareng babang Wanda ga?" Tawar Wanda sekali lagi membuat Anje dan Andara menepuk jidatnya.
Gita mendelik kesal dan menaiki motor wanda, "karna gue gabawa kendaraan jadi gue kepaksa nebeng sama lo," ucapnya ketus membuat Wanda melebarkan senyumnya.
"Arana! Lo napa bengong disana, gakerasukan kan?" Teriak Nesya menyadarkan arana yang sedari tadi melamun.
Seketika gadis itu gelagapan dan menoleh ke kanan dan ke kiri melihat lingkungan sekolah yang sepi.
"Lo ngapain si na?" Gita ikut berteriak membuat Arana menghela napasnya.
"Gue pulang dulu," pamit Arana.
"Nebeng sama Valdo aja na," ucap Anje membuat Arana menggelengkan kepalanya.
"Gausa, gue bisa pulang sendiri," ujarnya.
"Selagi ada yang gratis napa milih yang ngeluarin duit si," ucap Andara.
"Iya na, sama Valdo aja," sahut Nesya.
Arana melirik Valdo yang masih dengan wajah datarnya, membuat Arana semakin enggan untuk pulang bersamanya.
"Gausah g-"
"Naik!" Ucap Valdo memotong perkataan Arana, membuat semuanya terkejut termasuk gadis di hadapanya.
"Gue pulang naik taksi aja."
"Naik," Valdo mengulangi ucapanya.
Arana menghela napas dan berjalan mendekati cowok yang masi memasang wajah datarnya, sungguh menyebalkan.
Arana menaiki motor Valdo dan duduk manis di jok belakangnya, setelah itu Valdo pun melajukan motornya meninggalkan teman-temanya yang hanya bisa bersabar memiliki teman sejenis Valdo.
"Si Valdo teh kesambet apa?" Tanya Anje.
Andara menggedikan bahunya, "mana saya tau, saya kan ikan."
Anje mendelik kesal, "g****k sia teh."
"Iya gue tau gue pinter, makasih," ucap Andara dengan pedenya.
Anje memilih melajukan motornya meninggalkan Andara, Wanda, dan Zean.
"Yaudah lah gue sama ondel-ondel juga mau pergi," Pamit Wanda dan setelahnya melaajukan motornya begitupun Zean yang menyusulnya tanpa sepatah kata, hanya nesya yang melambaikan tangannya kepada Andara.
"Ditinggal mulu gue," ujar Andara menatap parkiran yang sangat sepi, ia pun dengan segera melajukan motornya tidak mau berlama-lama disana.
Dilain tempat Valdo menghentikan motornya ditengah jalan, "turun!" Perintahnya kepada seorang gadis dibelakangnya.
"Lah? Kok disini," heran Arana.
"Lo bilang bisa pulang sendiri kan," ucap Valdo dengan nada datar jangan lupakan wajahnya yang tak kalah datarnya.
"Terus kenapa lo nyuruh gue naik kalau gamau nganterin," kesal Arana dan turun dari motor Valdo.
Valdo mengangkat sudut bibirnya dan mendekatkan tubuhnya dengan Arana, "jangan geer, gue cuma gamau jadi sorotan," ucapnya tepat ditelinga Arana.
Arana mengepalkan tangannya ingin meleyangkan sebuah pukulan kewajah cowok itu, namun Valdo terlebih dahulu meninggalkanya membuat Arana menatap punggung Valdo dengan sorot kebencian.
***
Arana menutup pintu kamarnya dan melempar asal tas sekolahnya dan menghempaskan tubuhnya keatas kasur, lelah, itu lah suatu rasa yang ia rasakan saat ini, lelah jiwa dan raga.
Gadis itu menatap langit-langit kamarnya yang bewarna putih dan memegang dadanya yang terasa sakit, "kenapa sesakit ini?" Gumamnya.
Suatu bayangan masa lalu kembali memasuki pikirannya, rasa bersalah, itulah yang dapat digambarkan dari raut wajah gadis itu.
Arana bangkit dan berjalan menuju lemari nya dan mengambil sebuah buku berukuran sedang dengan warna merah hati, Arana tersenyum menatap buku itu dan berjalan menuju meja belajarnya.
Arana membuka buku itu dan mulai menuliskan sesuatu diatasnya.
07 september 20**
Rasa sakit, sebuah penyesalan dan memori itu selalu menghantui ku.
Aku tak pernah ingin melakukanya, tapi aku tak pernah bisa mengendalikan raga ku...
Apa kau tau? Ini begitu menyakitkan, ketika ragamu bergerak tak sesuai dengan hati mu, aku ingin berhenti namun aku tak bisa
Maaf untuk kesekian kalinya.
Setetes air mata gadis itu terjun membasahi bukunya membuat gadis itu dengan segera menghapus sisa air matanya dan menutup buku merah itu, ia kembali menyimpan buku itu kedalam lemari.
Sungguh, dadanya terasa sesak saat ini, ia ingin mengatakan semua isi hatinya dan berteriak sekeras mungkin tapi ia tak bisa, ya, dia takkan pernah bisa melakukanya.