Play The Game

1949 Kata
"Arana!! Astaga! Lo ga kesambet kan?!" Heboh Nesya menyambut kedatangan Arana yang beberapa saat lalu hilang entah kemana. Arana memberikan senyuman termanisnya, "aman, ini masi gue kok." "Anjir na seriusan kan? Nyeremin na! Sebelum ilang lo murung amat, tau-tau pas balik malah senyam senyum gini," ujar Nesya. Gita mendengus dan menutup wajah nesya dengan tangannya dan mendorong agar gadis itu mundur membuat Nesya berteriak protes. "Lo dipanggil buk susi ke bk," ucap Gita kepada Arana. Seketika wajah ceria Arana kembali menjadi datar, "ngapain lagi?" Tanyanya kepada Gita. "Nilai lo semester ini rendah lagi," jawab Gita. Arana mendengus dan melangkahkan kakinya meninggalkan Gita dan Nesya begitu saja menuju ruang bk yang tak jauh dari kelasnya. Sesampainya di depan pintu bk Arana terlebih dahulu mengetuk beberapa kali dan melangkahkan kakinya memasuki ruangan dengan santainya, tempat yang sangat sering ia kunjungi. "Silahkan duduk," ucap bu Susi menyambut kedatangan Arana. Arana duduk tanpa mengucapkan sepatah kata, Arana sedikit menoleh melihat sosok gadis yang duduk disebelahnya, dia gadis yang amat dibenci Arana. "Kamu sudah tau kenapa ibu memanggil kamu kesini kan Arana?" Tanya bu Susi yang dibalas Arana dengan anggukan. "Arana, sudah berapa kali ibu bilang? Kamu tidak bisa naik kelas jika nilai kamu terus begini Arana," ujar bu Susi melihatkan grafik nilai Arana yang sama sekali tidak ada kenaikan. Arana mendengus pelan dan hanya menatap datar grafik nilainya, "terus?" "Kamu harus lebih rajin lagi, seharusnya kamu mencontoh Melisa, tak hanya cantik namun ia sangat rajin dan pintar, percuma jika kamu cantik tapi otak kosong sama saja dengan nol," ucap bu Susi yang sungguh menusuk sampai kehati. Arana tersenyum tipis, "semua orang punya keahlianya sendiri." "Terus apa keahlian kamu Arana? Tidur dikelas?" Tanya bu Susi membuat Melisa yang duduk disebelahnya tertawa kecil. Arana mengepalkan tangannya tanpa ada yang mengetahuinya, "jika ibu memanggil saya hanya untuk dibandingkan dengan Melisa saya pamit ke kelas," ucap Arana dan bangkit dari duduknya. "Seharusnya kamu jadikan itu motivasi Arana," ucap bu Susi. "Baiklah, terimakasih untuk motivasinya," ucap Arana dan sedikit membungkukkan tubuhnya dan berlalu begitu saja meninggalkan ruang bk. Namun baru beberapa langkah seseorang memanggil namanya, "Arana!" Teriak Melisa dibelakang sana membuat Arana menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya. "Kenapa? Lo mau pamer?" Ketus Arana. Melisa berjalan mendekat dan menggelengkan kepalanya, "aku tau kamu marah, tapi yang dikatakan bu Susi itu benar, seharusnya kamu menjadikanya motivasi." Arana tersenyum sinis, "kenapa? Lo seneng kan dipuji terus sama bu Susi juga guru yang lainya?" "Bukan begitu," Melisa hendak meraih tangan Arana, namun Arana dengan segera menghempaskan tanganya. "Jangan sentuh gue! Semua yang ada pada lo itu munafik!" Ucap Arana mendorong bahu Melisa pelan namun membuat gadis itu kehilangan keseimbangannya dan jatuh terduduk dilantai. Entah datang dari mana Valdo tiba-tiba membantu Melisa untuk berdiri dan melirik Arana dengan tajam, setelah itu Valdo kembali melangkahkan kakinya tanpa sepatah kata pun. "Aku tau kamu iri, tapi kamu ga seharusnya gitu Arana," ucap Melisa sedikit mengeraskan volume suaranya. Arana mendekatkan tubuhnya dengan Melisa dan berbisik tepat ditelinga gadis itu, "kenapa? Mau caper ke Valdo." Ucapan Arana barusan membuat Melisa tersentak kaget dan membuat Arana kembali menarik sudut bibirnya. "Jangan lo pikir gue gatau, dan lo yang mancing gue buat ngerusak kebahagian lo," ucap Arana sedikit memiringkan kepalanya dan tersenyum sinis, sungguh menyeramkan dengan sorot mata tajam membuat Melisa seketika gelagapan. "A-aku ga ngerti apa yang kamu maksud," ucap Melisa. Arana menepuk pelan bahu Melisa, "lo yang duluan ngibarin bendera perang." Setelahnya Arana berlalu meninggalkan Melisa dengan wajah cemasnya, Arana mengepalkan tangannya dengan sebuah tekat untuk menghancurkan kebahagian gadis itu, ya kalian bebas jika ingin menilai arana sebagai pemeran antagonisnya. "Apa aja yang dibilang bu susi ke lo?" Tanya Gita ketika melihat kehadiran Arana. Arana mendudukkan bokongnya di kursi kesayangannya, "kayak biasa." "Kenapa si tuh guru suka banget ngebandingin orang, emang dia pikir dibandingin itu enak apa," kesal Nesya. "Udahlah lupain aja," ucap Arana. Gita menyipitkan matanya dan mendekatkan wajahnya melihat wajah Arana lebih dekat. Arana berdecak kesal dan menepis wajah Gita agar menjauh, "ngapain sih lo!" Kesal Arana. "Wajah lo berseri-seri, lo lagi ngerencanain sesuatu?" Tanya Gita. "I just continued the game the girl started," ucap Arana. Gita dan Nesya mengernyitkan dahinya, "maksud lo?" "Tunggu saja permainanya," ucap Arana semakin membuat Gita dan Nesya kebingungan. Tak lama kemudian guru memasuki kelas dan Arana dengan semangat menyambut kedatangan guru tersebut. "Arana kenapa?" Bisik Nesya kepada Gita. Gita menggedikkan bahunya, "gatau." Sedangkan dilain tempat Valdo yang baru saja kembali dari toilet disambut heboh oleh Wanda. "Sumpah val! Ternyata tadi Pak Septi ganyuruh Arana buat ngasih minuman ke kita," heboh Wanda membuat Valdo mengangkat satu alisnya. "Iya Val, gue tadi sama Wanda ketemu pak Septi terus ngucapin makasih buat minuman tadi eh pak Septi malah heran," sambung Anje. "Jangan-jangan Arana beneran suka sama lo," ucap Andara ikut buka suara. "emang ngasi minuman doang udah nandain seseorang suka? Palingan juga kasihan." Zean yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara, "Tapi kan gamungkin Arana ngasih minuman tanpa alasan," ucap Anje tak terima dengan ucapan Zean barusan. "Jangan berharap terlalu jauh kepada sesuatu yang tidak pasti," ucap Zean membuat semuanya bungkam, bukan karena ucapan Zean, tapi karena Zean yang kali ini berbicara terlalu banyak, biasanya ia hanya akan diam dan menyimak. Sedangkan Valdo yang sedari tadi diam sedikit mengangkat sudut bibirnya. *** Sehabis berlatih basket dengan teman-temanya Valdo duduk dipinggir lapangan mengatur napasnya dan membersihkan keringat yang membasahi wajahnya. Tiba-tiba sebotol air mineral disodorkan seseorang membuat Valdo mendonggakan kepalanya melihat si pemberi air mineral tersebut, Valdo mengernyitkan dahinya melihat Arana untungnya teman-temannya sedang ganti baju, jika tidak mereka akan membuat kegaduhan. "Dua kali?" Tanya Valdo mengangkat satu alisnya. "Ambil aja." Arana tersenyum tipis dan menarik tangan Valdo untuk mengambil air yang ia sodorkan membuat sang pemilik tangan tersentak kaget. Namun beberapa saat kemudian raut Arana kembali menjadi datar membuat banyak pertanyaan di otak Valdo, namun Valdo dengan segera mengenyahkan pikiranya karena tidak penting untuk terlalu ia pusingkan. Arana berlalu meninggalkan Valdo yang terus melihat punggungnya yang semakin jauh melangkah, tak lama kemudian Anje, Wanda, Andara dan Zean datang. "Nyolong air dari mana lo val?" Tanya Wanda melihat sebotol air mineral yang ada ditangan Valdo. "Lah iya, ini kita baru bawa minuman," ucap Anje melihatkan kantong hitam yang ada ditangannya yang berisi beberapa botol air mineral. Valdo mengedikkan bahunya dan meletakkan botol yang ada ditangannya, Valdo merebut paksa kantong yang ada ditangan Anje dan mengambil sebotol air dan meneguknya. "Lo kenapa gaminum yang itu?" Tanya Zean. "Rasanya beda," jawab Valdo. "Baru tau gue air mineral ada varian rasa," ucap Anje membuat Andara memukul kepalanya. "g****k, air mineral mana ada rasanya." Anje menatap Andara kesal, "Ada, Le mineral kayak ada manis manisnya gitu," ucap Anje menirukan iklan yang ada di tv. Setelah menghabiskan sebotol air Valdo bangkit dari duduknya, "gue ganti baju dulu." Setelah itu Valdo berjalan meninggalkan teman-temanya. Setelah kepergian Valdo Anje dengan segera mengambil sebotol air yang diletakkan Valdo tadi dan meneguknya. Anje mengernyitkan dahinya dan kembali meneguk air tersebut setelah itu ia kembali mengernyitkan dahinya, Anje melakukanya terus menerus membuat Andara yang melihatnya kesal sendiri. "Lo ngapain?" Tanya Andara. "Kata Valdo rasa nya beda, tapi kok gue ga ngerasin apa-apa ya," ucap Anje membuat Andara dan Wanda menepuk jidatnya termasuk Zean yang menatapnya horor. "Udahlah tinggalin aja, bukan teman kita," ucap Andara mengajak Wanda dan Zean untuk meninggalkan Anje yang benar-benar g****k kelewat batas. "Buset, salah gue dimana? Kan Valdo yang bilang rasanya beda." Sedangkan dilain tempat Arana berjalan menyusuri koridor dengan senyum iblisnya membuat setiap orang yang dilaluinya merinding. Akhirnya Arana menemukan gadis yang ia cari, "gimana rasanya?" Tanya Arana dengan senyum sinis membuat gadis yang tidak menyadari kehadiran Arana tersentak kaget. Melisa dengan segera membalikkan tubuhnya menghadap Arana dan menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya, "m-maksud kamu a-apa?" Arana tertawa kecil masih dengan senyum sinisnya, "masi munafik ternyata." Arana berjalan mendekat dan menepuk bahu Melisa, "gue pantengin sampai mana lo sanggup bertahan dengan segala kemunafikan lo." Setelah mengucapkan itu Arana melangkahkan kakinya meninggalkan Melisa yang mengepalkan tangannya. Arana berjalan menghampiri kedua temanya yang sibuk dengan dunia nya masing-masing, Gita yang sibuk berkaca menebalkan lipstik di bibirnya dengan Nesya yang berselfi ria dengan membuat wajahnya seimut mungkin. "Na, sini foto bareng gue," ajak Nesya. Arana dengan cepat menggelengkan kepalanya, "yaelah nes, lo kayak ga tau Arana aja, mana mau dia foto-foto," ucap Gita setelah selesai membuat warna bibirnya semakin mencolok, Wanda tidak salah memberikan gelar ondel-ondel kepada Gita. "Ayo lah na sekali aja," bujuk Nesya dengan Puppy eyes andalanya. Arana menghela napas dan menganggukkan kepalanya membuat Nesya meloncat kegirangan, Arana berjalan mendekati Nesya disusul Gita. "Gue juga ikut dong," ucap Gita yang hanya diangguki Nesya. Nesya pun mengarahkan ponselnya yang ia pegang dengan tangan kananya kearah mereka bertiga, ia memasang wajah imutnya dengan Gita dengan gaya centilnya dan jangan lupakan Arana yang selalu dengan wajah datarnya, Baru saja hendak mengambil sebuah gambar namun tiba-tiba seseorang menyenggol tangan Nesya membuat ponsel yang ada ditangan gadis itu jatuh kelantai. Nesya menoleh kearah orang yang menyenggolnya, gadis yang terkenal akan kepintarannya, siapa lagi kalau bukan Melisa sang berlian yang dibanggakan guru-guru. "Em, maaf aku ga sengaja," ucap Melisa. Arana menyorot tajam dan melihat Melisa dari ujung kaki hingga ujung kepala, "Lo punya mata buat liat jalan kan?" Sinis Arana. "Tadi aku buru-buru soalnya disuruh buk Lidia manggil ketua kelas kalian," ucap Melisa berusaha menjelaskan. Gita berdecak kesal, "cih, alasan!" Ya tak hanya Arana, namun Gita dan Nesya juga membenci gadis yang bernama Melisa, gadis yang selalu dibanggakan semua guru hingga membuat mereka muak dengan nama gadis itu. Nesya memungut ponselnya yang tergeletak di lantai dengan layar retak, "ganti ponsel gue," ucap Nesya. "Retak dikit doang kok," ucap Melisa "Lo tau ga? Ini tuh barang berharga bagi gue," ucap Nesya. "Tapi kan itu gasengaja, salah kalian juga yang foto-foto ditengah jalan," elak Melisa. Gita yang geram menjambak rambut Melisa membuat mereka menjadi sorotan, "ya lo punya mata kan buat liat jalan, udah salah malah balik nyalahin, otak pinter lo ilang kemana?" Kesal Gita. Melisa berusaha melepaskan jambakan Gita pada rambutnya dan bertepatan dengan itu seorang guru datang. "Gita! Ada apa ini!" Teriak bu Anom. Gita dengan segera melepas jambakanya dan berdecak kesal, "dia yang duluan nyari masalah bu." "Tapi kan aku gasengaja," ucap Melisa. "Gita, kamu itu sudah sering kali membuat onar dengan teman-teman mu ini, apakah kalian belum puas mencari keributan?" Tanya bu Anom. "Tapi dia bikin hp saya retak dan gamau ganti rugi!" Kesal Nesya. "Sudah! Kalian bertiga bersihkan toilet!" Gita dan Nesya merenggut kesal dan berjalan keluar kesal disusul Arana dan sebelumnya menatap Melisa dengan sorot tajam. "Terimakasih bu," ucap Melisa manis kepada bu Anom. "Yasudah, kalau begitu kamu balik ke kelas," ucap bu Anom yang segera diangguki Melisa. "Iih! Sumpah gue kesel banget sama tuh cewek!" Kesal Nesya yang berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya kelantai. "Semua guru belain dia!" Gita ikut kesal. Sedangkan Arana hanya diam dan terus berjalan menuju toilet, sesampainya ditoilet mereka melaksanakan hukuman yang diberikan bu Anom. Tiba-tiba seseorang datang, ya dia Melisa dalang dari hukuman yang diterima ketiga gadis itu, Melisa menutup pintu toilet dan tersenyum sinis. "Gimana? Masi mau main-main sama gue?" Tanya Melisa menatap Arana. Arana balas tersenyum sinis, "akhirnya sifat asli lo kebuka." "Terus lo mau apa? Mau nyebarin kesemua orang? Gaakan ada yang mau percaya sama lo Arana! Karena lo itu cuma sampah, semua orang itu cuma takut sama lo, gaada yang benar-benar ngehargain lo, bahkan guru aja gapernah percaya sama lo," ucap Melisa. Arana mengepalkan tanganya dan berjalan mendekat hendak menampar gadis itu, namun tiba-tiba pintu toilet terbuka dan terlihatkan bu Anom yang berdiri diluar sana. "Apakah kalian mengerjakan hukuman yang ibu beri?" Tanya bu Anom. Melisa tersenyum sinis dan berjalan memasuki salah satu bilik toilet, Arana mengepalkan tanganya begitupun dengan Gita dan Nesya yang kaget dengan sosok Melisa yang baru mereka temui.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN