Hamil?

1290 Kata
Thea menjejakkan kakinya perlahan menuruni anak tangga. Ia tertegun saat melihat sang bunda tengah bersenandung ria di dapur kesayangannya. Sesekali ia melihat sang bunda itu berjoget, membuat senyumnya terkembang begitu saja. Namun, seketika senyum Thea memudar saat ia mengingat bagaimana kelakuan sang ayah yang sudah mengkhianati bundanya. Thea dengan malas menggeser kursi makan, membuat sang Bunda menolehkan kepalanya. “Putri Bunda terlihat tidak bersemangat, ada apa?” “Hanya sedikit pusing, Bund,” sahut Thea sembari tangannya aktif mencomot paha ayam goreng yang sudah terhidang di atas meja. Tak lama, Hanny mendorong kursi yang ada tepat di depan Thea. Wanita yang terlihat masih muda itu mendekatkan wajahnya ke arah putrinya. Dibingkainya wajah Thea dengan sayang, “Sedang ada masalah, hmm?” Thea menegang, ia mengedipkan matanya beberapa kali lalu pada akhirnya memilih untuk menggelengkan kepalanya. Ia tak mau kesedihannya menular pada wanita yang sangat dicintainya itu. “Baiklah jika belum ingin cerita sama Bunda. It’s Okay. Bunda akan tunggu jika kamu sudah siap.” Hanny mengusap lembut surai Thea sambil tersenyum lalu ia memutuskan untuk memulai makan malamnya. Meskipun dalam hatinya, ia sangat yakin bahwa putri kesayangannya itu sedang menyimpan masalah. Dalam beberapa menit lamanya, Thea maupun Hanny tidak membuka mulut sama sekali untuk berbicara. Keadaan itu membuat Hanny menjadi tidak nyaman. “Oh, iya. Tadi siang Thea jadi pergi ke perusahaan Ayah?” Uhuk! Uhuk! Uhuk! Seketika Thea tersedak hebat hingga membuat hidungnya memerah. “Oh, astaga. Maafkan Bunda yang sudah mengejutkanmu.” Cepat-cepat Hanny memberikan segelas air pada putrinya itu yang kemudian dihabiskan oleh sang putri dalam sekejap. “Sudah baikan?” “He em." Thea mengangguk perlahan. “Ah, jika ayahmu datang pasti ia akan langsung memarahi Bunda karena sudah membuat putri kesayangannya tersedak hebat,” canda Hanny. Suaminya memang begitu menyayangi putri semata wayangnya itu dan begitu protektif. Sayangnya, Hanny tak menyadari bagaimana perubahan ekspresi wajah putrinya yang terlihat masam. “Bund, apa yang paling Bunda benci di dunia ini?” tanya Thea. Ia memandang lekat wajah sang bunda yang terlihat awet muda. “Hem?” Hanny mengernyitkan dahinya, merasa heran dengan pertanyaan putrinya itu. “Tidak ada,” jawab Hanny mengedikkan bahunya. “Kalau laki-laki yang nggak setia … Apakah Bunda nggak membencinya?” Thea memasang raut wajah serius. “Siapa yang nggak setia sih?” tanya Hanny dengan nada menggoda sambil menaik turunkan alisnya. “Misalnya aja, Bund," jawab Thea mengabaikan godaan Hanny. “Bunda lihat-lihat dulu sampai mana perilaku nggak setianya itu," jawab Hanny sambil memegang sendok yang diarahkan ke wajah Thea. “Kalau sampai tahap … ti-tidur bersama dengan wanita lain?” Thea sedikit ragu. “Hah?!” Tin! Tin! Tin! “Nah itu ayahmu sudah datang. Bunda ke depan dulu ya, mau nyambut ayah. Thea mau ikut?” Hanny sudah bangkit dari posisi duduknya. “NO!” Dengan suara lantang Thea menolak keras ajakan Hanny. Hanny kembali terkejut dengan reaksi Thea. Wanita yang berusia 40 tahunan itu memundurkan kursinya dan mendekati putrinya. “Thea, jika Genta memang sudah tidur dengan wanita lain, kamu tanyakan dulu alasannya kenapa? Bisa saja itu karena bentuk ketidaksengajaan. Tapi jika memang Genta sudah mengkhianatimu maka saran Bunda … jangan mempertahankan pria sampah seperti itu. Akhiri lah hubungan kalian. Hal itu lebih baik sebelum kalian terikat dalam janji suci pernikahan. Setahu Bunda hanya satu, dua pria saja yang tidak akan mengulangi sebuah perselingkuhan karena kebanyakan dari mereka sekali berselingkuh, mereka cenderung akan mengulanginya kembali,” terang Hanny sambil menepuk pelan pundak Thea. “Bunda ke depan dulu ya ….” Thea memperhatikan punggung sang bunda yang akhirnya menghilang di balik dinding ruang makan. “Bund, masalahnya tidak hanya Genta yang berselingkuh tapi juga … ayah,” ucap Thea lirih yang tak mungkin bisa di dengar oleh bundanya. *** “Astaghfirullah Yah! Ayah kenapa kok bisa babak belur begini?” terdengar suara Hanny yang berhasil tertangkap indera pendengar Thea meskipun raga kedua orangtuanya itu belum terlihat. Thea mengeratkan jemarinya pada sendok yang tengah ia genggam. Ada keraguan yang tengah bersarang dalam hati Thea, antara masuk ke kamar sebelum melihat ayahnya atau ia memilih bertahan di ruang makan dan bertindak seolah-olah tidak melihat kejadian buruk yang ia saksikan di perusahaan ayahnya tadi. Bodohnya, Thea memilih opsi yang kedua. “Duduk dulu, Yah. Bunda ambilkan air hangat, handuk dan obat-obatan.” Terdengar kursi di depan Thea bergeser namun tak membuat gadis berwajah oval itu bergeming. Semenjak kedatangan ayahnya, Thea memilih untuk terus makan sembari menunduk. Ia belum sudi melihat wajah ayahnya yang kini terasa menjijikan baginya. “Thea ….” Reno memberanikan diri memanggil putrinya. Ia mengabaikan prasangka anaknya yang mungkin telah melihat kelakuan bejatnya tadi di ruang kerjanya. Thea menghentikan pergerakan makannya. Bayangan menjijikan itu kembali merasuki pikirannya, membuat perutnya bergejolak. Thea mengigit bibirnya, berusaha menahan rasa ingin muntah. “Thea ….” Kembali Reno menyapa putrinya, kali ini ia berusaha menyentuh tangan putrinya itu. SRET!! Dengan kencang Thea mendorong kursinya dan berlari sambil membekap mulutnya. Huekz! Huekz! Huekz! Thea kembali mengeluarkan isi perutnya di wastafel dapur karena kamar mandi terlalu jauh ia capai jika harus ke sana. “Ada apa, Yah?” Hanny yang baru saja sampai di ruang makan merasa bingung ketika melihat putrinya itu muntah-muntah. “Ayah juga nggak tahu, Bund,” jawab Reno yang masih terkejut melihat kelakuan putrinya. “Mungkin saja Thea masuk angin, soalnya tadi bilang sedikit pusing. Sini Bunda obati dulu luka-luka Ayah.” Dengan gerakan lembut, Hanny merangkum wajah Reno dengan kedua telapak tangannya. “Pelan-pelan ya, Bund?” pinta Reno sambil meringis karena nyeri yang masih menjalar. “Iya, Ayah.” Hanny tersenyum lalu dengan hati-hati membersihkan wajah sang suami yang penuh luka darah. Reno memandangi wajah istrinya dengan seksama. Rasanya ia ingin menangis jika istri yang dicintainya itu mengetahui bahwa dirinya sudah tidur dengan wanita lain. Thea yang sudah menyudahi aksi muntahnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. “Bund, Thea ke kamar dulu.” Thea bergegas menjejakkan kakinya menaiki anak tangga tanpa menoleh sedikitpun ke orangtuanya, lebih tepatnya ia tak ingin menatap wajah ayahnya meskipun dirinya tahu bahwa sang ayah kini tengah babak belur entah karena apa. “Thea?” panggil Hanny yang berhasil menghentikan langkah Thea sebelum kaki jenjang gadis itu melangkah masuk ke dalam kamar. “Nanti Bunda buatkan teh hangat ya?” Hanny sedikit berteriak. Thea hanya memberikan simbol tangan berbentuk ‘Ok’, tanpa membalikkan badannya. Setelah itu, ia pun segera memasuki kamarnya dan menguncinya kembali. “Bund, Thea kenapa? Biasanya kalau Ayah datang, anak itu langsung memeluk Ayah.” Hanny menggeleng lemah. “Thea nggak ikut pergaulan bebas kan, Bund? Nggak Ha-mil, kan?” tanya Reno yang tiba-tiba merasa curiga dengan perilaku putrinya barusan. “Hust, Ayah ngawur nih!" Hanny menepuk pundak Reno pelan, lalu berkata, "Thea memang sedikit aneh semenjak ia kembali ke rumah tadi sore. Tapi sepertinya, ia baru saja memergoki kekasihnya itu berselingkuh.” DEG! Jantung Reno seketika berdetak kencang. “Ber-berselingkuh?” “Hem. Terus tadi Bunda kasih saran aja kalau udah tahap tidur dengan wanita lain, ya udah tinggalin aja, gitu!” sahut Hanny santai tanpa memperhatikan wajah gugup suaminya. DEG! “Ting-tinggalin?” ulang Reno tergagap. Ucapan istrinya bagaikan bom nuklir yang dijatuhkan tepat di dadanya-membuat dunia pria itu seolah-olah runtuh. Reno justru merasa ucapan istrinya ditujukan kepadanya. “Iyalah. Mumpung mereka belum nikah. Lagian, Yah. Pria yang udah tidur sama wanita lain padahal dia punya kekasih berarti pria itu pria sampah. Nggak pantas buat dipertahanin! Alhamdulillah, udah selesai. Bunda beresin ini dulu. Nanti Bunda bantu Ayah masuk ke kamar buat bersihin badan Ayah.” Sambil tersenyum, Hanny membereskan obat-obatan dan membawanya kembali ke kotak obat. Hanny mencium dahi suaminya sekilas dan mengernyit. Ada bau parfum seorang wanita yang samar-samar ia cium di sana. Dan bau itu tentu bukan miliknya atau pun putrinya. "Bau siapa ini?" batin Hanny. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN