Putus

1258 Kata
Tring! Tring! Tring! Beberapa detik semenjak Thea memasuki kamarnya, ponsel berwarna biru lautnya tetap saja berdering, namun tak jua menggerakkan tangan gadis berlesung pipit itu untuk mengangkatnya. Bahkan hanya sekedar membaca namanya pun ia malas.Luka di hatinya bukanlah luka biasa. Sungguh, sejak ia memergoki laki-laki yang namanya masih saja menghiasi layar awal ponselnya itu telah berselingkuh, membuat Thea enggan untuk berbicara padanya. Thea malas untuk bersinggungan lagi dengan laki-laki ‘sampah itu’. Tepat setelah bunyi ponselnya berhenti, Thea meraihnya, membuka kolom chat w******p dan mengetik sebuah tulisan yang berbunyi, ‘Kita PUTUS’ lalu tanpa ragu ia memblokir nomor ponsel yang bernamakan ‘My Love’. Tidak hanya itu, Thea pun menggeledah semua barang-barang pemberian mantan kekasihnya itu. Mengumpulkannya jadi satu dalam sebuah kardus. Ia kemudian berjalan keluar dari kamarnya menuju halaman belakang. Meletakkan kardus yang berisi barang-barang pemberian mantan dan membakarnya satu per satu hingga habis tak bersisa. Baginya, mantan yang sudah berselingkuh adalah sampah tak perlu dikenang lagi. Thea bukanlah gadis 'menye-menye' yang bertahan dalam kesedihan dan masih mengharapkan cinta dari kekasih yang sudah berkhianat kepadanya. Ia tak sudi lagi untuk menyimpan kenangan mantannya dalam hatinya. Ia bertekad mengikisnya hingga habis meskipun semua itu tetap membutuhkan proses yang tak tahu kapan ia bisa melupakan. Bahkan, ia tak yakin bisa mengikhlaskan hatinya untuk memberi maaf. Bagi Thea semua sudah berakhir. Besok, setelah menyerahkan hasil revisi skripsinya ke kampus, ia akan pergi ke toko selular- membeli kartu yang baru, karena ia tak ingin sang mantannya itu menghubunginya kembali dengan nomor selular yang lain. Tak menutup kemungkinan Genta akan melakukan hal itu. “Ayah kok ngeliatin Bunda segitunya?” Langkah Thea terhenti saat mendengar suara sang bunda dalam kamar pribadi beliau. Ia baru hendak kembali ke kamarnya namun urung kala suara lembut sang bunda terdengar. “Bunda makin cantik. Ayah makin cinta.” Jawaban sang ayah yang berhasil dicuri dengar Thea di balik pintu kamar orangtuanya itu, membuat dirinya seketika memutar bola matanya. “Ck, masih aja gombalin Bunda! Jujur deh, ayah lagi nyimpen suatu rahasia kan dari Bunda?” Gotcha! Thea tersenyum miring, merasa sang bunda cukup peka akan sikap yang ditunjukkan oleh ayahnya itu. Apakah ayahnya akan mengakui perbuatannya? Thea menerka sendiri. Rasa penasaran akan jawaban yang dikeluarkan sang ayah kini begitu besar tersimpan dalam benaknya. “Hem, ayah lagi ada masalah sama sahabat lama ayah.” “Masalah? Apakah dengan … Kelvin?” “Ya, sebuah kesalahpahaman.” “Jadi … wajah ayah bisa seperti ini apakah karena ….” “Yah, begitulah ….” “Kalau boleh Bunda tau, kesalahpahaman tentang apa?” “Pekerjaan.” Tangan Thea terkepal kuat mendengar ucapan kebohongan ayahnya. Ternyata laki-laki itu pengecut hanya untuk sekedar meminta maaf. Itu adalah kebohongan pertama sang ayah baginya. Kebohongan terbesar yang membuat dirinya kini merasakan kebencian terhadap sosok laki-laki yang begitu ia sayangi itu. Kini ia curiga, tanpa sepengetahuannya, mungkin pria itu sudah menyimpan banyak kebohongan dari anak dan istrinya. Ia kemudian memutuskan untuk masuk lagi ke dalam kamarnya. *** “Sayang ….” Thea mundur satu langkah tatkala mendapati Genta sudah berdiri di hadapannya. Ia baru saja menyerahkan hasil revisi skripsi ke dosennya dan tengah merasakan mual yang luar biasa semenjak ia menginjakkan kakinya ke kampus ini. Dan hal yang harus disesalinya sekarang adalah bertemu dengan Genta. “Bisa kita bicara sebentar?” Nada suara Genta terdengar menyimpan banyak harapan. Sorot matanya terlihat sayu. Genta berinisiatif meraih tangan Thea, namun ia mendapati kekecewaan karena Thea langsung menyembunyikan kedua tangan di belakang punggungnya. “Maaf, Dokter, saya pikir semuanya sudah jelas!” Thea tak ingin berlama-lama berhadapan dnegan Genta. Pada akhirnya ia melangkah maju, melewati tubuh sang mantan tanpa menoleh sedikitpun. “Dokter?” ulang Genta, seakan tak percaya dengan sapaan yang dikeluarkan Thea kepadanya. Tiba-tiba kekasihnya itu menjadikan dirinya sebagai orang asing padahal kemarin-kemarin hubungan mereka masih baik-baik saja. Dengan cepat, Genta mencekal lengan Thea. “Katakan apa kesalahanku?” Tubuh Thea menegang, bayangan pengkhianatan sang mantan kembali mampir dalam pikirannya, membuat perutnya semakin bergejolak hebat. Ia benar-benar ingin muntah. Thea menarik lengan yang dicekal mantannya dengan kasar kemudian bergegas mencari toilet untuk memuntahkan isi dalam perutnya. Thea memasuki sebuah toilet yang kebetulan kosong dan membiarkan pintunya terbuka begitu saja karena sudah tak bisa lagi menahan lebih lama rasa ingin muntahnya. Huekz! Huekz! Huekz! Thea muntah tepat di lubang kakus. Makanan yang susah payah ia telan saat sarapan tadi, kini keluar kembali. Hidungnya pun sampai berair. “Thea, kamu kenapa?” Thea bisa mendengar dengan jelas kekhawatiran Genta bahkan mantan kekasihnya itu memijat tengkuknya dari belakang. “Lepas!” Thea menepis kasar tangan Genta dan kembali muntah. Sebagaimana watak Genta yang keras kepala, ia kembali menyentuh tengkuk Thea namun tangannya kembali ditepis oleh gadis yang dicintainya itu. “Jangan sentuh saya! Anda mundurlah, sedikit menjauh jika ingin kita berbicara,” seru Thea pada Genta yang ia yakini masih berdiri di belakangnya, terbukti dari bau parfum sang kekasih yang menyengat. “Oke.” Genta akhirnya menyerah dan menuruti keinginan Thea. Karena bagaimanapun ia perlu berbicara dengan perempuan yang masih ia anggap sebagai kekasihnya itu. Thea membalikkan badannya dan melihat Genta masih berada dalam satu toilet dengannya. “Mundur lagi, Dokter!” perintah Thea. “Thea___” “KUBILANG MUNDUR LAGI!” potong Thea sembari berteriak. Beruntung suasana toilet sepi, membuat pembicaraan di antara mereka lebih leluasa. Thea menyeka keringat yang membasahi dahinya dan menyibakkan rambut panjangnya yang terurai ke belakang tanpa memandang Genta sedikitpun. “Aku ada salah apa? Kamu lagi prank aku kan?” tanya Genta yang kecewa dengan respon kekasihnya itu. “Ck!” Thea melipat tangannya di depan d**a dan kini menatap Genta tajam dengan raut wajah yang datar yang hanya berdiri dengan jarak lima langkah darinya. “Kita p.u.t.u.s!” tekan Thea pada laki-laki yang hari ini mengenakan kemeja berwarna merah hati. Gentak membeliak. “Kenapa tiba-tiba? Bukankah kemarin kita masih baik-baik saja? Aku menunggumu kemarin di apartemenku. Tapi, hingga malam, kamu tidak juga datang. Aku hubungi berkali-kali, kamu tidak mengangkatnya padahal nomermu aktif. Thea, bukankah kita sudah merencanakan akan menikah sebentar lagi? Hari ini aku berencana akan mengajakmu membeli cincin pernikahan kita.” Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Genta, membuat Thea berdecak kembali. Seandainya kalimat itu muncul di saat ia tidak memergoki aksi b***t mantan kekasihnya itu, Thea merasa menjadi perempuan yang sangat bahagia saat ini. Baru saja Thea akan mengeluarkan suara, perutnya bergejolak kembali. Ia kembali muntah hingga membuat perutnya terasa perih. Genta terpaku melihat gadis yang masih menempati hatinya itu kembali muntah. Bisikan setan kini membuat dirinya menjadi curiga. “Apakah kamu tengah hamil Thea? Kamu sudah tidur dengan seorang pria? Benar itu? Itu yang membuatmu mengeluarkan kata putus? Jawab Thea?!” Kini suara Genta terdengar menggelegar. Seolah menempatkan Thea sebagai tersangka, memberikan tuduhan menyakitkan pada gadis yang masih berdiri membelakanginya. Emosi Thea semakin meluap mendengar tuduhan dari Genta. Tanpa ragu Thea mengambil gayung yang sudah terisi air di dekatnya, maju beberapa langkah dan menyiramkannya pada tubuh Genta. Tidak hanya itu, ia juga melemparkan gayung yang telah kosong ke wajah Genta dengan kuat. Alhasil ia mendengar Genta mengerang setelahnya. Thea memilih untuk meninggalkan Genta begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Melihat gadis yang kini berstatus mantan itu telah pergi, membuat Genta semakin percaya bahwa gadis itu memang telah hamil bersama pria lain. Genta mengerang, memukul-mukul tangannya yang mengepal ke dinding beberapa kali. Hatinya hancur. Cintanya telah dirusak padahal selama ini ia sudah menempatkan dirinya sebaik mungkin sebagai laki-laki yang pantas untuk dicintai. Genta merogoh ponsel dalam sakunya. Menekan tombol panggil pada kontak nama bertuliskan ‘Milka’. “Mil, ke apartemen gue sekarang. Gue butuh elo!” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN