CHAPTER 6

2075 Kata
"Bagaimana Charlos? Apa kau menemukan Edmund?" Dustin dan teman-temannya menghampiri Charlos begitu pria itu tiba di perkemahan. Mendengar pertanyaan Dustin cukup membuat charlos mengerti bahwa Dustin juga tidak menemukan Edmund seperti halnya dirinya. Charlos menjawab pertanyaan Dustin dengan sebuah gelengan kepala. Terlihat dengan jelas kekecewaan di wajah Dustin dan teman-temannya. "Dimana Edmund? Mungkinkah dia pulang duluan ke rumahnya?" Thomas menyatakan pendapatnya, namun terlihat kekesalan di wajah Charlos begitu mendengar ucapan Thomas. "Edmund bukan orang seperti itu. Dia tidak mungkin meninggalkan kita dan pulang sendirian. Kita sudah lama mengenal dan bersahabat dengannya, bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu tentang Edmund?" "Aku kan hanya bertanya, kenapa kau harus marah, Charlos?" Thomas membalas, tak terima dirinya disalahkan hanya karena pendapatnya tadi. "Karena pertanyaanmu itu sungguh tidak masuk akal seakan-akan kau baru saja mengenal Edmund. Padahal kau jelas-jelas sudah cukup lama mengenalnya, jadi bagaimana bisa kau tidak juga mengetahui sifat dan kepribadian Edmund?" "Jadi kau mau mengatakan bahwa kau memahami dia?" "Ya, tentu aku memahami dia. Aku yakin dia bukanlah orang yang tega pergi meninggalkan teman-temannya tanpa meminta izin dulu." "Kalau begitu katakan padaku, dimana dia sekarang? Kenyataannya dia pergi seorang diri dan menghilang seperti ini. Kau dan Dustin sudah mencari-cari dia tapi tetap tidak ditemukan. Jika dia memang bukan tipe orang yang akan meninggalkan teman-temannya, lalu kenapa dia menghilang seperti ini? Bukankah ini cukup membuktikan bahwa yang kau katakan tadi hanyalah omong kosong." Charlos semakin tersulut emosi, wajahnya memerah dengan gigi yang saling bergemeretah, "Apa kau bilang?" Tanyanya disertai desisan. Pertengkaran Charlos dan Thomas menjadi cukup serius. Charlos bahkan berniat untuk memukul Thomas namun dengan cepat Dustin menahannya, begitupun dengan Freya yang memegangi tubuh Thomas agar tidak memukul Charlos. Suasana menegangkan itu berubah menjadi keributan. "Hentikan kalian berdua, ini bukan saatnya untuk bertengkar. Bertengkar tidak akan menyelesaikan apa pun. Edmund menghilang dan kita harus menemukannya. Kalian mengerti, kan?" Setelah mendengar ucapan Dustin, Charlos terlihat mulai tenang, begitupun dengan Thomas. "Apa kalian sudah mencoba menghubungi handphonenya?" tanya Charlos sambil menatap satu per satu wajah teman-temannya. "Tentu saja, tapi dia meninggalkan handphonenya di dalam tenda." Renee yang menyahut. "Sudah kuduga dia masih ada di sini, tidak mungkin dia akan pulang sendirian meninggalkan kita." Charlos kembali terlihat kesal, dia mendelik pada Thomas yang tadi mengatakan hal buruk tentang Edmund. Dengan cepat Dustin kembali menenangkannya. "Iya. Sudahlah tidak perlu membahas ini lagi yang penting sekarang kita harus segera menemukan Edmund. Sudah 5 jam dia menghilang."  Charlos tertegun, sebuah pemikiranpun terlintas di benaknya. Dia mengingat perkataan ibu yang ditemuinya di desa tadi. "Oh iya, ada sesuatu yang ingin aku katakan pada kalian. Ini masalah yang serius," katanya, kembali dia pandangi wajah teman-temannya satu per satu. Semua orang memasang wajah heran sekaligus serius, Kini Charlos menjadi pusat atensi mereka semua. "Apa itu? katakan saja, Charlos," sahut Freya, melihat raut wajah Charlos yang begitu serius, dia mulai merasakan firasat buruk. Mungkin sesuatu yang akan disampaikan Charlos bukan sesuatu yang bagus. Freya sudah tidak sabar ingin mendengar apa yang akan disampaikan salah satu sahabatnya itu. "Tadi ketika aku mencari Edmund, aku pergi ke sebuah desa. Di sana aku bertemu dengan seorang ibu pemilik warung. Dia memberitahu agar kita segera pergi dari tempat ini." "Memangnya kenapa?" Freya kembali menjadi orang yang menanggapi, tak kalah seriusnya dengan Charlos.  "Menurut ibu itu, di sekitar sini pernah ditemukan beberapa jasad dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Katanya, di daerah ini ada pembunuh sadis yang tidak segan-segan membunuh. Di sini sangat berbahaya dan kita harus segera pergi dari tempat ini." Mereka semua menegang, wajah ketakutan dan kepanikan mulai terlihat di wajah mereka. Mendengar cerita Charlos, Dustin pun teringat pada perkataan pria paruh baya yang nyaris dia tabrak ketika dalam perjalanan menuju perkemahan ini. Dustin tidak ingin menambah kepanikan dan ketakutan teman-temannya sehingga dia tidak menceritakan tentang pembicaraannya dengan pria itu. Dustin memilih tutup mulut, tapi kini dalam hatinya dia mempercayai bahwa tempat ini memang berbahaya dan mereka harus segera pergi.  "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Mungkinkah Edmund telah dibunuh oleh si pembunuh sadis itu?" Perkataan Renee yang tiba-tiba itu membuat semua orang terbelalak. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikirannya itu bisa saja benar terjadi. Tapi tentu saja mereka tidak pernah mengharapkan kejadian yang mengerikan itu menimpa Edmund. "Jangan bicara sembarangan. Edmund pasti baik-baik saja,” sahut Dustin, berusaha berpikir positif dan menenagkan teman-temannya yang mulai terpengaruh cerita seram itu.  “Yang harus kita lakukan sekarang adalah mencarinya sampai ketemu. Kita mencarinya berpencar.” Dustin menatap wajah teman-temannya bergantian. “Aku akan mencarinya bersama Renee,” katanya sambil menunjuk Renee dengan dagunya. Kini tatapannya tertuju pada Freya dan Thomas yang berdiri di samping gadis itu. “Freya bersama Thomas.” Terakhir tatapan Dustin berhenti pada Charlos. “Dan Charlos, kau mencari bersama Andre.” “OK,” sahut Charlos, tak keberatan. “Kita harus berhati-hati selama mencari. Pastikan kalian selalu mengawasi sekitar dan jangan sampai terpisah.” Dustin menambahkan instruksinya. “Aku mengerti,” ujar Freya. “Jangan lupa kalian harus membawa handphone agar kita bisa saling menghubungi jika menemukan sesuatu atau terjadi hal yang tidak diinginkan.” Semua orang mengangguk, menyetujui saran Freya. “Nanti kita bertemu lagi di tempat ini. Apa kalian mengerti?" Tanya Dustin. Kembali semua orang menganggukkan kepala, menandakan mereka menyetujui perintah Dustin.  Tanpa membuang waktu lagi, mereka pun mulai berpencar untuk mencari Edmund. ***  Mereka mencari seperti yang diperintahkan Dustin. Charlos dan Andre mencari di sekitar hutan. Mereka berkeliling dan menerobos masuk ke dalam hutan yang hanya dikelilingi oleh cahaya remang-remang. Pohon-pohon yang menjulang tinggi dan berdaun lebat itu sungguh menghalangi akses sinar matahari untuk masuk ke dalam hutan.  Mereka mencari dengan begitu teliti, bahkan mencari di semak-semak. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak berhasil menemukan Edmund. Hal ini tentu saja membuat mereka begitu kecewa.  “Istirahat sebentar, aku lelah sekali,” ucap Charlos yang memang sudah terlihat kelelahan. Napas pria itu tampak berat dan terengah-engah. Wajahnya banjir keringat yang tiada henti mengalir dari pelipisnya. Sesuatu yang wajar, mengingat sejak tadi Charlos sudah banyak berjalan kaki demi mencari Edmund.  Charlos mendudukan dirinya di bawah sebuah pohon, dia menyandarkan punggung besarnya pada batang pohon. Andre mengikuti, dia duduk dan menyandarkan punggung pada pohon di sebelah Charlos.  “Char, menurutmu apa yang dikatakan warga di desa itu benar?” Tanya Andre. Di antara mereka semua, bisa dikatakan Andrelah yang paling penakut. Wajahnya yang pucat dan terlihat jelas raut khawatir tercetak di sana.  Charlos yang masih berusaha mengatur napas itu pun seketika menoleh ke samping, menatap pada Andre yang terlihat jelas sedang ketakutan. “Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawabnya. “Tapi rasanya mustahil ibu itu berbohong, kan? Apalagi wajahnya serius sekali saat bercerita,” tambah Charlos yang membuat Andre terbelalak. Pria itu menggeser posisi duduknya, semakin merapat pada Charlos. Bahkan kedua matanya tiada henti bergulir menatap sekeliling dengan berkali-kali meneguk salivanya.  “Isshh, Ndre. Jangan menempel padaku. Sana, duduk di sana,” titah Charlos sembari menunjuk dengan lirikan matanya ke arah tempat yang diduduki Andre tadi. Alih-alih menuruti, Andre justru melingkarkan lengannya di lengan besar Charlos. Semakin menempelkan tubuhnya, tak peduli meskipun Charlis terus menggerutu dan berusaha melepaskan pelukan Andre di lengannya.  “Aku takut, Char. Bagaimana kalau di sini benar-benar ada pembunuh sadis?” “Makanya itu kita harus pergi dari sini secepatnya.” “Kita pergi saja, Yuk!’ Ajak Andre, membuat Charlos terbelalak kaget. “Terus Edmund bagaimana? Masa kita meninggalkan dia sendirian di sini?”  Andre meneguk ludahnya lagi, sebenarnya dia sepemikiran dengan Thomas. Berpikir mungkin saja Edmund sudah pergi meninggalkan mereka. Tapi di sisi lain, Andre pun tak yakin dengan itu karena seperti yang dikatakan Charlos tadi, Edmund bukan tipe orang yang akan pergi begitu saja tanpa meminta izin.  Andre mulai gemetaran saat pemikiran lain terlintas di benaknya. Dia tak berani mengatakannya pada Charlos karena khawatir pria itu akan marah lagi jika mendengar dirinya mengatakan hal buruk tentang Edmund. Charlos dan Edmund memang sangat dekat, jadi wajar jika Charlos selalu membela pria itu.  Namun, tangan Andre yang memeluknya tampak gemataran itu disadari oleh Charlos. Charlos memandangi wajah Andre yang tampak lebih ketakutan dibanding sebelumnya. “Kau ini kenapa sampai gemetaran begini?” “Aku kan sudah bilang tadi, aku takut, Char.”  Charlos memutar bola matanya, “Aku tahu kau takut. Sebenarnya bukan hanya kau yang takut, aku juga sama takutnya denganmu.” “Char, aku jadi memikirkan sesuatu tentang Edmund. Tapi, janji ya jangan marah?”  Satu alis Charlos terangkat naik, tampak heran. Beberapa detik kemudian, dia merespon dengan sebuah anggukan, “Katakan saja,” katanya. “Janji dulu kau tidak akan marah.”  Charlos mendengus sebal, “Iya, janji. Cepat katakan!” Kini keraguan di benak Andre menguap entah ke mana, dia menatap wajah Charlos lekat. “Apa mungkin Edmund ditangkap pembunuh sadis itu, lalu ... lalu ...”  Memahami arah pembicaraan Andre, Charlos mulai geram. Dia menepis kasar lengan Andre yang masih memeluk lengannya. “Ck, jangan bicara sembarangan. Edmund pasti baik-baik saja, dia mungkin tersesat jadi tidak bisa kembali ke perkemahan,” sanggah Charlos, tak sependapat.  “Edmund tersesat? Rasanya mustahil. Di antara kita, justru dia yang paling pintar melihat peta. Ingat tidak waktu kita pernah tersesat saat melakukan pendakian. Dia yang menemukan jalan yang benar hingga kita bisa kembali dengan selamat.”  Charlos mendengus sembari menggelengkan kepala, “Waktu itu kan dia bawa handphone jadi bisa lihat google map. Nah sekarang, kau juga dengar kan tadi, Edmund meninggalkan handphonenya di tenda. Jadi wajar kalau dia tersesat.”  Merasa mulai kesal dengan topik pembicaraan mereka, Charlos bangkit berdiri dari duduknya, membuat Andre geragapan.  “Eh, kau mau kemana, Char?” Tanyanya, panik karena kini Charlos seolah berniat pergi tanpa mengajaknya. “Sudah cukup istirahatnya. Ayo, kita cari Edmund lagi. Mungkin dia benar tersesat di hutan ini.”  Andre buru-buru bangun dan mengejar Charlos yang sudah melangkah lebih dulu. Andre kembali menempel pada Charlis, dirinya berjalan sambil memegangi lengan Charlos membuat pria itu risih bukan main.  “Jangan menempel padaku, Ndre. Kau ini penakut sekali,” ucap Charlos ketus, sambil menoyor kening Andre dengan jari telunjuknya. “Kau kan tahu, aku memang penakut?” “Tapi sekarang semakin parah dibanding dulu.” “Kita sedang ada di hutan belantara, wajar kalau aku takut,” Andre masih tak peduli meski Charlos berulang kali mendorongnya. Dia tetap menempel pada pria itu dan memaksa merangkul lengannya. Andre tak peduli meski berulang kali Charlos mengejeknya sebagai penakut. Ketika mereka sedang berjalan sambil terus berselisih, keduanya dikejutkan oleh semak-semak tak jauh dari mereka berdiri, yang tiba-tiba bergoyang hebat. Andre semakin gemetar ketakutan, dia bahkan memeluk pinggang Charlos sebegitu eratnya.  “Apa itu, Char? Pasti ada sesuatu di balik semak-semak itu?”  Charlos tak menyahut, tatapannya tertuju pada semak-semak yang terus bergoyang itu. Namun berbeda dengan Andre yang luar biasa ketakutan, Charlos justru penasaran ingin memastikan apa yang ada di balik semak-semak itu. Dia berjalan hendak menghampiri semak-semak itu.  “Char, kau mau kemana?” Tanya Andre heboh, dia semakin memeluk pinggang Charlos lebih erat dari sebelumnya agar pria itu tak beranjak pergi. “Aku akan memeriksa semak-semak itu.”  Andre menggeleng-gelengkan kepala, “Jangan. Mungkin di sana ada binatang buas.” “Ck, jangan samakan aku denganmu yang penakut, Ndre.” “Aku tidak mau ke sana.” Andre menolak mentah-mentah rencana Charlos yang akan memeriksa semak-semak.  “Kalau begitu kau tunggulah di sini.” “OK!” Jawab Andre, cepat.  Charlos berdecak sambil menghela napas panjang, “Bagaimana aku bisa pergi kalau kau terus memelukku seperti ini? Lepaskan aku!”  Andre kembali menggeleng cepat, “Jangan jauh-jauh dariku, Char.” “Ya sudah, kau ikut denganku memeriksa semak itu.”  Andre memelotot. “Tidak mau. Aku sudah bilang kan tadi tidak mau.” “Kalau begitu ya lepas, bagaimana aku bisa pergi jika kau tidak mau melepaskan pelukanmu!”  Mendapat bentakan Charlos, Andre tersentak. Hingga dengan terpaksa dia melepaskan pelukannya pada pinggang Charlos. Pria bertubuh besar itu jika sudah marah memang menyeramkan. Andre menatap ke depan dengan keringat dingin yang tiada henti meluncur dari pelipisnya saat melihat Charlos sekarang berjalan semakin mendekati semak-semak.  “Charlos!” Teriaknya, sesaat sebelum Charlos menyingkap semak-semak liar yang kini sudah ada di depannya. Charlos menoleh ke belakang, mengernyitkan dahi saat tatapannya bertemu dengan Andre.  “Hati-hati. Mungkin ada harimau atau beruang di situ.”  Charlos berdecak untuk yang kesekian kalinya, lama-lama dia mulai bosan menanggapi reaksi Andre yang berlebihan. Meski tak dipungkiri, jantungnya sekarang berdetak begitu cepat. Charlos meneguk ludah sebelum tangannya bergerak untuk menyingkap semak-semak yang tumbuh liar, lebat dan cukup tinggi itu.  Saat semak-semak itu tersingkap, Charlos mengembuskan napas lega saat seekor anjing liarlah yang dia temukan.  “Hush ... Hush ...,” katanya sembari melemparkan batu untuk mengusir anjing itu.  Andre berjalan menghampiri Charlos begitu melihat hanya seekor anjing liar yang ternyata ada di balik semak-semak.  “Hahaha, ternyata hanya anjing liar ya. Syukurlah,” ucap Andre yang kini sudah berdiri di belakang Charlos. Andre heran melihat Charlos yang hanya diam membisu tanpa menanggapi ucapannya. Pria itu juga sedang menatap serius ke arah depan, tepatnya ke arah si anjing liar sepertinya sedang memakan sesuatu tadi.  “Char!” Andre menepuk punggung Charlos agar pria itu meresponnya. Charlos menoleh ke arahnya dengan gerakan perlahan. Saat melihat ekspresi wajah Charlos yang seperti ketakutan, Andre mengernyitkan dahinya heran.  “Kau kenapa, Char?” Tanyanya. “Ndre, lihat itu ...” Charlos berucap sambil menunjuk ke arah depan dengan jari telunjuknya.  Andre mengikuti arah yang ditatap Charlos, dan saat tatapannya lurus ke depan, Andre seketika terbelalak. Tepat di depannya ada potongan lengan dari telapak tangan sampai siku. Lengan itu sudah terkoyak karena sepertinya dimakan si anjing liar tadi.  “Char, i-itu ... tangan siapa?” Tanya Andre dengan mata membulat sempurna. Charlos hanya terdiam, dia pun tak tahu lengan siapa yang mereka temukan ini karena jasad pemilik potongan lengan itu tak ditemukan di mana pun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN