MENGENAL ARAYA

1292 Kata
Percaya atau tidak, tetapi terkadang orang baik selalu disalahkan. Itu namanya kehidupan. Hari ini entah dapat ide dadakan dari mana, OSIS mengadakan yang namanya class meeting. Katanya, untuk beberapa hari ke depan guru-guru masih akan terus-menerus mengadakan rapat dan beberapa persiapan, karena penilian akreditasi sekolah yang akan dilakukan bulan depan. Sebagai gantinya, OSIS diminta oleh kepala sekolah untuk memberi kegiatan bagi para siswanya. Seharusnya, kalau rapat-rapat begini, Kiara lebih suka diam di rumah saja. Kenapa harus pakai sekolah juga. Tetapi kata Asya, kalau Kiara gak masuk, nanti Kiara akan menyesal. Belum sampai tiga jam Kiara berada di sekolah, bawaan cewek itu hanyalah ingin tidur di rumah. Biasanya Kiara tidak mudah ngantuk, tetapi kalau jelas tidak ada pelajaran seperti ini rasanya ngantuk sekali. "Riana, kenapa!?" Sebuah suara yang tidak seperti teriakan tetapi terdengar seperti penekanan membuat Kiara menoleh. Matanya menangkap pada cewek berambut sebahu yang pakaiannya basah kuyup ditambah dengan bubuk-bubuk putih di sekujur tubuhnya. Kiara yakini itu adalah tepung. Oh, ulang tahun ya? Lucu banget temen-temennya, batin Kiara berseru semangat. "Jangan nangis." Waduh, kayaknya bukan ulang tahun. Kiara melanjuti tebakannya dalam batin. "Geng Araya yang ngelakuin." Araya? Kiara merasa familiar dengan nama itu. Sepertinya seseorang pernah mengatakan nama itu padanya. Ah Kiara ingat. Madeline pernah mengatakan tentang Araya. Dengan rasa penasarannya, Kiara mendekati Riana, gadis yang basah kuyup itu. Tidak jauh berbeda dengan Kiara, teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang sama dengan Kiara, yaitu mendekati Riana. "Araya emang jahat banget." Kiara menoleh, menatap pada Asya yang sedang menatap kasihan pada Riana. "Riana, mau gue bales gak?" Pertanyaan aneh yang keluar dari bibir Kiara membuat Riana dan yang lainnya menatap pada Kiara. Tidak ada tampang bercanda yang diberikan Kiara. Bahkan cewek itu terlihat sangat serius ketika mengatakannya. Di saat yang lain berusaha menenangkannya dengan omongan dan pelukan, Kiara malah muncul dan menawarkan balas dendam secara cuma-cuma padanya. "Ma—mau lo a—apain?" Riana bertanya dengan nada sesenggukannya. Kiara sempat terdiam sebentar, seperti berpikir. "Melakukan hal yang sama, seperti apa yang dia lakuin ke lo." Dan tanpa perlu jawaban lagi, Kiara melenggang pergi begitu saja. Tetapi Kiara tahu, Asya tidak mungkin melepasnya begitu saja. Karena memang pada kenyataanya, Asya menarik tangannya tepat di depan kelas. "Jangan macem-macem deh." Asya lebih dulu mengingtkan Kiara. Asya tahu jelas, Kiara memang tidak suka adanya kegiatan senioritas di sekolah ini, tanpa perlu dibilang pun Asya sudah sadar sendiri dari sikap Kiara. "Kalau lo udah berhadapan sama Araya, lawannya banyak. Angkatan kita gak mungkin ngebela lo!" Kiara mendesah pelan. "Lo mau ngebela gue gak?" Tidak ada jawaban. Untuk sekedar gelengan tidak setuju ataupun gelengan setuju pun tidak Asya tunjukkan padanya. Asya malah melemparkannya tatapan kesalnya. "Mau gak?" tanya Kiara kembali memastikan. Dan ragu, Asya mengangguk. Kiara tahu, walau Asya baru mengenalnya dan Kiara juga baru mengenal Asya, tetapi ia yakin cewek itu akan mendukungnya. Terlihat jelas dari matanya dan kebiasaannya yang selalu berada di samping Kiara akhir-akhir ini. ... Suasana lapangan terlihat begitu ramai kali ini. Mungkin semuanya sama-sama ingin menonton berbagai pertunjukan dari perlombaan yang diadakan OSIS. Kalau ditanya di mana Kiara, yang pasti cewek itu sedang memperhatikan keadaan. Ia tidak mau dibilang sebagai orang yang cari perhatian karena menjadi pahlawan kesiangan untuk temannya. Padahal tujuannya, memang hanya untuk berkenalan dengan seseorang yang bernama Araya. Mengingat Madeline pernah mengatakan Araya adalah pacar Gilang, sekarang Kiara bertanya-tanya, kenapa Gilang mau memacari Araya yang sifatnya seperti itu. Jahatnya. Eh sabar. Kiara tidak boleh gegabah. Seketika ia mengingat, ia belum tahu apa-apa tentang Araya dan Riana. "Sabar, Sya. Ini masalah Araya sama Riana apa ya?" Kiara bertanya dengan polosnya pada Asya yang masih berjalan manis di sampingnya. Asya sempat terlihat berpikir, berusaha menyimpulkan dari setiap kejadian yang pernah terjadi antara Riana dan Araya. Karena siapa pun, kecuali Kiara, jelas tahu tentang masalah dua senior-junior itu. "Kayaknya masalah cowo." Asya menyahut. "Maksudnya? Riana suka Gilang?" Pertanyaan Kiara kali ini langsung dibalas gelengan cepat Asya. "Kalau masih sama ya." Asya membalas ragu. "Cuma pacarnya Riana itu mantannya Araya. Dan selama ini, Araya selalu nganggep rendah Riana, dan bilang kalau Riana gak pantes gitulah sama cowonya." Oke, Kiara bingung. Namanya mantan, berarti sudah tidak ada hubungan. Lalu mengapa Araya masih ikut campur dengan hubungan mantannya? "Gilang tahu?" Kalau yang ini, Asya menjawabnya dengan bahunya yang terangkat. Karena pada kenyataannya, ia tidak tahu tentang hal itu. "b******k juga Araya." Kiara mencibir. Pikirannya sudah menebak kalau Gilang tidak tahu tentang ini. Astaga, Kiara jadi ingin tahu seberapa cantik dan menarik seorang Araya, sampai-sampai Gilang betah dengan cewek itu. "Itu Araya." Asya menunjuk pada gadis dengan rambutnya yang terikat satu dan sedang berdiri di dekat ember-ember berisi air. Bisa Kiara simpulkan, Araya adalah penanggung jawab dari lomba pindah air di Angkasa kali ini. Kalau dilihat sekilas, Kiara akui Araya manis, cuma kalau diperhatikan dan diingat kembali kelakuannya, Kiara akui Araya iblis. Kiara memperlambat langkahnya, seperti kembali memperhatikan sekitarnya. Sekali lagi harus ditekankan, Kiara bukan sedang cari perhatian. Ia hanya ingin Araya sadar senioritas yang dilakukan cewek itu sudah berlebihan. "Astaga!" Suara teriakan dengan nada penuh amarah itu membuat Kiara kembali memincingkan matanya ke depan sana. Sekali lagi, Tuhan menunjukkan padanya kegiatan senioritas yang dilakukan Araya. Tidak terlalu terdengar, ucapan apa yang dikeluarkan Araya kemudian. Tetapi dari tempatnya, Kiara melihat jelas bagaimana Araya mendorong siswi itu sampai terjembab pada semenan lapangan. Ah, pasti sakit. Kiara mendesah. Sepertinya Araya itu bodoh. Bahkan cewek itu tidak memikirkan resiko yang akan terjadi pada siswi itu. Jatuh di semenan dengan keadaan basah jelas membuat seseorang mudah kehilangan keseimbangan bukan? "Itu siapa?" Kiara bertanya pada Asya. "Kayaknya anak kelas sepuluh. Gue gak kenal." Kiara mengangguk, kemudian ia kembali melangkahkan kakinya. Sedangkan Asya, gadis itu memilih untuk diam di posisinya saja. Karena Asya tahu, pasti Kiara akan melakukan hal yang aneh-aneh, dan untuk hal itu, Asya tidak mau ikut campur. Kiara menghentikan langkahnya tepat di belakang Araya. Tujuannya adalah mengejutkan Araya.  Dan itu berhasil. Tepat di saat Araya berbalik badan, cewek itu menabrak keras tubuh Kiara. "Gila ya lo!" Araya merutuk kesal. "Mungkin," jawab Kiara terdengar tidak peduli. Kiara melipat kedua tangannya di bawah d**a, sembari memperhatikan Araya dari atas sampai bawah. "Woi! Yang sopan dong lo!" sentak Araya yang tidak terima dengan perlakuan Kiara. Kiara mendesah pelan. Biasanya ia beradu fisik dengan laki-laki pun mampu. Maka dengan perempuan seharusnya lebih mampu. Tetapi pertanyaannya, apa Araya mampu melawannya. "Gak usah nyuruh-nyuruh orang, kali lo sendiri gak bisa nerapin itu dalam diri lo sendiri!" tajam Kiara. "Wah, gila beneran lo!" Araya tertawa sinis. "Lo gak tau gue siapa?" "Kasih gue alasan kenapa gue harus tau siapa lo." Lagi, Araya tertawa sinis. "Gue pacar Gilang! Ketua angkatan 35!" jawabnya penuh penekanan. Melihat Kiara yang diam, Araya melemparkan tatapan sinisnya. "Takut lo sekarang?" Gue adiknya. Lo macem-macem, bisa dihempas lo sama calon mertua, batin Kiara seolah bersorak semangat. Kiara mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Tapi gue biasa dengernya, gimana dong?" Dari tempat Asya, rasanya gadis itu ingin tertawa terbahak-bahak, melihat betapa menyebalkannya Kiara menjawab perkataan Araya. Sungguh, Kiara memang menyebalkan, tetapi juga menyenangkan. Araya melotot, ia mengangkat tangannya berniat untuk meraih rambut Kiara. Tetapi pergerakannya terhenti, karena tangan Kiara lebih dulu bergerak menahannya. "Lo kalau mau ngeraih rambut orang, coba pakai rumus fisika." Kiara berujar tidak nyambung. "Eh tapi kan lo bodoh ya. Bahkan untuk memperkirakan resiko orang jatoh di semenan begini pun otak lo gak akan sampai mikirnya. Apalagi cara fisika!" Sakit. Itulah rasanya. Harga diri Araya seperti baru diinjak-injak dengan mudahnya. Tetapi kedua mata Araya teralih ketika matanya menangkap Gilang yang sedang bersender pada tembok pintu bangunan dan memperhatikannya. Araya merutuk dalam hati, apa Gilang hanya akan menontonnya tanpa niatan untuk membantu? "Gilang!" panggil Araya keras, sehingga menyadarkan Gilang dari perhatiaannya saat ini. Baiklah, Kiara sadar sekarang. Ternyata Gilang memperhatikan mereka sedari tadi. "Kenapa?" Gilang bertanya setelah lelaki itu sampai tepat di samping Araya. "Dia cari masalah sama aku!" rengek Araya. Kiara melotot. Astaga, suara macam apa itu? Kenapa terdengar begitu menyakitkan di telinganya? Ya ampun, manjanya, batinnya berkomentar. Gilang beralih menatap pada Kiara dengan senyuman tipisnya. "Ngapain lo?" tanyanya. "Nyadarin cewek lo. Tapi kayaknya otaknya bebal. Susah dibilangin." Gilang tersenyum tipis. Emang kamu pikir kamu gak bebal dibilangin!? Batinnya memprotes. "Hei!" Araya kembali marah dengan ucapan Kiara. "Jaga bahasa lo atau lo bakal punya masalah dengan angkatan kita!" Bagi Kiara, perkataan Gilang tidak seperti ancaman. Bahkan kalau tidak sanggup menahan ketawanya, mungkin Kiara sudah terpingkal-pingkal saat ini. "Gue serius!" tekan Gilang final.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN