Daisy memegang bahuku. "Jangan menyerah. Pasti ada jalan lain agar kamu menjadi penyihir yang sama seperti kami. Aku ingat, dulu, ada sihir yang bisa mengubah manusia biasa menjadi penyihir. Kalau tidak salah sihir tingkat tinggi yang hanya bisa digunakan penyihir setingkat Kaisar."
Aku tertegun. "Ah? Sihir apa itu?"
"Sihir transfer."
"Sihir transfer?"
"Ya. Sihir yang memungkinkan orang yang memberimu kekuatan sihir harus memindahkan seluruh kekuatan sihirnya padamu. Tapi, resikonya sangat besar jika menggunakan sihir transfer ini."
"Resiko seperti apa?"
"Penyihir yang mentransfer seluruh kekuatan sihirnya akan mati karena kehilangan Manna."
"Apa?"
Mendengar itu, aku membulatkan mata. Daisy mengangguk dengan wajah yang serius.
"Itu benar."
"Itu sama saja mengorbankan diri sendiri."
"Memang."
"Kalau begitu caranya, aku tidak mau melakukannya."
"Karena itu juga, Kaisar sebelumnya meninggal."
"Karena mentransfer seluruh kekuatan sihirnya, begitu?"
"Iya. Kejadiannya enam belas tahun lalu. Kaisar sebelumnya, bertarung melawan Raja Yupiter dengan menggunakan robot tempur. Dia menggunakan Manna yang tersisa demi melindungi negeri ini agar tidak dikuasai Raja Yupiter. Ternyata Raja Yupiter berhasil mengalahkannya."
Saat menceritakan itu, wajah Daisy terlihat sedih. Netranya meredup. Ia menunduk seraya meremas dua tangannya.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" tanyaku penasaran.
"Seluruh keluarga Kaisar itu dibunuh oleh Yupiter Alliance. Karena itu, pohon Matahari ikut mati. Kekuatan Kaisar adalah simbol kekuatan pohon Matahari. Dari sanalah, terbentuknya robot tempur terkuat yang bernama Alpha A."
Aku cukup mengerti dengan cerita Daisy. Daisy menatapku dengan lirih.
"Alpha A juga menghilang setelah Kaisar meninggal. Beberapa orang berusaha mencarinya, tapi tidak ditemukan. Karena hanya Alpha A yang bisa membebaskan kita dari kekuasaan Raja Yupiter itu," lanjut Daisy lagi.
Seperti mendapatkan pencerahan, aku tersentak. "Alpha A?"
"Iya."
"Aku tahu apa yang harus kulakukan."
"Apa itu?"
"Aku akan berusaha mencari Alpha A itu."
"Itu tidak mungkin. Hanya keturunan Kaisar yang bisa menggunakannya."
Daisy mengerutkan keningnya. Aku terperanjat. "Apa?"
"Tidak ada seorang pun yang bisa mengendarai Alpha A itu, bahkan Raja Yupiter sekalipun karena ada DNA Kaisar sebelumnya." Daisy berwajah serius.
"Aku mengerti."
Aku terkulai lemas di kursi. Memegang sebagian rambutku. Rasa frustasi menyerang.
"Pasti ada jalan lain agar kamu bisa mendapatkan robot tempur sendiri. Bila perlu, aku akan membantumu karena kita sudah menjadi teman, Zian."
Sekali lagi, menunjukkan senyum terbaik, Daisy turut mengulurkan tangannya. Aku juga tersenyum, dengan senang hati menyambut tangannya.
Kami bersalaman untuk beberapa detik. Senang rasanya jika mendapatkan satu teman baru.
"Karena kita mulai berteman sekarang, apa kamu mau menemaniku makan sekarang? Soalnya aku lapar sekali," pinta Daisy memelas.
Aku berpikir sebentar seraya tersenyum hambar. "Bagaimana ya? Seharusnya aku sudah ada di asrama sekarang, tapi...."
Kalimatku tergantung karena Daisy memotongnya.
"Tidak apa-apa. Kiku tidak akan tahu hal ini. Kudengar dia sedang melaksanakan misi hari ini," ungkap Daisy yang tersenyum lagi.
"Tapi," ucapku yang masih ragu.
"Aku tidak mau tahu. Pokoknya kamu menemaniku makan. Kalau perlu aku mentraktirmu. Ayo!"
Aku terpaksa beranjak dari kursi saat Daisy menarik tanganku. Ia membawaku pergi menuju ke tempat makan favoritnya.
***
Di basement itu, Kiku mengajakku untuk belajar mengendarai robot tempur lagi. Ia memberikan sesuatu untukku.
"Ini apa?" tanyaku seraya memperhatikan benda kecil seukuran kacang yang tergeletak di telapak tangan kananku.
"Itu Magic Chip. Di dalamnya, ada kekuatan sihirku yang tersegel," jawab Kiku yang tersenyum, "Dengan begini, kamu bisa melakukan sihir-sihir yang sederhana. Bagaimana menurutmu, Zian?"
Aku terdiam sambil memandang Kiku lama sekali. Cara ini adalah jalan terbaik yang dipikirkan Kiku untuk menutupi kekurangan pada diriku.
"Ini sangat membantuku." Aku tersenyum. "Terima kasih, Kiku."
"Ya, sama-sama. Kalau begitu, pasang chip itu ke bajumu." Kiku mengangguk.
"Baiklah."
Aku memasang chip berbentuk bintang putih itu ke bagian d**a kanan baju seragam. Kiku terlihat bahagia, langsung mendorongku masuk ke pintu robot tempur miliknya.
"Ayo, kita coba!" Kiku bersuara lantang.
"Iya." Aku juga bersemangat.
Begitu kami menaiki tangga besi ke pintu Centauri, tiba-tiba muncul suara seseorang yang memanggilku. "Zian!"
Kami berhenti lalu menoleh ke asal suara. Di ujung basement yang sepi, seorang gadis berambut biru berlari menghampiri kami.
"Daisy," ucapku yang langsung turun dari tangga. Kiku membiarkanku pergi menghampiri Daisy.
Begitu dekat, Daisy bergegas menarik tanganku.
"Ayo, kita pergi!" ajaknya paksa.
"Eh? Pergi kemana?" tanyaku seraya melirik Kiku yang masih berdiri di tangga, "aku harus pergi bersama Kiku sekarang."
"Aku tidak mau tahu, kamu harus ikut denganku. Kiku, kamu tidak keberatan 'kan, jika aku meminjam Zian sebentar?"
"Aku tidak keberatan."
Aku terkesiap karena perkataan Kiku barusan. Kiku berwajah datar sambil mengangguk. Daisy tersenyum bahagia.
"Nah, Kiku sudah mengizinkan kita pergi. Ayo, Zian!"
"Tapi, Kiku...."
"Tidak apa-apa, pergilah, Zian."
"Kiku, kamu tidak apa-apa 'kan jika aku tinggalkan?"
"Tidak, Zian."
"Ayo, Zian! Tunggu apa lagi!"
"Iya, Daisy!"
Daisy menarikku untuk pergi dari sana. Aku sempat menengok Kiku. Gadis berambut putih itu masih terpaku di tangga. Tertangkap aura kesedihan di wajahnya itu.
Aku tertegun. Kiku semakin menjauh dari jangkauan pandangan. Daisy membawaku ke suatu tempat yang cukup jauh dari basement.
***
Masih dalam satu basement, ada ruangan luas lainnya yang disebut Secret Room. Aku tidak tahu mengapa Daisy membawaku ke sini.
Tempat ini berbentuk kubah yang didominasi dengan warna putih. Beberapa lampu terpasang di langit-langit, menyebarkan cahaya yang terang. Ruangannya juga dingin karena ada mesin pendingin.
Hanya ada beberapa robot tempur yang terparkir di sini. Mereka berbaris teratur dan rapi. Rata-rata mereka berbentuk Rubah dengan warna yang berbeda.
"Secret Room ini adalah ruangan khusus untuk penyimpanan robot tempur kelas weight yang berkategori lima," ungkap Daisy yang menghentikan jalannya di depan robot tempur berbentuk Rubah biru berkaki empat, "robot tempur di depan kita ini adalah Aldebaran. Robot tempur milikku, yang akan kamu gunakan untuk berlatih."
"Eh? Maksudmu, aku yang mengendarai Aldebaran ini?" tanyaku seraya menunjuk pada Aldebaran.
"Iya. Kamu sudah bisa menggunakan sihir, bukan?"
"Ya. Sihir dari Kiku."
"Oh. Itu bagus."
"Jadi, kita mulai praktek mengendarainya sekarang?"
"Iya."
"Aku akan coba."
Terlebih dahulu, Daisy membuka pintu yang berasal dari kepala Aldebaran, dengan menggunakan sihir. Tangga besi muncul, bergerak sendiri ketika pintu terbuka sehingga kami leluasa masuk ke sana.
Aldebaran begitu besar. Tinggi badannya kira-kira tiga belas meter. Interiornya sangat berbeda dengan interior Centauri. Memiliki empat bangku -- dua bangku di kabin penumpang dan dua bangku di kokpit.
Daisy duduk di bangku yang berada di samping bangku yang kududuki. Ia mengizinkan aku mengendalikan Aldebaran sepenuhnya. Hal ini bertujuan untuk melatih diri agar terbiasa mengendali robot tempur kelas weight.
"Interior-nya sangat berbeda dengan Centauri," kataku seraya memperhatikan isi ruangan itu.
"Ya. Setiap robot tempur tentu memiliki interior yang berbeda-beda. Sesuai selera orang yang menciptakannya," sahut Daisy tersenyum, "meskipun robot tempur diciptakan berdasarkan Manna dan DNA sang pencipta, tapi kami penyihir bisa mengubahnya menjadi mode manual yang dikendalikan dengan mesin. Mode manual ini sangat cocok buat kamu yang belum memiliki robot tempur sendiri."