Perasaan aneh

1075 Kata
"Ya. Aku sudah tahu semua itu dari Kiku." "Oh ya? Kalau begitu, ayo kita coba sekarang!" "Ya. Pertama, pakai pakaian tempur dulu. Armo Apparel!" Aku mengucapkan mantra yang diajarkan Kiku padaku. Dalam sekejap, cahaya putih menyelimuti sekujur tubuhku. Aku dibalut dengan pakaian yang terbuat dari besi layaknya pilot robot tempur yang ada di anime mecha. "Wah, ternyata sihirnya memang berhasil!" Aku menatapi diriku dengan tidak percaya. "Aku tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi." "Hanya Kiku yang tahu cara kerja dari chip yang kamu pakai. Aku juga mau berganti pakaian. Armo Apparel!" Daisy membaca mantra. Sekujur tubuhnya dibungkus dengan cahaya biru. Kemudian tubuhnya dibalut dengan pakaian besi biru berdesain futuristik. Kami siap memulai penerbangan. Daisy sudah mengubah sistem kendali Aldebaran menjadi mode manual dengan menggunakan sihir. Aku menahan napas seraya memegang dua tuas kendali. Lantas menghelakan napas perlahan-lahan. "Hitung mundur. Tiga, dua, satu! Terbang!" Aku meneriakkan itu dengan penuh semangat yang membara. Aldebaran terangkat perlahan-lahan dari lantai. Saat bersamaan, pintu portal berbentuk lingkaran muncul di depan Aldebaran. Itu adalah pintu teleportasi yang mungkin dipanggil oleh Daisy. Dengan cepat, Aldebaran melesat masuk ke pintu portal itu. Dalam hitungan detik, kami tiba di langit. Di layar virtual digital bercahaya putih itu, aku melihat pemandangan wajah kota Venus yang mengecil seperti kota mainan. Kami pergi cukup jauh dari sekolah. "Daisy, ternyata Aldebaran ini susah juga dikendalikan, ya? Berbeda dengan Centauri," ujarku penasaran. "Itu karena kelas robot tempur kami yang berbeda. Aku kelas weight, sedangkan Kiku kelas balance. Kami pernah bertarung saat ujian praktek pertarungan antar robot tempur. Lalu Kiku yang mengalahkan aku," balas Daisy dengan nada yang berbeda. Aku terdiam. Berusaha menebak bagaimana ekspresi Daisy sekarang karena helmet menutupi kepalanya. Di dunia ini, robot tempur terbagi tiga kelas berdasarkan berat yakni light, balance, dan weight. Mereka juga memiliki enam kategori berdasarkan ukuran yaitu kategori pertama berukuran tiga meter, kategori kedua berukuran lima meter, kategori ketiga berukuran tujuh meter, kategori keempat berukuran sembilan meter, kategori kelima berukuran tiga belas meter, dan kategori keenam berukuran lima belas meter. Khusus robot tempur kategori keenam, hanya penyihir setingkat Kaisar yang bisa mengendalikannya. Hanya Alpha A, merupakan satu-satunya robot tempur kategori keenam yang ada di dunia ini, tapi ia menghilang tanpa jejak sejak enam belas tahun yang lalu. Ingin rasanya aku mencari Alpha A itu. Tapi, aku bingung harus mencarinya kemana. "Hai, Zian. Kenapa kamu melamun?" Aku tersentak lalu menoleh. Aku tersenyum, tentu Daisy tidak bisa melihat senyuman itu. "Ah. Bukan apa-apa." "Masa?" "Iya. Aku tidak bohong." "Kalau begitu, ayo kita pergi ke sana!" Daisy menunjuk ke layar. Di sana, tertampil pemetaan dunia ini. Aku mengerutkan kening ketika telunjuk Daisy mengarah pada sebuah kota. "Kota Titan? Itu 'kan markas Yupiter Alliance." "Iya. Aku mau kita pergi ke sana." "Tapi, kamu tahu 'kan aku ini sedang diburu oleh mereka?" "Tahu." "Lalu, apa tujuanmu pergi ke sana?" "Aku ingin memberi mereka kejutan penyerangan." "Hah? Maksudmu menyerang mereka begitu?" "Iya. Apa kamu takut, Zian?" "Aku tidak takut." "Buktikan itu sekarang padaku." "Baiklah." Atas permintaan Daisy, aku bergegas membawa Aldebaran ke kota Titan. Pasti Daisy tersenyum senang di balik helmet-nya. *** Di kelas itu, Kiku menyendiri. Semua orang sedang keluar karena waktu istirahat sudah tiba. Suasana senyap menemani Kiku. Gadis itu duduk seraya menyentuh layar Bookpad-nya. Wajahnya kusut dengan kedua mata yang meredup saat menyaksikan foto Zian yang tertampil di layar Bookpad tersebut. Foto yang diambil diam-diam saat Zian serius memperhatikan pelajaran. Aku ini kenapa? Aku tidak suka saat melihat Zian dibawa Daisy. Padahal biasanya aku akan mencegah siapapun yang mendekati Zian, batin Kiku. Ia merasakan perasaan aneh yang menyelubungi hatinya sekarang. Perasaan yang nyaman ketika bersama Zian. Berbeda dari perasaan terhadap saudara. Selama ini, ia menganggap Zian sebagai saudaranya yang hilang. Karena itu, ia memperlakukan Zian dengan baik, atas amanat dari kakak kandungnya. Sebelumnya, ia tidak ingin mempercayai orang lain lagi, namun perkataan kakak selalu terngiang-ngiang di gendang telinganya. "Kiku, apapun yang terjadi nanti. Tetaplah mempercayai orang lain karena kamu tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Setelah ini, Kakak minta kamu mencari orang yang bernama Alzian Ekadanta karena dialah yang bisa menolongmu nanti untuk membalas kejahatan Yupiter Alliance." Setelah mengatakan itu, Jimm meledak bersama robot tempurnya karena terkena serangan missil dari robot tempur musuh. Kiku yang mendengarkan suara Jimm lewat headset yang terpasang di helmet, syok sekali saat menyaksikan ledakan itu. "Kak Jimm!" Ternyata bayangan masa lalu itu masih terbawa di benaknya sehingga spontan meneriakkan nama kakak. Kiku sadar jika ia tidak berada di masa silam itu. "Ah. Kakak." Tiba-tiba, tetesan cairan bening mengalir dari sudut mata birunya. Kiku kaget mendapati dirinya yang menangis, buru-buru menghapus air sungai itu agar tidak berjatuhan di Bumi. Andai waktu itu, ia tidak mendengar kata Tolya yang berniat untuk menyerang Yupiter Alliance secara terang-terangan. Padahal cadangan Manna-nya sudah menipis, hanya bisa sekali mengaktifkan Centauri. Namun, atas bujukan Jimm yang juga anggota kelompok Andromeda yang diketuai Tolya, Kiku ikut bersama kelompok Andromeda untuk pergi ke kota Titan. Di sana, kota Titan, ternyata mereka dikepung habis-habisan oleh pasukan Tentara Yupiter Alliance. Tolya dan para anggota lainnya melarikan diri, meninggalkan Kiku dan Jimm di lokasi kejadian. Manna yang dimiliki dua saudara kembar itu sudah habis sehingga tidak bisa mengendalikan robot tempur dan menjadi sasaran empuk oleh Yupiter Alliance. Kini Kiku tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Dengan siapa, ia mengadu nasibnya yang malang. Hanya pada dirinya sendiri, ia mengadukan semua itu. Kiku masih menangis sampai pintu kelas itu terbuka. Ia menyadari beberapa orang masuk dan menghampirinya. "Hei, Kiku," sapa Tolya yang tersenyum, "apa kabar? Pasti kamu baik-baik saja, kan?" "Ada apa ini? Kamu menangis, ya, Kiku?" tanya Sanna yang ikut dalam percakapan ini. Kiku mengelap air mata yang terus berlinang, kemudian melemparkan tatapan tajam kepada kelompok Andromeda itu. "Bukan urusan kalian 'kan? Tidak usah ikut campur! Sana pergi! Jangan ganggu aku! Aku ingin sendirian sekarang!" Dengan cepat, Kiku mematikan Bookpad-nya. Ia buru-buru bertolak dari kursi dan berjalan melewati Tolya dan keempat orang lainnya -- kelompok Andromeda berdiri di depan kelas itu. Namun, langkah Kiku dicegah oleh tangan Tolya. "Tunggu, Kiku!" Kiku menoleh dengan sorot mata yang tajam lagi. "Ada apa lagi? Jangan halangi aku, Tolya!" "Aku ingin berbicara denganmu soal kejadian yang telah menewaskan kakakmu." "Sudah jelas, bukan? Kalianlah penyebab kematiannya! Jadi, aku tidak mau berurusan dengan kalian lagi!" Kiku kesal. Ia menolak Tolya hingga Tolya terjatuh. Punggung Tolya membentur lantai. Sanna langsung menghampiri Tolya. Ia merasa khawatir dengan keadaan laki-laki berambut pirang itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN