Tombak menusuk sekali, menembus tubuh robot-robot tempur musuh yang berukuran besar darinya, lalu meledak dahsyat. Dengan gerakan secepat kilat, Centauri mampu menghancurkan robot-robot tempur itu.
Aku melihat adegan pertempuran itu dari kaca jendela kabin depan yang transparan. Centauri yang kutumpangi, melewati asap-asap bekas ledakan robot-robot tempur musuh. Ia melaju lagi menuju ke beberapa robot tempur yang menyerangnya.
Dengan serangan yang sama, Centauri menghancurkan para musuh. Sesekali ia menghilang untuk membingungkan musuh. Lalu muncul lagi untuk memberikan serangan kejutan yaitu menembakkan homing missile yang keluar dari dua sisi tubuhnya. Serangan homing missile mengenai perut beberapa robot tempur musuh hingga terbakar.
Ledakan-ledakan besar mewarnai langit. Tidak membutuhkan waktu yang lama, semua musuh habis dimusnahkan. Centauri menjauh dari lokasi pertempuran dan mendarat ke sebuah tempat yang jauh dari gedung-gedung tinggi.
Aku membisu sampai gadis itu menoleh ke arahku.
"Misi sudah selesai. Kita berdua selamat," gadis itu menunjukkan ekspresi wajah yang sebenarnya saat membuka helmet-nya. "Kamu, manusia dari dunia lain, Alzian Ekadanta. Selamat datang di Magic Pilot Academy."
Aku ternganga. "Magic Pilot Academy?"
"Ya. Nanti kamu akan tahu sendiri kalau bersekolah di sini."
"Apa? Sekolah?"
Pertanyaanku tidak dijawab, justru gadis Rubah putih itu menyelonong keluar. Aku terperanjat lalu mengikutinya.
"Hei, tunggu aku!" aku buru-buru keluar dari pintu kabin belakang yang terbuka otomatis. Mendapati pemandangan yang mengagumkan.
Bisa kamu bayangkan, sebuah ruangan berbentuk setengah lingkaran dengan tinggi dan lebar yang tidak diketahui, yang mengingatkan aku pada sebuah bangunan futuristik, tempat penyimpanan kendaraan-kendaraan tempur di film-film anime bertemakan mecha yang pernah kutonton.
Memang ada banyak robot tempur yang terparkir di sini. Dari ukuran kecil hingga yang besar. Rata-rata bentuknya menyerupai Rubah, tapi berbeda warna dan corak.
Suhu di ruangan ini sangat dingin. Membuatku menggigil. Hingga indera pendengaranku menangkap suara seseorang yang tak jauh dariku.
"Apa misimu sudah selesai, Kiku?"
Aku dan gadis berambut putih itu menoleh ke asal suara. Beberapa orang berpakaian seragam yang sama dengan gadis berambut putih itu, datang menghampiri kami.
"Kalian," desis gadis berambut putih.
"Siapa dia, Kiku?" tanya laki-laki yang berambut pirang yang juga bertelinga dan berekor Rubah. Ia memandangku dengan tatapan yang sinis.
"Iya. Baru kali ini, aku melihatnya. Penampilannya sangat berbeda dengan kita," timpal gadis berambut ungu yang juga bertelinga dan berekor Rubah.
"Namanya Alzian Ekadanta," sahut gadis berambut putih itu seraya melirikku.
Aku yang menjadi bahan perbincangan orang-orang yang berpakaian seragam serba putih, terdiam, dan memilih mendengarkan mereka. Kemudian Kiku melanjutkan perkataannya.
"Atas izin Kepala Sekolah, aku merekomendasikan dia untuk masuk ke sekolah ini," ungkap gadis berambut putih itu dengan tegas. "Dia yang akan menjadi partner-ku. Bukan seperti kalian yang telah menjadi pengkhianat."
Semua orang terdiam karena perkataannya itu. Gadis berambut putih menarik tanganku tanpa mengatakan sepatah katapun lagi.
Kami pergi dari ruangan itu.
***
"Aku yang memanggilmu ke sini."
"Suara itu? Kamu?"
"Iya. Yang tadi itu, basement. Tempat penyimpanan robot-robot tempur."
"Lalu orang-orang yang kamu sebut pengkhianat itu?"
"Mereka teman-teman sekelasku, tapi lebih tepatnya rekan-rekan kelompokku."
"Kelompok?"
"Ya. Aku sudah keluar dari kelompok itu."
"Kenapa?"
Aku penasaran. Menatap serius gadis yang berjalan di sampingku ini.
"Aku akan menceritakannya padamu nanti," gadis itu menghentikan langkahnya di lorong berbentuk segienam yang sepi. "Sebelum itu, aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Kiku Lyall. Panggil saja aku Kiku."
Ia mengulurkan tangannya dan aku menyambut tangannya itu. Kami bersalaman.
"Aku Zian."
"Aku sudah tahu."
"Eh? Oh iya."
Aku tertawa kecil. Kiku tidak tertawa, namun berekspresi datar. Tipe gadis yang dingin.
Kami menjauhkan tangan. Kiku memperhatikan aku dengan teliti.
"Sepertinya kita harus melakukan sesuatu pada penampilanmu."
"Benar. Tidak mungkin, 'kan, aku berpenampilan seperti ini terus."
Aku memperhatikan penampilanku. Kiku mengacungkan telunjuknya tepat ke arahku.
Sring!
Dari ujung telunjuknya, muncul sinar putih yang sangat menyilaukan. Sinar yang berwarna yang sama, juga muncul di tubuhku.
Cahaya putih yang hangat, menyelimuti tubuhku. Karena silau, aku memejamkan mata.
Satu detik kemudian, aku tidak merasakan kehangatan lagi. Mataku terbuka untuk melihat apa yang terjadi.
Kiku menatapku datar. Aku terpaku.
"Penampilanmu sudah berubah."
"Eh?"
Langsung saja kulihat penampilanku. Ternyata aku sudah memakai pakaian seragam yang berwarna serba putih.
"Ini?"
"Kamu memakai seragam khas sekolah ini."
"Sangat pas buatku. Yang tadi itu sihir ya?"
"Iya," Kiku mengangguk pelan. "Ayo, kita pergi ke tempat kepala sekolah sekarang. Karena beliau sudah menunggu kita di ruangannya."
"Iya."
Kiku berbalik. Ia berjalan duluan dan aku mengekornya dari belakang. Aku memperhatikannya dengan sejuta pertanyaan yang muncul di benakku.
Bagaimana bisa aku sampai di sini? Lalu mengapa Kiku bisa mengetahui namaku sebelum aku memberitahukannya? Ya, banyak sekali yang ingin kutanyakan padanya.
Seingatku, sebelum masuk ke dunia aneh ini, aku sedang berada di toilet. Aku bersembunyi dari kejaran para preman sekolah yang akan menindasku karena aku ketahuan memergoki mereka yang akan membolos sekolah.
Saking ketakutan saat itu, aku terpojok di dekat sebuah cermin. Cermin yang menampilkan penampakan tempat yang berbeda di dunia nyata, di mana aku hidup.
Kupikir itu adalah cermin hantu karena aku mendengar suara yang memanggilku. Suara yang sama dengan gadis berambut putih yang kini berjalan di depanku.
Kiku, mengaku bahwa ia yang memang memanggilku. Aku penasaran dengan tujuannya yang bermaksud memanggilku ke dunia ini.
Kami berjalan dalam diam. Menyusuri lorong demi lorong dan tangga. Hingga tanpa terasa kami tiba juga di tempat tujuan.
"Kita sudah sampai," Kiku berdiri di dekat pintu besi yang berplat digital dengan tulisan digital Headmaster Room.
"Oh, di sini ya," aku mengangguk.
"Ya. Ketuk dulu pintunya sebelum masuk."
Sekali lagi aku mengangguk. Kiku mengetuk pintu tersebut, sebanyak tiga kali. Kemudian terdengar suara menyerupai mesin dari arah pintu itu.
"Pintu tidak terkunci. Silahkan masuk!"
Pintu terbuka otomatis. Kiku masuk terlebih dahulu, dan aku mengekornya lagi.
Kami menemukan ruang yang sangat mengagumkan melebihi basement tadi. Ruangan yang serba berwarna putih, mengkilap, dan wangi.
Wangi yang tak asing bagiku. Ini wangi bunga Mawar. Ditambah perabotan yang mengisi tempat ini, juga berbentuk Mawar.
"Selamat datang, Alzian Ekadanta," seorang wanita berambut merah muncul tiba-tiba dan duduk di kursi panas sebagai Kepala Sekolah. Ia mengenakan pakaian futuristik yang berwarna serba merah-putih. "Saya, Rosean, Kepala Sekolah yang memimpin Magic Pilot School ini. Suatu kehormatan besar jika saya bertemu dengan murid baru yang direkomendasikan oleh Pilot terhebat kami, Kiku Lyall."
Bola mata berwarna hijau itu bergeser ke arah Kiku. Kiku berjalan pelan mendekatinya.
"Ya, Ibu Rosean. Aku berhasil memanggilnya ke sini," kata Kiku yang berdiri berhadapan dengan Ibu Rosean. Meja berbentuk bunga Mawar, menjadi pemisah di antara mereka.
"Kerja yang bagus, Kiku," sahut Ibu Rosean yang tersenyum manis. Ia sangat cantik seperti berusia dua puluh tahunan.
"Ya."
"Oh iya, silahkan kalian duduk dulu!"